My Wife is My Enemy episode 12

Chapter 12 "Hadiah"

Dan dengan begitulah Bella akhirnya dapat juga diterima di restoranku bekerja. Dengan mengandalkan Pak Ginanjar sebagai relasiku, ia pun dapat mudahnya menjadi pegawai restoran ini.

Dia mendapat posisi sebagai juru masak. Walau ia tak terlalu handal dalam memasak, namun para pegawai senior di sana dengan ikhlas selalu membimbingnya setiap waktu.

“Kenapa kau malah tersenyum-senyum seperti itu, bodoh?”

Wajahnya yang cantik memandangku rendah seperti kecoak.

“Tak ada. Aku tak habis pikir kau mau capek-capek bekerja di sini.”

“H-Habisnya kau juga bekerja di sini, kan? Lagipula kalau aku sendirian di rumah, aku akan kese~”

Wajahnya yang malu-malu coba ia sembunyikan, namun aku dapat dengan mudah melihatnya.

“P-Pokoknya aku di sini untuk menemanimu bekerja. Harusnya kau berterima kasih, bodoh!!”

Setelah melontarkan kata-kata pedasnya, ia langsung kembali ke arah dapur tempat seharusnya ia berada saat bekerja.

Sementara aku kembali mengatarkan belasan pesanan yang menumpuk walau sudah semua pelayan bekerja untuk melayani para pelanggan.

Hingga tak terasa sang surya sudah mulai bersembunyi di ufuk timur. Ini sudah waktunya bagi kami untuk mengakhiri shift kami.

Aku duduk di ruang karyawan dengan secangkir teh hangat di atas meja. Kuteguk perlahan sambil mencoba membuat diriku senyaman mungkin di atas sofa.

Tak ada siapa pun di sini selain aku dan Bella, karena karyawan lainya sedang bekerja. Hanya kami berdua lah pekerja paruh waktu yang jam kerjanya sudah berakhir bisa santai-santai berada di sini.

“Mau pulang?”

Bella menopang dagunya. Membuat wajah sebalnya saat berbicara padaku.

“Nanti dulu! Tehnya belum habis!”

Dalam sekejap cangkir teh yang kupegang berpindah tempat ke tangan Bella. Tanpa peduli dengan suhu yang suam-suam kuku, gadis berambut oranye itu menghabiskan isi cangkir itu dalam sekali teguk.

“Seenaknya saja habisin minuman orang…!! Padahal baru nyicip sedikit!”

Gerutuku menatap sinis padanya.

“Ayo pulang!”

Hanya dua kata itu yang terdengar oleh telingaku. Tampaknya dia benar-benar mengabaikan kalimatku.

***

Hari semakin malam saat langit berubah menjadi gelap. Lampu-lampu kota menyala dengan terang seolah hendak menggantikan matahari menerangi kota ini.

Suasana kota di malam ini semakin ramai. Orang-orang berlalu lalang di trotoar, suara desing mobil menderu di atas jalanan. Di kawasan pertokoan ini bau masakan dari berbagai kedai makanan bercampur jadi satu.

Kebanyakan kedai makanan di sini hanya buka saat malam tiba.

“Sebelum pulang, mau mampir ke kafe ini dulu? Kita juga tak punya apa pun di rumah untuk dimakan.”

Aku menunjuk ke pinggir jalan di mana sebuah kafe berada. Nampaknya kafe ini baru saja dibuka, karena sebelumnya aku belum pernah melihatnya. Hal itu diperkuat dengan beberapa karangan bunga bertuliskan “Selamat” yang berada di halaman depan.

“Kelihatanya tempat ini menarik!”

Bella melebarkan senyumnya. Seakan menyetujui ideku.

Kami masuk ke dalam kafe itu. Tempatnya sangat bersih dan tertata rapi. Meja makan dan perabotan di sini tampak elegan seperti furnitur hotel mewah. Kucoba menyeka permukan meja makan dengan jariku.

Tak ada debu sedikit pun yang menempel. Bahkan ada grup musik yang membawakan alunan merdu yang mengiringi para pelanggan saat makan.

Jujur, kupikir tempat ini sepuluh kali lebih baik daripada restoran tempatku bekerja.

“Wow, tempat ini sangat hebat!”

Bella tampak takjub melihat ke sekeliling kafe. Para pelayan di sini tak hanya sebatas mengantarkan makanan ke atas meja, tapi mereka juga mengantarkan para pelanggan ke meja makan.

Salah satunya gadis pelayan dengan wajah oriental yang mengantarkan kami ke meja makan yang masih kosong.

“Apa kalian mau menu spesial dari kafe kami?”

