Pelet Hitam Pembantu episode 29

Chapter 29

“Wahahahaha….”

Wisnu tertawa-tawa melihat penampilan Isma yang tampak lucu. Muka belepotan bedak, juga baju yang dipakainya terlalu konyol untuk ukuran Isma. Bayangkan, Isma yang biasa tampil serba hi class, tiba-tiba datang dalam keadaan sangat menggelikan. Wajahnya cemong oleh bedak putih setebal dempul. Bibir merahnya pun tampak memanjang hingga telinga. Juga di hidungnya terpasang sebuah bola hidung badut yang lebih mirip tomat. Entah mengapa kali ini Isma memilih tampil sebagai badut, lengkap dengan rambut keriting warna-warni dan baju kedodoran.

“Kamu lucu sekali Isma. Eh, benar kan kamu Isma?” ucap Wisnu menggoda. Sementara Isma yang baru datang mukanya ditekuk masam.

“Huh! Mas Wisnu ini gimana sih? Dibelain bukannya berterima kasih malah ngeledekin!” ujarnya seraya melepaskan pakaian konyolnya. Sementara rambut keriting pelangi itu sudah dilemparkannya sedari tadi.

“Hei! Isma! Aku minta tolong sama kamu itu untuk bubarin warung mie ayam itu. Bukannya malah ngamen pakai baju badut. Kalau itu mah semua orang juga bisa Isma. Wahahahaha…” ujar Wisnu kembali tertawa terbahak-bahak.

“Mas sih nggak tahu. Tadi itu, hampir aja aku masuk penjara. Untung saja aku ketemu baju ini. Jadi bisa bebas deh.”

“Sebentar sebentar! Masuk penjara bagaimana? Memangnya apa yang kamu lakukan?” ujar Wisnu sembari mengikuti langkah Isma menuju kamar mandi.

Kemudian, Isma bercerita mengenai peristiwa di warung mie ayam itu. Dari dipasangnya tikus mati di mangkuk hingga akhirnya ia terjebak oleh ulahnya sendiri.

“Mas tahu, siapa pemilik warung mie ayam itu?” tanya Isma sambil duduk di bangku rias.

“Kamu kenal orang itu?”

“Mas. Dia itu Yati. Kakak tiriku. Musuh besarku Mas. Makanya aku bersemangat sekali buat hancurin usahanya.”

“Tadi itu Mas. Hampir saja rencanaku berhasil. Barang bukti sudah ditangan. Polisi pun sudah kutelpon. Harusnya hari ini kita tertawa bahagia. Kalau saja…”

“Kalau saja apa?”

“Kalau saja tak ada nenek sialan itu yang tiba-tiba datang membawa bukti kecuranganku.” ujarnya geram. Giginya gemeletukan.

“Memang, kamu nggak lihat ada cctv disana?” ujar Wisnu memperjelas.

“Nggak ada lah Mas. Nggak ada cctv. Itu kan cuma warung kecil. Mana mungkin pasang cctv?” ujarnya seraya menjentikkan ujung jari.

“Lalu, bagaimana mereka tahu kau melakukan kecurangan?”

“Hape Mas.”

“Hape! Mereka pakai hape?” ucap Wisnu seakan tak percaya, bahwa di jaman semodern ini masih ada yang mempercayakan rekaman kejadian alih-alih menggunakan cctv, tapi memakai hape yang alakadarnya.

Nampak sesaat Wisnu terlihat kecewa dengan hasil kerja Isma hari ini.

“Jadi, polisi yang harusnya menangkap mereka malah balik menyerang kamu? Menangkap kamu?”

“Iya. Dan parahnya lagi, mereka tampak tersenyum puas melihatku tertangkap. Melihatku diseret rombongan polisi itu masuk mobil patroli.”

“Saat itu aku merasa marah, kesal, benci. Semua jadi satu.”

“Dan dia, Yati. Mas tahu apa yang dilakukannya?”

“Apa?”

“Tak ada niatan buat menolong ku Mas. Bahkan aku yakin dia bersorak gembira dengan kejadian itu. Dasar kakak tak tahu diri. Awas saja nanti!”

“Ehmmmm…lalu, bagaimana caranya tiba-tiba kamu bisa kabur dari sana?”

“Jadi gini Mas. Waktu itu aku masih ditahan di kantor polisi. Polisi itu masih laporan soal kasusku. Nah, waktu itu aku berpikir keras bagaimana caranya aku bisa kabur dari sana.”

“Kebetulan, saat itu lagi banyak razia pengamen dan gelandangan.”

“Nah, semua orang yang tertangkap kan dilucuti. Tak terkecuali pemilik kostum ini.”

“Saat pemilik kostum ini masuk dan diperiksa penyidik, aku tahu inilah kesempatan emasku.”

