Pelet Hitam Pembantu episode 16

Chapter 16

“Mbak Yati,” panggil dokter Andri mengagetkan Yati yang lagi-lagi tampak termenung. Seolah tak ada lagi kegiatan yang lebih penting dibandingkan melamun.”Eh, iya dok. Ada apa?” tanya Yati perlahan. Suaranya terdengar sengau. Mungkin diakibatkan banyaknya tangisan akhir-akhir ini.

Terlihat dokter tampan itu masuk ke ruangannya dengan langkah pelan.

“Mbak siap kalau kita sare’atin ke ‘orang pintar’?”

Yati tak langsung menjawab. Ditatapnya dokter Andri. Tak disangkanya jika orang berpendidikan setinggi dokter Andri ternyata masih juga percaya dengan paranormal.

“Ehm, maksud saya tidak ada salahnya jika kita mencoba pengobatan alternatif. Toh kesembuhan bukan hanya didapat melalui medis saja Mbak. Siapa tahu Allah akan memberikan kesembuhan dari jalan yang lain.” ujar dokter Andri seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Yati.

“Bagaimana Mbak Yati?” ulang dokter Andri lagi.

“Jika menurut dokter itu lebih baik, saya mau saja dok.” ujar Yati pasrah. Ia tak mau menentang ucapan dokter tampan itu. Baginya, ia laksana malaikat saja. Hanya saja sayapnya disembunyikan entah dimana.

“Maaf ya dok. Sejak aku ketemu dokter selalu saja merepotkan. Entah dengan cara apa aku bisa membayar kebaikan dokter.”

“Sudah Mbak. Jangan terlalu dipikir. Memang sudah tugas manusia untuk saling tolong-menolong. Mungkin juga suatu kali saya yang akan membutuhkan pertolongan Mbak Yati.” ucap dokter seraya tersenyum manis.

Mata Yati berkaca-kaca. Ia terharu dengan semua kebaikan hatinya. Kebaikan orang yang sebenarnya bukan siapa-siapa baginya. Mereka adalah orang asing, yang kebetulan dipertemukan dalam sebuah kecelakaan. Dan anehnya lagi, kecelakaan itu seolah menjadi titik pangkal tidak berpisahnya mereka sampai saat ini. Entah mengapa.

“Mbak Yati. Kok malah melamun? Yuk kita berangkat sekarang.” ujar dokter Andri kembali membangunkan Yati dari lamunannya.

Dengan sedikit bantuan dari Mbok Minah, Yati berhasil diangkat ke kursi roda, dan siap berangkat menuju pengobatan alternatif.

Sementara itu, di satu sudut kota, di sebuah kamar, tampak sepasang lelaki dan perempuan berpelukan mesra. Keduanya terlihat sangat bahagia. Dari pelukan dan sorot matanya terpancar kerinduan yang begitu mendalam.

“Makasih ya Sayang.” ucap lelaki itu seraya mengecup kening si wanita. Sementara wanita dalam pelukannya hanya tersenyum saja. Tak dipedulikannya tubuh polosnya yang basah kuyup oleh keringat pasca ‘pertempuran’ tadi. Sementara rambutnya yang hitam panjang tampak diikat seadanya saja, memperlihatkan leher jenjang putih menggairahkan.

“Mas…?”

“Apa Sayang?”

“Kok Mas lama sih nggak pulang? Sudah nggak kangen sama aku lagi ya?” ujar Isma dengan bibir cemberut.

“Atau jangan-jangan sudah ada yang lain….”

“Yah, namanya juga pelaut. Dimana kapal berlabuh, disitu hati terpaut,” rajuk si wanita seraya membenamkan wajahnya pada dada bidang si lelaki.

Ditatapnya wajah cantik si wanita. Dan dengan memegang dagunya, kembali si lelaki berujar,

“Mana mungkin sih Mas bisa berpindah ke lain hati Sayang? Memangnya ada yang sanggup berpaling dari orang secantik kamu?”

“Kalau saja ada, tentu sudah pantas ditanyakan tingkat kewarasannya. Iya nggak?”

“Tapi nyatanya? Sudah berapa bulan ini baru bisa ketemu lagi. Aku kangen tau…” ucapnya sembari terus menelusup masuk ke hangatnya pelukan si pria.

