Dalam keheningan malam, aku terduduk di salah satu sudut tempat tidurku. Walau ini kamarku, tapi benda-benda di dalamnya sudah banyak berubah. Seperti lemari pakaian yang diganti menjadi lebih besar, dekorasi lampu tidur dengan manik-manik, dan yang paling mencolok adalah kasurku yang berubah menjadi tempat tidur untuk dua orang.
Aku masih tidak percaya, aku baru saja menikahi gadis yang paling tak kuinginkan menjadi istriku.
Menurut hukum, seharusnya kami belum cukup umur untuk menikah. Tapi sepertinya orang tua kami sudah mengatur segalanya dengan mulus.
Ini semua salah mereka aku jadi menderita begini. Dengan alasan perusahaan mereka dan ayahnya Bella akan membuat proyek besar di luar negeri, aku jadi terpaksa menikahi cewek sialan itu.
Setelah ditinggal ibunya yang meninggal dunia karena sakit, Bella hanya hidup berdua bersama ayahnya dan tak punya keluarga lagi. Ayahnya bermaksud menikahkan kami agar ia bisa dititipkan pada seseorang yang bisa dipercaya.
Dan mereka kini akan tinggal di luar negeri sampai proyek mereka selesai. Sial, sudah membuat hidupku seperti neraka mereka akan kabur begitu saja?
Aku menghela napas panjang sembari menjatuhkan pandangan ke atas lantai.
“Kenapa ini semua bisa terjadi?”
Ucap Bella sembari menekuk badanya di pojok ruangan. Gaun pengantin putihnya yang terlihat indah tampak padu dengan kulitnya yang mulus.
“Bisa tidak sih kau berhenti mengeluh? Kau membuat telingaku sakit!”
“Habisnya menikah dengan cowok menjijikan sepertimu adalah hal yang paling tak kuinginkan di dunia.”
“Memangnya aku mau…!!!?”
“Lalu, kenapa kau bisa tenang-tenang saja? Lakukanlah sesuatu?”
“Memangnya aku bisa apa? Mengeluarkan mesin waktu agar kita bisa kembali ke masa lalu dan mencegah pernikahan ini? Kalau bisa, sudah kulakukan dari tadi!!!”
Emosiku sudah memuncak, hingga tak sadar aku sudah membentak Bella dengan kasar. Tapi aku tak peduli.
Kulemparkan tubuhku ke atas kasur yang terlalu luas untuk ditempati sendirian. Ngomong-ngomong kasur ini tidak buruk juga. permukaanya sangat lembut seperti gelembung air. Sepertinya aku bisa tidur pulas malam ini untuk menghilangkan stressku.
“Kalau dipikir-pikir, sangat menjijikan berada di kamarmu. Aku mungkin bisa hamil kalau kau terus-terusan menatapku.”
“Oh, ya!? Kalau begitu keluar saja sana!”
“Tak perlu kau suruh juga aku akan melakukanya!”
Bella segera bangkit dari atas lantai dan melangkah menuju pintu. Namun pada saat ia memutar kenopnya, pintunya tak mau terbuka.
Bella kelihatan panik. Gadis itu berulang kali memutar-mutar kenopnya agar bisa terbuka. Setahuku, pintunya baik-baik saja. Tapi kenapa bisa macet di saat ini?
“Hei…! Pintunya—“
“Minggir!!”
Dengan cepat aku segera menggantikanya berdiri di samping pintu. Aku mengarahkan tanganku pada kenop pintu dan mencoba membukanya. Tapi tidak bisa.
Pintu ini bukanya macet, tapi terkunci.
“Sial, pintunya dikunci! Ini pasti ulah orang tuaku…!”
“L-Lalu bagaimana aku bisa keluar?”
“Kalau tidak salah, aku punya kunci cadanganya di laci meja belajarku.”
Aku segera berpindah ke samping meja belajarku yang masih tetap dalam kondisi yang baik walau sudah berusia setengah umurku. Itu karena meja ini adalah hadiah dari ayahku karena sudah berhasil menyabet peringkat satu di kelas.
Aku pun merawatnya dengan baik hingga kini.
Tanganku membuka laci meja satu per satu. Tak banyak barang yang tersimpan di meja belajarku. Paling yang ada buku tulis dan pelajaran, juga kaset-kaset game yang kukoleksi.
Jadi, sebenarnya cukup mudah mencari barang yang disimpan di sini. Tapi entah kenapa aku tidak bisa menemukan kunci cadangan kamarku. Aku sangat yakin menyimpanya di laci ini.
Apa jangan-jangan…!?
“Ayah, Ibu…! Jangan salahkan anak kalian kalau dia membakar habis kamar kalian!!”
Kugenggam erat tanganku sendiri, saking kencangnya mungkin botol kaca akan langsung hancur kalau kuremas.
“Apa yang kau gumamkan? Hei, ketemu tidak?”
Wajah Bella yang cemberut seolah ingin mengatakan kalau ia tak tahan lagi jika harus bersamaku lebih lama. Tatapanya memandang jijik ke arahku seakan aku hanyalah serangga pengganggu di matanya.
