“Percaya deh, kalau bener Desi ngeliat makhluk lain pasti aku juga ngerasa donk. Entah merinding atau apa, kan aku sebelahan sama kamu. Iya gak?”
“Iya…,” jawabnya sangat pelan, pikirannya masih terbebani dengan kejadian sebelumnya.
Sampai sepulang sekolah, Desi belum juga kembali ke kelas. Saat berjalan pulang secara tidak sengaja Nana bertemu dengan Desi. Sikap Desi sungguh membuatnya kaget, dia tidak mau melihat mukanya Nana. Seakan-akan dia masih takut melihatnya. Di sini perasaan Nana semakin tidak enak, dia takut kalau hantu barusan memang menempel pada dirinya. Di saat perasaannya yang sedang kacau, muncul Randi. Lagi-lagi dia menawarkan diri untuk pulang bersama.
“Na…gimana kalau kita…,” belum juga selesai mengatakannya, Nana langsung menolaknya dengan halus.
“Maaf, aku ga bisa. Lain kali aja…,” tanpa sedikitpun melihat ke arah Randi.
“Ya udah kalau begitu,” sesaat Nana baru berjalan kembali. “oh iya Na, kejadian Desi tadi. Mungkin dia lagi ga enak badan aja, temen sebangkunya bilang kok kalau Desi habis bel pertama masuk badannya menggigil terus,” mereka berdua pun berpisah.
Entah mengapa setelah kejadian di toilet badan Nana terasa sangat berat sekali, semakin berat ketika dirinya sudah mendekati terowongan. Sore ini keadaan terowomgan sangat sepi, tidak seperti biasanya. Kalau lewat jalan memutar akan sangat jauh jaraknya, apalagi kondisi Nana semakin memburuk. Keringat deras mengucur, pandangannya goyah, dia mantapkan langkahnya untuk memasuki terowongan.
“Lampu…kenapa lampunya goyang-goyang?” memegangi kepalanya yang terasa pusing.
“Diamlah di sini sejenak,” ada suara muncul entah dari mana. “kamu sedang sakit, beristirahatlah,” suara itu sangat jelas terdengar oleh Nana.
Dari kejauhan ada seseorang yang berjalan masuk dari pintu terowongan satunya, orang ini berjalan hingga sampai ke tengah terowongan di mana terdapat sebuah lampu yang menggantung di atas. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika dia melihat sesuatu yang sangat aneh.
“I…tu…a…pa?!” dihadapannya ada seorang perempuan yang sedang melayang memakai baju terusan berwarna hitam, kakinya tidak menapak ke tanah. Matanya terbuka sangat lebar berwarna putih, rambutnya sangat panjang dan berkibar. Seseorang ini tidak kuat melihatnya lalu berlari ke arah dia masuk barusan.
Saat di luar, pak Jamal menanyai orang itu. “Hei! Kenapa? Kok kaya lari-lari kaya begitu, ada apa sih?”
“Pak Jamal….pak Jamal…itu…aduh….,” karena masih dalam kondisi panik, seseorang ini tidak bisa mengontrol ucapannya.
“Stop!…stop!…coba Tarik napas dulu, tenang, baru cerita,” pak Jamal mencoba menenangkannya.
Seseorang itu lalu menceritakan apa yang dilihat di dalam terowongan tadi, seorang perempuan dengan rambut yang sangat panjang melayang-layang tepat di tengah terowongan. Orang itu juga memaksa pak Jamal untuk mengeceknya langsung. Supaya apa yang dikatakannya bukanlah bualan. Saat ingin memasuki terowongan, seseorang keluar dari sana. Wajahnya tersenyum sangat lebar.
“Sore pak Jamal,” yang keluar dari terowongan adalah Nana. Dia menyapa pak Jamal dengan sangat sopan.
“Oh iya neng, tadi kamu liat ga ada sosok perempuan gitu rambutnya panjang melayang di terowongan?”
“Perempuan? Saya donk pak?” dengan nada bercanda, “engga pak, ga ada tuh.”
Pak Jamal pun menyalahkan seseorang yang membuat cerita tadi, dia sedikit memarahinya.
“Kamu itu, makanya kalau ngeronda itu jangan suka mabok! Begini kan akibatnya!”
“Lah pak, saya mah ga pernah mabok pak. Paling minum kopi aja, eh tapi seriusan pak saya tadi liat makanya saya lari begitu.”
Nana pun pamit dari situ, orang yang bercerita tadi sedikit mencurigai Nana. Karena sekilas dia melihat wajahnya barusan. Karena merasa terus diawasi Nana membalikan wajahnya, saat melihat orang itu matanya berubah menjadi berwarna putih semua. Lantas membuat seseorang itu berlari kabur dari sana, sementara pak Jamal menggelengkan kepalanya karena bingung dengan tingkah laku orang itu.
Ketika sampai di rumah adiknya sedang menonton acara di televisi.
“De, udah makan?” tanya Nana.
“Kapan pulang? Kok ga ada suara pintu kebuka?”
“Ya makanya jangan nonton tv aja, mana acaranya sinetron sore lagi. ihhhh…,” beranjak pergi kekamarnya di lantai dua.
“Tumben banget, biasanya ga pernah nanya lagi ngapain. Udah ah lanjut nonton lagi.”
Suasana makan malam menjadi lebih hangat sekarang, Ibunya juga sedikit heran sejak kapan Nana menjadi aktif berbicara seperti ini. Dia menceritakan banyak kejadian di sekolahnya hari ini. Bahkan dia tidak segan-segan mengumpulkan semua piring kotor dan mencucinya, saat Nana berada di dapur ibunya yang penasaran mencoba bertanya kepada adiknya.
“Mira…ibu mau tanya, kok kakak kamu jadi begitu. Lagi deket sama cowok yah?”
“Hmm..ga mungkin bu, kakak setiap hari ngangkot. Kayaknya bukan deh,” jawab adiknya agak menyindir.
“Gitu yah, tapi ga apa-apa deh. Ibu malah khawatir kalau kakak kamu pendiam terus,” obrolan singkat pun berakhir diantara anak dan ibu.
Malam sudah larut, ketika anggota keluarganya sudah tertidur semua. Nana malah sedang asik sisiran, anehnya dia menyisir rambutnya seolah-olah seperti memiliki rambut yang panjang. Nyatanya rambut Nana hanya sebahu. Sambil bersenandung dia mulai menyisir rambutnya dari atas sampai bawah. Dihadapannya ada sebuah kaca panjang yang biasa dia gunakan sehari-hari. Saat sedang sisiran, sosok yang ada di dalam kaca bukanlah pantulan Nana. Melainkan sesosok perempuan berambut panjang hitam sampai menyentuh lantai, mengenakan baju panjang berwarna hitam. Warna kulitnya sangat pucat, ditambah matanya yang berwarna putih dan tidak memiliki alis di atas kedua matanya. Setelah selesai menyisir rambut, tiba-tiba lampu kamar Nana mati.