Tanyanya dengan ramah.

“Heh!? Boleh saja!”

Aku dengan cepat langsung mengiyakan. Sebenarnya aku juga tak tahu apa menu spesial mereka. Tapi kalau harus kutebak, mungkin itu adalah menu saat masa promosi.

Kurasakan tatapan Bella menjelajahi tubuhku. Aku membalas tatapanya, tapi dalam sekejap langsung ia buang wajahnya ke arah lain.

Apa-apaan sih dia itu?

“Hei…!”

“Apa?”

Sahutku malas.

“Setelah ini temani aku ke pusat perbelanjaan di sana.”

Tunjuk Bella ke sebuah bangunan super besar berlantai empat. Walau letaknya agak jauh dari sini, tapi aku masih bisa melihat kemegahan mall yang dihiasi ratusan cahaya lampu itu.

Super City Mall, sebuah pusat perbelanjaan paling lengkap yang ada di kota ini, atau mungkin di provinsi ini. Hampir semua barang bisa didapatkan di sini.

Aku pernah kemari bersama Bella sebelumnya, saat kami sedang berbelanja bahan makanan. Di sanalah kami bertemu dengan Febri yang memergoki kami berdua. Tapi untungnya rahasia kami masih tetap terjaga sampai saat ini.

Kalau diingat-ingat kembali, rasanya aku sudah mengalami banyak kejadian semenjak aku menikah dengan Bella. Meski begitu anehnya aku sama sekali tak membenci semua itu.

“Untuk apa?”

Aku memiringkan kepalaku.

“Ada sesuatu yang ingin kubeli.”

“Kau pergi saja sendiri.”

*Brak!

Suara yang cukup keras tercipta saat kepalan tangan Bella menghantam permukaan meja. Menyebabkan perhatian pengunjung di sekeliling berpusat pada kami berdua.

“Bodoh! Jangan menyebabkan keributan! Kau mau kita diusir dari sini?”

Bella langsung menarik kerahku dengan erat.

“Kau harus ikut bersamaku!”

“I-Iya…”

Lagi-lagi aku tak berdaya menghadapinya. Entah kenapa gadis ini terlihat lebih menyeramkan dari biasanya di saat ia marah.

Dengan kedua ujung alis yang menyatu dan suara gemeratakan gigi yang saling bersentuhan, membuatnya tampak seperti harimau.

Beberapa kemudian, seorang pelayan wanita datang ke meja sambil membawa pesanan kami. Pelayan ini berbeda dengan yang mengantarkan kami ke meja makan. Tapi tak kalah ramah denganya.

Pelayan itu menyajikan sebuah piring berisi nasi yang dibungkus oleh telur dadar dengan saus berbentuk hati di atasnya, serta segelas jus ukuran besar yang kedua sedotanya saling berkaitan dan membentuk hati.

“A-A-Apa maksudnya ini?”

Baik aku dan Bella sama-sama terperangah kaget memandang makanan yang dihidangkan di atas meja kami.

“Ini adalah menu spesial untuk sepasang kekasih seperti kalian.”

“KEKASIH….!!!?”

Seruku dan Bella di saat yang bersamaan. Pelayan itu hanya tersenyum berseri-seri melihat kami berdua yang sama-sama bersemu.

Apakah bagi orang lain kami berdua terlihat seperti sepasang kekasih?”

Kalau diingat-ingat lagi, kami tadi jalan berdua berdampingan, tertawa bersama, dan saling bercanda. Tentu saja orang akan menganggap kami sebagai sepasang kekasih!

“Tapi dia bukan kekasihku. Dia tak leb—”

“Nah, pelanggan yang terhormat! Silakan nikmati makananya!”

“Tunggu, kau tak mendengarkanku?”

Mengabaikanku yang gusar, pelayan itu segera pergi dari meja kami berdua.

“Hoi, kembali!”

Tapi pelayan itu tak kunjung kembali oleh suara teriakanku.

“Sial! Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku akan mengganti pesanan kita.”

Tapi niatku langsung terhenti saat aku merasakan tarikan kencang pada lengan seragamku. Tangan Bella menahanku, seakan tak menginginkan aku pergi dari meja.

Kepalanya ia tundukan ke bawah, jadi aku tak tahu ekspresi apa yang dibuat oleh wajahnya sekarang.

“A-A-Aku tak keberatan memakan ini bersamamu. Jangan salah paham dulu! Aku cuma ingin segera menyelesaikan ini dan pergi dari sini!!”

Kutatap Bella yang masih menundukan wajahnya. Lalu kuambil napas dalam-dalam.