Apa harus kuberitahu padanya kalau kuncinya tidak ada?
Tapi kalau kukatakan itu, dia pasti akan marah dan menuduhku sengaja menghilangkanya. Tapi jika aku berbohong, dia pasti akan lebih marah.
Huh, entah kenapa yang bisa kubayangkan adalah saat ia marah-marah saja. Ah, persetan! Mau apa pun yang kukatakan dia takkan pernah mengatakan hal yang baik-baik padaku.
“Kuncinya hilang. Sepertinya ini ulah orang tuaku yang sengaja ingin mengunci kita berdua di sini.”
“A-APA…!!!? Jadi, aku harus menghabiskan malam ini bersamamu!!?”
“Terserahlah, pokoknya aku mau tidur!”
Tanpa menghiraukan keluhanya lebih lama lagi, aku segera kembali ke kasurku dan membalut tubuhku dengan selimut yang hangat. Aku memang tidak suka dengan pernikahan ini. Tapi satu-satunya hal yang baik tentang ini adalah kasurku yang berubah menjadi lebih nyaman.
Aku pikir, masalah ini bisa kubicarakan baik-baik dengan orang tuaku besok dan meminta mereka membatalkan pernikahan ini. Jadi yang harus kulakukan sekarang adalah mengistirahatkan tubuh serta pikiranku.
“Hei… di mana aku tidur?”
Mendadak suara Bella mengembalikan kesadaranku tepat sebelum aku memasuki pintu dunia lain. Aku membalikan badanku dan menatap ke arahnya.
Ia menjatuhkan pandanganya ke atas lantai. Wajahnya terlihat muram. Aku tidak tahu pasti apa yang ia rasakan apakah ia sedang sedih, takut, gugup, ataupun gelisah. Itu semua adalah hal yang wajar saat seorang gadis harus tidur sekamar dengan pria yang dibencinya.
Sebenarnya aku tak mau tidur di kasur yang sama denganya. Tapi kasihan juga kalau dibiarkan.
“Tidur saja di sebelahku. Kasur ini cukup lebar untuk dua orang.”
“HAH, APAAA…!!? Tidur satu ranjang denganmu? Aku tidak mau!!!!”
“Baiklah, aku tidak keberatan kalau kau mau tidur di atas lantai.”
Bella terdiam sejenak. Kelihatanya ia memikirkan kata-kata yang baru saja kuucapkan. Ia membuang pandanganya dan mendecak lidahnya.
Kuharap aku salah, tapi aku sangat yakin… kalau wajahnya bersemu saat ini.
Aku terpana. Belum pernah kulihat ia memasang ekspresi seperti ini di hadapanku. Kalau raut yang memandang rendah diriku aku sudah sering melihatnya.
Tapi untuk kali ini… dia terlihat sangat manis.
*Plak!
Aku menepuk jidatku sendiri berusaha menyingkirkan pikiran itu dari dalam kepalaku.
Kampret! Kenapa aku malah terpesona padanya? Dia sama sekali bukan tipeku, tak ada alasan bagiku untuk mengaguminya.
“Baiklah… kalau begitu bisa geser sedikit?”
Bella memandang ke arahku, tapi terkadang ia juga membuang pandanganya dariku. Aku cukup terkaget mendengarnya. Tak kusangka dia akan menerima usulanku.
Aku pun segera menggeser posisiku ke pinggir tempat tidur, memberi ruang untuknya merebahkan badanya.
“Ingat, Sena!!! Kalau kau macam-macam dengan tubuhku selagi tidur, aku akan mengirimu ke neraka…!!”
“Memangnya aku orang yang seperti itu…!!? Lagipula mana mau aku menyentuh dada ratamu itu.”
“APAA…!!!?”
Sial, sepertinya aku salah memilih kata! Dan dia sekarang sedang dalam perubahanya ke dalam mode Berserk.Anjay! Kalau dia tak kuhentikan, aku pasti mati.
“Oke, oke, maafkan aku! Anggap saja aku tidak pernah mengatakan hal itu. Sekarang lebih baik kita tidur dan membicarakan masalah ini pada orang tua kita besok. Mengerti?”
Bella tak membalas ucapanku. Dan dia kembali melemparkan pandangan menjijikanya padaku. Cih, gadis ini… sama sekali tak punya sisi manisnya!
Kami pun akhirnya tidur di atas kasur yang sama, menatap langit-langit yang sama, dan berbagi selimut yang sama. Entah kenapa jantungku jadi berdegup kencang. Kalau dipikir-pikir lagi, ini adalah pertama kalinya aku sedekat ini dengan Bella.
Aku tak pernah punya pengalaman romantis dengan seorang gadis sebelumnya, jadi tak mengherankan aku menjadi berdebar-debar seperti ini.
Sial, kalau seperti ini terus dia bisa tahu kalau aku sangat gugup saat ini. Aku pun mencoba melirikan mataku ke arahnya.
Kupikir dia akan lebih tenang, ternyata dia sama saja sepertiku. Wajahnya merah padam sampai ke telinganya. Napasnya yang tak beraturan terdengar sangat menggoda untukku.