“Iya. Mas tahu. Mas juga kangen banget sama kamu. Tapi mau gimana lagi? Kamu kan tahu sendiri Mas kerjanya dimana kan? Lagian kamu kan bersuami. Nggak mungkin kan aku sering-sering datang?”

“Tapi, kalau aku kangen gimana?” rajuknya kembali.

“Kan bisa video call Sayang? Atau,…bisa kan kita vcs an sepuas hati?” ujarnya dengan senyum menggoda.

“Iiih…Mas nakal deh.” ujarnya seraya mencubit hidung si lelaki, yang langsung tertawa cekikan.

“Halah. Kayak yang nggak biasa aja.”

“Iya sih. kalau nggak ada si jelek itu!” sungutnya.

“Ish….Si jelek siapa?”

“Itu tuh….si Arman. Lelaki pengangguran yang kebetulan jadi suamiku. Setiap hari selalu dirumah. Aku kan jadi nggak bebas mau telponan sama Mas.”

“Kenapa nggak kamu suruh kerja aja?” sahut si lelaki memberi solusi.

“Mau kerja apa Mas? Dia tuh pengangguran akut. Malesnya ke ubun-ubun. Ada aja alasan kalau disuruh cari kerja.”

“Untung dulu bininya pekerja keras hingga masih bisa nyisain harta. Kalau tidak? Huh… udah aku tinggalin orang kayak gitu.”

“Merepotkan saja. Iya nggak Mas?!”

Lalu, tampak si pria memandang berkeliling. Tak nampak sosok yang dikeluhkan kekasihnya itu.

“Tapi, ini kamu bisa ngundang Mas kesini. Gimana caranya?” ucap si lelaki sembari membelai rambut indah si wanita.

“Aku kan cerdik Mas. Begitu tahu Mas mau datang, kusuruh dia pergi sejauh mungkin. Kalau tidak begini, bagaimana mungkin kita bisa berdua-duaan?!” ucapnya seraya membelai dada bidang itu.

“Ih, nakal kamu ya?” ujar si lelaki seraya mencubit ujung hidungnya, hingga si wanita terkikik kegelian.

“Tapi, ngomong-ngomong, memangnya kamu suruh kemana dia?” lanjutnya.

“Tuh, aku bilang aja suruh cariin hape buat aku. Aku bilang aja hape lama udah butut! Udah waktunya ganti.” sungutnya lagi.

“Bukannya sudah aku beliin hape baru ya kemarin?” tanya si lelaki.

“Eh, hape yang itu khusus buat Mas aja. Nggak boleh orang lain tahu. Bisa berabe nanti. Kan banyak foto-foto ‘itu’ nya Mas. Hihihi…”

Sementara itu, sayup-sayup terdengar suara bel. Sepertinya mereka kedatangan tamu.

“Ting tong! Ting tong!”

“Eh, ada tamu dek. Siapa sih? Ganggu orang berduaan aja.” kata si lelaki seraya bangkit, yang langsung dihalangi tangan lembut si wanita.

“Halah! Palingan juga orang minta sumbangan Mas. Biarin aja!”

“Tapi sepertinya bukan deh sayang. Coba kamu lihat!” ujar si lelaki seraya memperhatikan gambar di layar monitor.

“Alamak! Benar Mas. Cepat sembunyi!” ujar Isma seraya kelabakan mencari tempat persembunyian bagi lelaki selingkuhannya itu.

Setelah tengak-tengok sebentar, dipilihlah kolong tempat tidur sebagai tempat persembunyian terbaik.

“Sudah Mas?” bisik Isma memastikan, agar suaminya, Arman tak sampai memergokinya.

“Sip!” ujar si lelaki seraya berseru dari balik kolong tempat tidur.

Setelah dirasa keadaan aman, segera disambarnya selimut untuk menutupi tubuhnya yang segar menggoda. Dibiarkannya pakaiannya berserakan di lantai. Ia tahu betul bagaimana mengakali suaminya.

“Eh, Mas. Kok sudah pulang sayang?” ujar Isma seraya mengalungkan lengan di pundak suaminya.

“Loh, sayang? Kok kamu berpakaian seperti ini?” ujar Arman heran melihat istrinya hanya mengenakan selimut saja menutupi tubuhnya. Sementara didalamnya, ia tahu persis kalau Isma sama sekali tak mengenakan apapun.

“Memangnya Mas keberatan kalau aku begini?” ujar Isma seraya meliukkan tubuhnya manja. Sengaja dibiarkannya ‘sesuatu’ sedikit terbuka untuk menggoda suaminya.

“Jelas enggak lah sayang. Memangnya kamu sedang apa sih dari tadi?”

“Ya nungguin kamu lah sayang. Udah nggak tahan nih. Mas sih nggak peka bener jadi lelaki.” ucap Isma yang langsung membuat suaminya mabuk kepayang.

“Yuk ah masuk Mas. Malu dilihat orang lain.” ujar Isma sembari menarik tangan suaminya dengan gerakan menggoda.

“Nah, kita turun disini Mbak.” ujar dokter Andri seraya menghentikan mobil.

Segera setelah diparkirkannya mobil di tempat yang aman, dipapahnya Yati dan didudukkan di kursi roda yang sudah disiapkan.

“Mudah-mudahan kita ada jodoh ya Mbak.” ujar dokter Andri lembut.

“Jo…jodooh??” seru Yati terbelalak.

“Oh, maaf. Maaf. Bukan itu maksud saya Mbak. Maksudnya mudah-mudahan Mbak berjodoh berobat disini.” ujar dokter Andri merevisi ucapannya. Sementara Mbok Minah senyum-senyum saja sedari tadi. Hati kecilnya mengatakan mereka memang akan menjalani hubungan yang lebih serius suatu saat nanti.

Yati menengok kanan kiri dengan kedua bola matanya. Dalam keadaan terduduk di kursi roda ia berharap sedikit kenal daerah ini.

“Dimana ini Mbok?” ucap Yati pada Mbok Minah.

“Tangerang Mbak. Dadap.”

“Ooo….sepertinya aku kenal daerah ini. Hanya saja sudah agak lama aku nggak kesini.” gumam Yati pelan.

Pelan-pelan didorongnya kursi roda menuju sebuah rumah sederhana. Rumah sederhana model betawi dengan cat warna-warni di dinding kayunya. Terlihat cukup artistik di masa sekarang, karena mempertahankan bentuknya yang tradisional ditengah gencarnya pembuatan rumah modern.

“Assalamualaikum…!” ucap dokter Andri.

“Waalaikumsalam…! Silakan Masuk!” ucap seseorang dari balik ruangan dengan suaranya yang terdengar berat. Terdengar langkah pelan dari balik pintu.

“Krieeeet!”

Pintu kayu terbuka. Muncullah sesosok pria tua dengan setelan baju pangsi warna merah. Lengkap dengan ikat pinggang haji berwarna hijau. Kumisnya yang memutih menambah kharisma si pria tua. Ditambah pipa cangklong membuat penampilannya hampir sempurna. Seorang pendekar Betawi. Benarkah?

“Kong Bitun?” sapa dokter Andri sembari menyalami pria tua itu.

“Iya nih. Ini sapa yak?” ujar lelaki tua itu dengan logat Betawinya yang kental.

“Ini aye Kong. Andri. Andri Sutawijaya. Anaknye dokter Sutawijaya almarhum.”

“Hahahaha…Masya Allah,…..iye. Engkong lupa. Maklum udeh tua. Sini masuk Tong!” ucap Kong Bitun ramah.

“Iye Kong. Makasih.” ucap dokter Andri seraya mendorong kursi roda Yati.

“Ini bini elu Ndri? Cakep juga. Dapet anak mane lu? Kagak ngabar-ngabarin kalo lu kimpoi.” tanya Kong Bitun tanpa basa-basi, saat dilihatnya Yati didorong oleh dokter Andri. Sementara Mbok Minah hanya mengikuti di belakangnya.

“Ah. Bukan Kong. Nggak ada yang mau sama aye. Maklum Kong. Bujang lapuk.” ujar Andri melemah.

“Halah. Lu aje Ndri. Masak iya kagak ada nyang mau sama elu? Elu pan ganteng kayak bapak lu? Udeh gitu dokter lagi. Cewek mane sih nyang kagak mau sama elu?” ucap Kong Bitun lagi.

“Engkong aje kalo punya anak perempuan, bakalan aye kasih jadi bini sama elu. Ha-ha-ha…”

Besar harapan Yati akan mendapatkan kesembuhan disini. Tapi bisakah? Hanya Tuhan yang Maha Tahu.


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar. "Aduh!" Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan. Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset