Saat ia tengah membasuh kakinya, tiba-tiba ekor matanya menangkap sekelebat bayangan di kejauhan. Kirana memalingkan wajahnya, tapi netranya tak dapat melihat apapun di kegelapan.
“Ah..mungkin cuma perasaan aku aja,” gumam Kirana
Kirana berjalan masuk ke kamar kosnya. Sesaat kemudian terlihat ia sudah khusuk dalam shalatnya.
********
Bram memarkir motornya di pelataran sebuah rumah. Terlihat ia mengetuk pintu, dan dari dalam seorang wanita muda membukakan pintu sambil tersenyum manis.
“Mas..koq lama banget.”
“Iya, aku nunggu Kirana tidur dulu.”
Lalu keduanya terlibat dalam percakapan panjang, hingga akhirnya..
“Mas pamit dulu ya, gak enak kalau dilihat orang, nanti dikiranya kita ngapa-ngapain lagi.”
“Gak ngopi dulu mas ?.”
“Gak usah, aku udah telat, nanti aku ngopi di kantor aja.”
“Mas Bram lembur ?, inikan hari Minggu.”
“Iya..kerjaanku lagi banyak, jadi aku harus lembur,” ujar Bram sambil menstater motornya.
“Yaudah aku pergi dulu ya.”
Sesaat kemudian tubuh tegapnya sudah tidak terlihat lagi.
******
Kirana merapikan buku-buku milik Tita yang tertinggal saat ia meninggalkan kosan. Kirana sudah mencoba menelpon Tita, tapi sepertinya nomer Tita sedang tidak aktif.
“Ah berantakan sekali buku-buku ini, Tita jorok banget,” gumam Kirana.
Saat ia mengangkat sebuah buku tiba-tiba..triingg, sebuah benda terjatuh.
“Apa ini ?,” gumam Kirana sambil memperhatikan benda yang terjatuh tadi.
“Tuspin emas !. Aku sepertinya kenal Tuspin ini punya siapa,” Tita memperhatikan tuspin emas ditangannya.
“Oh..aku ingat, inikan tuspin milik bu Asih. Bu Asih suka banget pake Tuspin ini, karena katanya pemberian seseorang yang dia cintai. Tapi kenapa ada di buku milik Tita ya ?.”
Kirana mengernyitkan dahinya..
“Ah..biar aku simpan saja, nanti kalau ketemu Tita, aku tanya dia.”
********
Kirana meregangkan kedua tangannya, sambil menarik nafas dalam-dalam.
“Ah..seger banget udara pagi ini,” ujarnya sambil menarik dalam-dalam
Saat ia tengah menatap kuntum bunga mawar yang sedang mekar, suara seseorang mengejutkannya.
“Mawarnya sudah mulai mekar, sayang mbak Asih gak bisa melihatnya, padahal dulu ia yang rajin menanamnya.”
Kirana menoleh, dilihatnya mas Jarot sudah berdiri dibelakangnya.
“Eh mas Jarot, kapan datang mas ?.”
Yang ditanya tak menjawab, wajahnya terlihat begitu misterius. Ia hanya menatap kearah Kirana, lalu pergi begitu saja. Sepatu boot kulitnya berderak-derak di aspal jalan setapak taman, meninggalkan Kirana yang berdiri mematung.
“Orang aneh !, aku nanya malah ditinggal pergi, dasar sinting !,” umpat Kirana.
*******
Mang Dadang mengangkut sampah dedaunan dan membuangnya kedalam drum. Biasanya mang dadang akan membakar sampah-sampah itu disore atau malam hari.
“Pagi mang Dadang.”
Mang Dadang menoleh sambil tersenyum.
“Eh mbak Kirana, pagi juga mbak. Nyenyak tidurnya semalam mbak ?,” ujarnya seperti menyelidik.
Kirana menatap mang Dadang, sambil tersenyum.
“Nyenyak mang, mungkin karena aku capek kali,” ujar Kirana, berusaha menyembunyikan kejadian yang sebenarnya.
“Syukurlah. Maaf mbak saya mau pulang ke rumah dulu, sepertinya istri saya memanggil,” ujarnya sambil melangkah menjauh.
Kirana menatap punggung mang Dadang, yang berjalan tergesa-gesa.
“Ada apa dengan mang Dadang ?, aku gak dengar suara istrinya manggil. Kenapa mang Dadang bilang dipanggil istrinya ya ?, aneh !!.”
Kirana berbalik kembali kearah kamarnya. Pagi ini ia merasa semua orang terlihat sangat aneh hingga membuatnya kepalanya dipenuhi tanda tanya.