“Dasar! Baiklah kalau begitu…”

Akhirnya dengan terpaksa kami memakan pesanan ‘sepiring berdua’ itu. Rasanya sangat memalukan sampai ingin mati rasanya. Aku tak henti-hentinya memalingkan wajahku ke arah lain agar tak kontak mata dengan Bella.

Sial, kenapa bisa jadi seperti ini?

Selalu saja ada kejadian yang membuat jantungku melunjak-lunjak. Meski aku tak menyukai Bella, tetap saja hal ini membuat jantungku berdegup kencang.

Tanganku gemetaran memegang sendok makan, hingga tanpa sengaja aku menjatuhkanya ke atas lantai.

“Ah, sial! Sepertinya aku harus meminta sendok bersih lagi.”

“Jangan…!”

Ujar Bella. Dia kembali menghentikanku di saat hendak beranjak dari meja makan.

“Aku tak mau berlama-lama lagi di sini. Karena itulah… pakai sendokku saja!”

“Lalu bagaimana kau makan?”

“Kita bisa berbagi sendok.”

“Heh?”

***

Baru kali ini aku makan seperti ini. Kalau sesama cowok sih tak masalah, tapi ini cewek. Aku tak bohong mengatakan kalau ini pertama kalinya aku disuapi oleh seorang gadis selain ibuku.

Ya ampun! Sepertinya aku tak bisa lagi menghentikan detak jantungku yang semakin cepat. Meski beberapa kali kutahan dengan telapak tanganku, tetap saja dada ini tak bisa tenang.

“Buka mulutmu…”

“A-Ah…”

Dengan malu-malu aku membuka mulutku sambil tetap memalingkan pandanganku.

Aku memperhatikan orang-orang di sekitar kami, sepertinya beberapa orang memandangi kami dengan senyum lebar di wajah mereka. Bahkan sekumpulan gadis berseragam SMP yang duduk di sebelah meja kami tampak kegirangan.

“Lihat, lihat! Mereka sangat romantis, ya!?”

“Kyaa… mereka berdua malu-malu. Lucunya…!”

“Aku ingin sekali melakukanya bersama kekasihku.”

Tak bisakah kalian urus masalah masing-masing, dasar anak SMP sialan!! Serius! Apa kami jadi bahan tontonan yang menarik selagi kalian makan?

Beberapa menit kemudian, aku dan Bella sudah menyelesaikan makan kami. Kami berdua pun pergi meninggalkan kafe dengan wajah yang masih memerah.

“Ayo kita segera pergi!”

Tangan Bella mencengkram pergelangan tanganku, walau tidak kuat tapi mampu untuk menyeretku mengikuti langkah kakinya.

Genggaman tanganya sungguh hangat.

Entah kenapa setiap kali kami melakukan kontak fisik hari ini, dadaku semakin berdebar-debar.

“Kyaaa… mereka berpegangan tangan!”

“Romantis, ya!?”

“Aku ingin sekali melakukanya bersama kekasihku.”

Ya ampun! Gadis-gadis SMP itu masih saja melihat ke arah kami. Walau kami sudah keluar dari kafe, tetap saja aku masih bisa merasakan tatapan mereka dari jauh.

Kami pun segera mempercepat langkah kami meninggalkan tempat itu.

***

Dan dalam beberapa menit, kami sudah tiba di Super City Mall. Hembusan angin yang berasal dari mesin pendingin ruangan langsung menerpa wajahku begitu pintu kaca mall terbuka dengan sendirinya.

Di lantai dasar ini kau bisa menemukan berbagai toko yang menjual aksesoris seperti jam tangan, gelang, dan yang lainya.

“Hei…”

Aku menahan lengan Bella, membuatnya menghentikan langkahnya tepat di depanku.

“Apa tujuanmu kemari?”

“Bukankah sudah kubilang ada sesuatu yang ingin kubeli?”

Mata oranyenya memandangku dingin.

“Kalau begitu seharusnya kau bisa pergi sendiri…”

“Tidak bisa…!! Aku membutuhkan bantuanmu untuk memlihkan hadiah.”

“Hadiah…!? Untuk siapa?”

Wajah Bella memerah, membuatnya tampak manis seperti boneka. Pandanganya ia jatuhkan ke atas lantai. Kemudian ia mengarahkanya padaku…

“Bukankah hari ulang tahunmu sebentar lagi…?”


My Wife is My Enemy

My Wife is My Enemy

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Pernikahan sudah biasa terjadi pada pasangan yang saling mencintai. Tapi bagaimana kalau itu terjadi pada dua orang yang saling membenci?

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset