“De, kenapa? Kok begitu ngeliatnya?” tanya Nana.
“Engga kak, tumben amat pulang jam segini,” dengan muka yang judes.
“Ya, kakak kan ada tugas kelompok sama….,” Mira memotongnya.
“Sama ka Desi? Ka Rasti?”
Nana tidak menjawab, lalu mengajak Mira untuk mengobrol dikamarnya. Namun Mira dengan tegas menolaknya.
“Bagaimana kalau di tempat favorit kakak? Aku tahu kok!” Mira beranjak dari tempatnya, sebentar saja dia sudah kembali membawa jaket.
Nana hanya tersenyum, lalu meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk keluar dahulu sebentar. Dia beralasan bahwa Mira memintanya mengantar ke toko atk untuk membeli pensil. Baru saja keluar dari rumah, Mira berlari menjauh. Nana pun mengejarnya hingga sampailah mereka berdua di dalam terowongan. Suasana sudah sepi, pak Jamal sudah tidak ada ditempatnya.
“Siapa yang memberitahumu adik kecil? Rasti? Atau Desi?”
“KAMU!! KELUAR DARI TUBUH KAKAK!” Mira membentaknya.
“Baiklah, tapi….,” rambutnya tiba-tiba menjadi panjang, tubuhnya terangkat ke atas. “SETELAH AKU MELAHAPMU ANAK KECIL!!!!” Nana yang sudah kerasukan kemudian menyerang Mira, namun serangannya berhenti mendadak setelah Mira dengan cepat menyetel lagu yang keras dari handphonenya.
Tubuh Nana mendarat di tanah, rambut panjangnya tiba-tiba menghilang. Dia memegangi kepalanya sambil teriak seperti orang yang kesakitan. Nana tertunduk, kedua telapak tangannya menyentuh aspal. Mira semakin berani mendekatkan handphonenya, kemudian keluar darah segar dari mata, telinga dan hidung Nana. Lama kelamaan Mira yang tidak tega melihat kakaknya malah menangis, kemudian mematikan lagu di handphonenya.
“Ka!….sadar ka…ini aku Mira…,” tangisannya semakin kencang.
“Mira?…kenapa kakak ada di sini?” Mira menyangka kakaknya telah kembali, dia tersenyum bahagia. Saat Mira semakin dekat, tangan Nana langsung mencekik leher Mira. “BOCAH SIALAN! APA YANG KAMU LAKUKAN?!” Mira tercekik, dia memukul-mukul tangan Nana supaya bisa terlepas. Namun cekikannya terlalu keras, sangat mustahil bagi Mira untuk melepasnya.
“Ka…….,” matanya semakin lama semakin mengecil, saat itulah tangan Nana satunya lagi mencoba melepaskan cekikannya.
“LEPAS!…LEPASKAN TANGAN KOTORMU ITU DARI ADIKKU?!”
Mata Nana yang tadinya berwarna putih, kini salah satunya menjadi hitam. Tangan kirinya dengan kuat mencengkram tangan satunya. Dia menariknya agar lepas dari lehernya Mira, ketika tangan satunya berhasil dilepaskan Mira terjatuh. Dia terbatuk-batuk sambil mengumpulkan nafasnya kembali. Lalu dia melihat sebuah pemandangan yang aneh, kakaknya seperti bergumul dengan dirinya sendiri. Melihat adiknya sudah sepenuhnya sadar, Nana memintanya untuk menyetel lagunya lagi dengan keras.
“De cepet!”
Mira dengan segera menyalakan lagunya lagi, Nana kembali berteriak keras. Lalu sebuah asap hitam keluar dari tubuhnya, Nana tidak sadarkan diri. Mira keluar dari terowongan untuk meminta pertolongan, untungnya sudah ada warga yang berdiam diri di pos. Nana pun dibawa ke rumah sakit, Mira bilang kepada orang tuanya bahwa kakaknya itu tiba-tiba pingsan. Rasti, Desi, maupun penjaga sekolah berhasil diselamatkan oleh warga yang kebetulan lewat. Kondisinya kritis namun nyawa mereka dapat tertolong.
Kejadian ini mendadak membuat heboh sekolah, untuk penyelidikan dan hal lain maka semua kegiatan sekolah diliburkan selama tiga hari. Sedangkan Nana yang dibawa ke ruma sakit hanya mengalami luka ringan, salah satunya bekas cakaran yang panjang di bagian punggungnya. Mira tidak sanggup menceritakan hal detilnya karena tidak mau mengingat kejadian di malam itu. Terowongan masih dioperasikan, tapi sekarang selain pak Jamal ada lagi satu orang yang menjaga di pintu terowongan satunya.
Seminggu setelah kejadian malam itu, semua korban sudah membuka matanya. Penjelasan penjaga sekolah sungguh aneh, dia bercerita bahwa malam itu ada seseorang bertubuh besar yang menghampirinya lalu dengan tiba-tiba menampar lehernya hingga berdarah-darah. Sedangkan dia sama sekali tidak melihat Rasti dan Desi di area sekolah, padahal menurut kesaksian mereka berdua. Mereka baru saja pergi ke kantin saat jam pulang sekolah berakhir dan situasi sekolah sudah sepi. Cctv yang ada di sekolah juga tidak menangkap hal-hal aneh.
Nana yang mengalami luka ringan mengunjungi temannya, Rasti dan Desi yang kebetulan dirawat diruangan yang sama.
“Na!” Rasti langsung menyambutnya ketika melihat sosok Nana masuk melalui pintu.
Nana masih canggung, dia berjalan sangat pelan dan melihat kesekitarnya. Karena efek obat Desi masih tertidur. “Gimana? Udah…udah agak baikan?” tanya Nana pelan.
“Iya lumayan sih, cuman masih harus diem di sini, katanya luka dalamnya masih harus diobati intensif,” mendengar hal itu muka Nana menjadi murung. “eh…ga apa-apa kok, lihat aku aja udah bisa gerak banyak begini,” menggerakan beberapa anggota tubuhnya.
“Aku…aku mau minta maaf,udah buat kalian jadi begini,” saat Rasti ingin menjawabnya terdengar suara Desi.
“Iya..iya tenang aja Nana, ini juga kemauan aku sama Rasti kok. Yang penting kamu udah sadar sepenuhnya.”
Rasti dan Desi juga meminta maaf karena telah melibatkan adiknya, ide itu terlintas begitu saja. Insting Desi yang kuat mengharuskan dirinya harus meminta Mira untuk membantunya. Agak berat untuk anak yang bahkan belum mencapai usia remaja untuk menghadapi ini semua. Desi menambahkan bahwa penyebab hantu jahat merasuki Nana karena kebiasaan Nana mendengar lagu saat pulang sekolah, hantu jahat itu tidak suka jika mendengar alunan musik. Karena ditempat dia berdiam diri, diterowongan itu banyak sekali hantu gentayangan lainnya. Jika mendengar suara yang bising maka hantu-hantu itu juga akan membuat suara yang sangat berisik, itu yang membuat hantu jahat tidak merasa tenang.
“Kamu udah jenguk Randi? Eh emang dia masih dirawat gitu?” tanya Rasti penasaran.
“Engga, dia udah sekolah kok kemarin-kemarin,” jawab Nana malu. Seketika ruangan itu menjadi ramai karena Rasti dan Desi mulai bercanda dengan Nana.