Ngomong-ngomong ada sesuatu darinya yang sangat menggangguku sejak tadi.
“Hei, kau yakin akan tidur mengenakan gaun pengantin itu?”
“Aku tak punya baju ganti. Jangan-jangan kau menyuruhku melepaskan gaun ini agar bisa tidur telanjang bersamamu?”
“YA ENGGAK, LAH…!!!! Kenapa sih kau selalu berburuk prasangka padaku?”
“Wajahmu terlihat seperti itu.”
“Sial…!”
Aku segera bangkit dari kasur dan berjalan menuju lemari pakaianku. Kubuka dan kucari-cari dari tumpukan pakaianku di sana baju yang sudah tak kugunakan. Beberapa saat kemudian, aku menemukan bajuku yang lama tak terpakai yang masih dalam kondisi bagus seperti baru.
“Ini! Ganti saja dengan bajuku!”
Aku menyerahkanya baju lamaku. Sebenarnya ini adalah bajuku saat SMP kelas satu, tapi sepertinya ini akan muat untuk tubuh mungilnya.
“J angan pernah mencoba mengintip saat aku sedang berganti…!”
Seperti itukah sikapnya pada orang yang baru saja menolongnya? Jangankan ucapan terima kasih, dia bahkan langsung mengancamku dengan muka garangnya.
Aku segera membalikan badanku. Terdengar suara resleting gaunya di tengah keheningan malam ini. Akal sehatku mengatakan untuk tetap berpaling, tapi gejolak jiwa mudaku terus menghasutku untuk mengitipnya.
Ya ampun, aku sangat tidak suka pertentangan seperti ini!
“U-Umm… Sena!”
“Ada apa?”
Aku menjawabnya tanpa mengubah arah pandanganku.
“B-Bisa kau tolong aku melepaskan gaun ini? Resletingnya tiba-tiba saja macet.”
“Hahh…!? Bukankah kau yang bilang untuk tidak mengintip?”
“Aku mohon padamu… ini sangat sulit untuk kulakukan sendiri.”
Dengan perlahan aku memalingkan pandanganku ke arahnya. Ternyata itu bukan bualanya untuk mengerjaiku. Bella tampaknya kesulitan menurunkan resleting yang ada di bagian punggungnya.
Aku pun segera menggantikanya, memang benar seperti ucapanya resleting ini sangat sulit untuk dibuka. Aku bahkan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menurunkan resletingnya.
Kulit putih mulus punggungnya langsung terekspos kala aku berhasil menurunkan resletingnya sampai ke pinggang. Tubuhnya sangat terawat seperti seorang putri kerajaan yang selalu mandi susu setiap harinya.
“K-Kau tidak menggunakan pakaian dalam!!?”
“Guh! Apa sih yang kau lihat, bodoh!? Dasar mesum sialan…!”
Seperti sapi yang mengamuk, dia langsung memberontak agar aku melepaskan tanganku darinya. Tapi tak bisa. Itu karena kancing lengan kemejaku menyangkut di resleting gaunya.
“Jangan bergerak dulu! Kancingku tersangkut dengan gaunmu, bodoh!”
Tapi dia tak mengindahkan perkataanku. Dia masih terus saja memberontak dan mendorong-dorong tubuhku. Entah kenapa aku jadi kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke atas kasur dengan membawa Bella bersamaku.
Untung saja aku terjatuh ke permukaan kasur, kalau langsung ke atas lantai mungkin bakal ada beberapa tulangku yang retak. Apalagi tubuh Bella yang menimpa badanku, membuatku semakin merasa dihancurkan.
Kesampingkan hal itu dulu, aku merasakan sensasi aneh yang belum pernah kurasakan sebelumnya di tanganku. Benda yang ukuranya pas dengan telapak tanganku ini terasa lembut dan kenyal. Mungkin ini seperti pudding atau jelly.
Tapi aku masih belum tahu benda apa yang kupegang. Aku coba merabanya, benda ini ternyata berbentuk bulat. Lalu kucoba untuk sedikit meremasnya dengan tanganku.
“Kyaah~!”
Mendadak Bella mengeluarkan suara imut yang terdengar sangat menggoda di telingaku. Kenapa dia tiba-tiba berteriak? Aneh sekali!
Tapi aku menghiraukanya dan kembali berfokus untuk mengetahui benda yang sedang kupegang. Kali ini aku menemukan sesuatu seperti tombol remote. Rasa penasaranku membimbingku untuk memelintirnya.
“Hyaan~!”
Lagi-lagi Bella berteriak kecil, dan kali ini diiringi dengan suara desahan. Mendadak pikiranku terbersit sesuatu. Sepertinya… aku tahu benda apa yang kupegang.
Dan satu hal lagi yang kutahu pasti. Aku akan pergi ke neraka kalau aku menjajah benda ini lagi. Aku jadi teringat dengan kata-kata yang kuucapkan sebelumnya. Karena itulah di saat terakhir ini aku ingin menarik kembali perkataanku.
Dadanya… lumayan cukup berisi.