“Ras, tadi itu aku lihat sosok yang kita omongin di café. Dia berdiri tepat di belakang kamu, makanya tadi aku buru-buru ngajak pergi,” Rasti menyesal membacanya. “Pliss Des, aku mau tidur dikirim ginian. Ah bodo ah!” Rasti menutup dirinya dengan selimut.
Dua hari setelahnya Randi sudah bisa dijenguk oleh teman-temannya. Karena sosoknya yang supel dan asik, teman-temannya sangat bersemangat untuk melihat keadaannya. Tetapi karena ruang perawatan Randi menyatu dengan pasien lain, maka orang yang ingin menjenguk harus dibatasi. Untuk itu ketua kelas menyarankan agar mereka datang secara bergantian.
“Na, kamu mau jenguk Randi hari ini?” tanya Rasti.
“Hm…kayaknya nanti aja deh, takutnya hari ini banyak orang yang mau ke sana. Lagipula aku bisa kok jenguk dia sendiri,” dengan gayanya yang genit.
“Oh..iya deh, paling aku ikut sama km aja hari ini.”
Ketua kelas berdiri di depan, dia ingin menawarkan siapa-siapa yang ingin menjenguk Randi sepulang sekolah nanti. Empat orang mengangkat, termasuk Rasti dan Desi. Sedangkan Nana hanya tersenyum saja melihat ketua kelas menunjuk orang-orang yang ingin dibawanya nanti. Sepulang sekolah mereka berkumpul di luar kelas, ada tiga orang laki-laki diantaranya rombongan ini. Menawarkan diri agar bersama-sama pergi ke rumah sakitnya.
“Makasih yah, tapi aku sama Desi mau beli buah dulu buat Randi. Iya kan Des?” Rasti meliriknya.
“Hmm..iya,” jawabannya sedikit lesu.
“Oh ok, nanti ketemuan di sana aja yah,” ucap ketua kelas dan mereka membubarkan diri.
Awalnya Desi tidak mau mengangkat tangannya, tetapi tatapan Rasti sangat tajam mengarah kepada dirinya dan dia memberikan kode-kode aneh melalui ekspresinya. Sehingga membuat Desi dengan terpaksa mengangkat tangannya. Desi sebenarnya tahu kalau Rasti punya maksud yang lain. Diperjalanan ke super market untuk membeli buah Desi menanyakan maksud lain Rasti.
“Rasti, aku tahu kamu pasti ada maksud lain kan? Bukan ngejenguk doang?” tanya Desi.
“Tadi aku ajak Nana, cuman dia ga mau bareng-bareng. Makanya aku ajak kamu.”
“Boong nih, udah ngaku aja,” Desi sedikit memaksa Rasti untuk memberitahunya.
“Hm….iya…,” Rasti akhirnya mengaku “aku mau tanya aja, dia ngerasa ga kalau sikap Nana jadi beda banget.”
Mereka berdua membeli beberapa buah apel, sedikit anggur dan pisang. Membungkusnya dengan rapih lalu pergi ke rumah sakit menggunakan taksi online. Temannya sudah menunggu di lobi, mereka semua bersama-sama pergi ke ruangan Randi dirawat. Karena mereka datangnya sore hari, maka waktu yang diberikan sangatlah terbatas. Ketika mereka masuk, Randi terbaring dikasurnya. Ibunya berada disampingnya, Randi memberikan senyuman terbaik kepada teman-temannya yang menyempatkan untuk datang. Kepala, leher dan kedua tangannya di perban.
“Randi…gimana sob? Udah agak mendingan sekarang?” salah satu temannya bertanya.
“Lumayanlah, cuman pegel banget ini badan,” menjawabnya dengan perasaan senang. Dia tidak melihat Nana bersama rombongan temannya, “eh Nana mana? Kok ga keliatan?”
Rasti menjawabnya, “Nanti dia mau dateng sendiri katanya, biar lebih romantis,” mendadak seisi ruangan penuh tawa. “Ran maaf yah, tapi kok bisa sih kamu sampe kecelakaan kaya gitu?” lanjutnya.
Randi pun bercerita, sore itu seperti biasa dia mengajak Nana untuk pulang bersama. Tetapi Nana menolaknya karena ingin pergi ke rumah temannya. Akhirnya Randi pulang sendirian, sebelum pulang dia berhenti terlebih dahulu di suatu tempat untuk bersantai. Lalu dia pulang melewati terowongan karena rumanya masih searah dengan Nana dan siapa tahu dia bisa berpapasan dengannya.
Saat dia berkendara di dalam lorong, tiba-tiba dia merasakan sesuatu ada yang melompat ke arah dirinya. Lalu dengan brutal mulai menggigit leher dan tangannya. Karena reflek dia berusaha melepaskan sesuatu yang menggigitnya. Dia tidak sadar kendaraannya menjadi goyah dan dia mulai terjatuh dari motornya. Sebelum tidak sadarkan diri dia melihat sesuatu, bayangan hitam dengan bahu yang menunduk berjalan menjauhinya. Dia mengira itu adalah malaikat pencabut nyawa yang telah selesai mencabut nyawanya.
Waktu kunjungan habis, mereka memutuskan untuk pamit. Tetapi Rasti meminta temannya pergi terlebih dahulu, karena dia ingin menyampaikan sesuatu yang dititipkan oleh Nana.
“Nana emangnya nitip pesen apa?’ tanya Randi penasaran.
“Dia bilang cepet sembuh,” raut muka Randi langsung terlihat kecewa. “aku mau tanya ini Ran,” langsung dengan cepat mengganti topik. “kamu ngerasa ga ada hal yang berubah dari Nana?” Randi awalnya tidak menganggap serius pertanyaan Rasti, namun raut wajah Rasti menunjukan dia sangat serius. Dan Randi mulai berpikir untuk mencari tahu.
“Hm…berubah?” melihat ke arah Desi yang kebetulan ada di samping Rasti. “kok kalian berdua malah yang jadi aneh begini sih,” tidak ada tanggapan dari keduanya. “hm…iya…aku rasa dia jadi orang yang beda banget, cuman yang aku rasa paling berubah dari sikapnya dia jadi ga pernah pasang earphone lagi. Kalau aku perhatiin sih dia kan sebelumnya ga pernah lepas earphone, maksudnya waktu istirahat aja dia suka pake. Kadang aku juga liat kamu Rasti bete liat tingkahnya Nana begitu.”
Rasti dan Desi saling menatap, lalu seketika pamit dari ruangan Randi. Padahal Randi ingin menanyakan kenapa mereka bertanya seperti itu. Di lobi rumah sakit mereka kembali bertemu dengan temannya, karena waktu sudah menjelang malam maka temannya menawarkan diri untuk mengantar Rasti dan Desi pulang ke rumah masing-masing. Ratna berbisik kepada Desi agar melanjutkan pembicaraan ini di rumah melalui app chat, Desi pun setuju.
Menjelang malam di samping pintu masuk terowongan berdiri seorang remaja perempuan yang masih memakai seragam sekolah, dia tampak sibuk mencari sesuatu. Lalu ada seseorang pria yang menghampirinya. Situasi sekitar lorong kebetulan sedang sepi padahal sudah lewat waktu jam pulang kantor.
“Misi, ada yang bisa saya bantu?”
“Oh ini,” ternyata sosok remaja ini adalah Nana. “saya lagi nyari-nyari handphone saya, perasaan tadi udah disimpen di saku deh,” meraba-raba saku depannya.
“Oh gitu, coba di tas kali,” Nana menjawab sudah mencarinya namun tidak ketemu. Lalu Nana meminta agar pria ini melakukan panggilan ke handphone nya. Benar saja suara nada dering terdengar dari dalam terowongan. “eh itu, kedengeran ga?” lalu Nana memintanya agar membantu mencarinya ke dalam. Karena terowongan gelap dengan lampu yang hanya berada di tengah saja sangat sulit untuk mencari suatu benda, sekalipun itu sebuah handphone.
Tanpa disadari pria itu malah berjalan sendirian, dan bunyi nada dering pun mendadak hilang. Bahkan ketika dia mencoba meneleponnya lagi, tidak ada jawaban.
“Mba…..,” sekitarnya kosong. “eh kemana mba yang tadi?” tiba-tiba ada yang mengigit lehernya, lalu badan pria ini dibawa ke atas terowongan.
Tidak lama kemudian ada yang mengejar pria tadi, sepertinya seorang temannya. “kok aneh banget dia tiba-tiba jalan kaya orang linglung,” lalu pandangannya tertuju ke atas, dia arahkan senter dari handphonenya. “ha…….ah…..,” pria ini tidak bisa berkata apa-apa. Sosok yang mengigit temannya tadi masih berada di atas, semua tertutup rambut yang menjulur hingga ke bawah. Merasa dirinya di sorot cahaya senter sosok ini melepaskan gigitannya. Temannya tadi terhempas, dia kejang-kejang namun masih hidup.
Kepalanya langsung berputar, kedua matanya yang putih menjadi besar. Urat-urat muncul dari dahinya, dia menunjukan giginya yang berwarna merah darah. Karena takut pria ini tidak memperdulikan temannya lalu berusaha keluar dari terowongan, sosok ini mengejarnya dengan cara melayang di atas. Jaraknya dari pintu lorong tidak terlalu jauh, cahaya malam pun terlihat. Pria itu sampai keluar, namun di luar sudah ada motor yang mendekatinya. Dengan reflek yang bagus pengendara motor itu berhasil menghindar.
“Woy! Liat-liat donk! Hampir aja ketabrak tadi,” pria yang membawa motor pun marah.
“Maaf mas, itu….tadi itu…,” pria ini malah menarik pengendara motor untuk masuk ke dalam. Seorang temannya tadi masih terkapar, lehernya dipenuhi darah. Dia pun masih kejang-kejang. “mas…tolong mas…tolong….,” pengendara motor pun berteriak minta tolong. Seseorang dari pintu lainnya datang, orang itu pak Jamal. Lalu dia mulai membawa orang ini keluar untuk dilakukan perawatan sementara ke puskesmas.