Untungnya perasaan mereka mulai lega karena saat mereka pulang banyak kendaraan yang lewat, sampai pak Jamal tidak menyadari kehadiran mereka berdua. Rasti dan Desi saling berpegangan kuat, mereka ini cepat-cepat keluar dari terowongan ini. Tertolong dengan situasi di terowongan, Rasti dan Desi bisa keluar dengan aman. Bahkan Desi tidak merasakan apa-apa pada tubuhnya, hanya saja da satu hal yang dia rasakan.
“Ras…aku tahu deh cara ngeluarin hantu dari badan Nana,” ucapnya pelan.
“Beneran? Gimana?”
Desi menjelaskan, saat mereka berjalan barusan di terowongan. Banyak sekali kendaraan yang lewat, suara mesin dan klakson dari kendaraan-kendaraan tadi membuat penunggu terowongan menjadi tidak tenang. Mereka melompat ke sana kemari tidak beraturan, pada dasarnya para penunggu terowongan tidak menyukai kebisingan. Mendengar hal mereka jadi tahu kenapa Nana sekarang tidak pernah lagi terlihat menggunakan earphone nya.
“Begitu Des? Tapi kalau mereka ga suka bising. Nana pastinya aman kan? Kok masih bisa dirasuki?” tanya Rasti.
“Mungkin pas hari itu kondisi dia lagi ga fit kali Ras, atau emang pikirannya lagi ga fokus.,” mereka berdua sudah sampai dipersimpangan. “walaupun dia pakai earphone, tetap aja hantu-hantu di sana bisa denger. Apalagi kalau dengernya setiap hari,” Desi menghela nafas. “besok kita coba, denger lagu yang keras dideketnya.”
Rasti mengangguk, “Yah…kita buat dia menderita.”
Pagi yang cerah menyambut siswa-siswa sekolah SMA ini, mereka tampak segar walaupun ada yang masih mengantuk. Hari ini Desi memutuskan untuk duduk di belakang Rasti dan Nana, mereka berencana akan mengetesnya terlebih dahulu. Sebelum pelajaran di mulai, Rasti dan Desi nampak mengobrol santai sedangkan Nana yang duduk di samping Rasti merasa terganggu.
“Ras, ini lagu terbaru Maroon Six enak tau. Udah pernah denger belum?” Desi membuka handphone nya.
“Yang judulnya ‘Maps’ bukan? Desi menggelengkan kepalanya. “oh mana coba aku mau denger,” mendekatkan kepalanya ke handphone Desi.
“Ga usah begitu, kamu duduk santai aja. Aku gedein yah volume nya,” Desi mulai memutar lagunya
Ketika lagunya diputar dengan volume keras, temannya yang lain ikut mendengar dan mereka sangat senang karena di pagi begini ada lagu yang enak untuk didengar. Nana mulai merasa tidak nyaman, badannya tidak mau diam.
“Gimana Na? enak kan lagunya?” ucap Rasti.
Nana menatap tajam kearahnya, “Diam!” dengan suara pelan.
Nampaknya pengetesan mereka berhasil, Nana membalikan badannya lalu mengambil handphone Desi. Dia menekan tombol ‘pause’ dan lagu pun berhenti. Seketika teman-temannya menyorakinya, mereka bertanya mengapa lagunya dimatikan padahal waktu belajar belum di mulai.
“Lagunya keras banget, nanti kalau kedengeran sampai luar bagaimana?” alasan Nana. Lalu dia mengembalikan handphone Desi sambil berkata, “awas kau!”
Semua berjalan lancar sampai waktu sekolah berakhir, Rasti dan Desi kembali diam di kantin untuk membicarakan langkah selanjutnya. Dugaan mereka terbukti bahwa Nana atau lebih tepatnya hantu yang merasukinya tidak menyukai kebisingan.
“Kalau begini kita ga usah pakai bantuan orang lain, kita buat hantu itu keluar!” Desi dengan penuh kepercayaan diri. “tapi selanjutnya gimana yah? Kalau dia udah tau begini kan pasti dia akan ngindari kita kedepannya,” tambah Desi.
“Kata siapa?” tiba-tiba muncul sosok Nana di depan mereka, padahal mereka sudah sangat yakin kondisi sekolah sudah sepi dan Nana sudah pulang terlebih dahulu. “ikut aku,” dengan tenaga yang sangat kuat, Nana menarik lengan Rasti dan Desi. Kondisi sekolah yang sudah sangat sepi sekarang merugikan mereka.
“Des….itu,” Rasti dan Desi tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat satpam sekolah duduk dengan leher yang penuh darah.
Nana membawa mereka ke ruangan aula, yang letaknya tepat di depan perpustakaan kecil. Aula ini biasanya dipakai jika ada rapat dengan seluruh orang tua murid per angkatan. Karena sedang tidak dipakai, kursi-kursi berjejer rapih di kedua sisi. Bagian tengah aula kosong melompong, Nana melempar kedua temannya itu sampai ke tengah. Pintu menutup sendiri dengan bantingan yang keras.
“Harusnya aku membereskan kalian pertama-tama, nampaknya aku sudah meremehkan kalian berdua,” seketika rambut Nana menjadi panjang, wajahnya sangat pucat.
“Kamu ga akan lolos! Liat apa yang telah kamu perbuat ke penjaga sekolah?!” ucap Desi.
Nana tertawa keras, gigi-giginya yang tajam terlihat sangat jelas. “Hei…apa kamu lupa, aku hanya menumpang di tubuh gadis ini. Aku bisa merasuki gadis lain, dan gadis ini tentu akan mendapatkan masalah yang sangat besar!” Desi mengeluarkan handphone nya, namun cara yang sama tidak akan mempan. Handphone Desi tiba-tiba terbang ke tangan Nana, dia menghancurkannya. “tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian sekarang!” Nana terbang ke arah Rasti dan Desi.
“Ras, biar aku yang tahan dia. Kamu keluar minta pertolongan,” Desi mendorong Rasti. Nana berhasil memegang leher Desi.
Rasti bergerak cepat, dia mencoba membuka pintunya. Namun pintunya tidak bisa dibuka, seperti ada yang menahannya.
“Membiarkan temanmu pergi tidak akan merubah hasilnya, kalian berdua akan binasa hari ini!” cekikan Nana semakin keras, Desi meronta-ronta.
Rasti terus mencoba membukanya, dia tidak tega melihat Desi namun jika dia menolongnya maka semua yang mereka lakukan sebelumnya akan sia-sia. Rasti akhirnya mampu membuka pintunya setelah dia mendobraknya dengan keras sampai terjatuh ke lantai bersama pintunya. Dengan keadaan yang sangat panik Rasti keluar dari sekolah. Rasti tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang.
“Malam?” langit sudah berwarna gelap, padahal Rasti yakin bahwa tadi waktunya masih sore. Dia mencoba membangunkan penjaga sekolah, namun penjaga sekolah itu tidak bergerak. Pintu gerbang juga terkunci rapat.
“Hei!” Rasti kaget, Nana sudah berubah. Sekarang pakaiannya hitam-hitam, ditangannya ada Desi yang kini berlumuran darah. “ini temanmu,” dia melemparnya. Desi berbaring kaku. “SEKARANG GILIRANMU!” Nana terbang ke arah Rasti, pakaiannya sangat panjang hingga kakinya tidak terlihat.