“Aku buru-buru masuk, mengambil perlengkapan ini, dan kemudian kabur menggunakan mikrolet. Hmmmm… untung saja saat itu mereka semua sibuk.” ujar Isma lagi seraya tertawa senang.

“Hemmmm…..jadi begitu ya? Hebat juga kamu Isma.”

“Iya dong Mas. Soal kecerdikan aku tak bisa dibandingin Mas.”

“Lalu, bagaimana dengan hasil hari ini? Zonk?” ujar Wisnu lagi seraya menatap wajah Isma kecewa.

“Nggak papa Mas. Besok kita coba lagi. Pokoknya kali ini pasti berhasil deh Mas. Percaya aja!”

Wisnu hanya tersenyum penuh keraguan pada Isma, yang masih sibuk membersihkan sisa dempul di wajah.

“Kriiiing! Kriiiing!”

Terdengar suara gawai memanggil. Sesaat tampak Isma mengamati nomor yang tertera, sebelum menjawab,

“Haloooo! Siapa ini?”

“Oh, Oke Mas! Mas atur aja gimana baiknya. Yang penting besok saya mau tahu hasilnya.” ujar Yati pada seseorang diujung sana.

“Iya Mas. Terserah. Pokoknya saya mau tahu beres. Habiskan saja!” serunya diujung telepon. Nyaring dan ganas.

“Urusan komisi sesuai perjanjian kita tadi ya. Bye!” ucap Isma menutup telponnya.

“Nah, Mas. Kali ini pasti berhasil.”

“Yuk Mas. Kita istirahat dulu!” ujar Isma menyeret kerah leher pasangannya, sementara badannya yang indah, ia biarkan begitu saja hanya tertutup sehelai kain tipis.

“Hmmmm…. Sudah jam sepuluh lewat sepuluh. Tentu kerjaan preman-preman itu sudah beres.” gumam Isma seraya tersenyum manis. Tampak cantik penampilannya hari ini. Jins hitam dipadu kemeja tanpa lengan warna putih. Sementara rambut indahnya ia biarkan terurai. Tampak seksi dipadukan pewarna bibir merah menyala. Kacamata hitam melengkapi penampilannya.

“Hmmmm… Cukup!”

“Saatnya mengecek keadaan.” ujarnya lagi.

Disambarnya kunci mobil dan mulai melaju menuju tempat warung mie ayam milik Yati berada.

Sepanjang perjalanan ia terus saja tersenyum-senyum membayangkan warung mie itu sudah hancur dan rata dengan tanah.

“Hmmmm… Yati. Takkan ku biarkan kau bisa menang sekalipun dariku.” gumamnya seraya terus mengendarai mobilnya. Tak diindahkannya pengendara lain yang terganggu oleh ulah kebut-kebutannya.

Namun, saat ia telah sampai di tempat tersebut, alangkah terkejutnya dia. Tak tampak tanda-tanda kehancuran. Warung itu tetap melayani pengunjung seperti biasanya.

Diedarkannya pandangan berkeliling. Tak nampak preman-preman ganas yang disewanya. Bahkan di salah satu sudut warubg itu terlihat rombongan preman itu tampak duduk-duduk santai seraya bermain catur.

“Huh! Kurang ajar!” ujarnya seraya menelpon salah satu pimpinan preman tersebut.

“Kriiiing!”

Terlihat salah satu preman yang berbadan paling besar serta bertato mengangkat telepon.

“Ya. Halo Nona Boss!”

“Hmm…gimana hasil kerja kalian?” tanya Isma keras. Sengaja dibuat galak agar preman-preman itu takut padanya.

“Aduh….ini….ini…”

“Haaah. Ini ini apa? Masih kurang upahnya?”

“Bukan. Bukan boss. Beneran. Itu sudah cukup.”

“Lalu kenapa warung mie ayam itu masih bersandar disana?”

“Eh…itu…itu….”

“Itu itu apa?”

“Itu…milik pimpinan kami Nona Boss. Kami nggak berani hancurinnya.”

“Maksudnya?”

“Ternyata wanita itu dilindungi Kong Bitun, mantan preman paling berpengaruh disini Boss.”

“Lalu, kalian menyerah dengan orang tua itu?”

“Yah…bagaimana lagi Boss. Beliau sosok yang sangat disegani disini. Bisa-bisa, bukannya mendapatkan keberuntungan, malah buntung kita nanti.”

“Haaah! Dasar preman payah. Penakut! Tak punya nyali!” umpat Isma sebelum mengakhiri panggilan.

“Dasar preman tak tahu diuntung!” ujar Isma lagi seraya membanting telpon di jok mobil.

“Memang kalau mau sempurna, harus dikerjakan sendiri.”

Sesaat tampak Isma kecewa. Padahal sebelumnya ia sudah yakin benar usahanya kali ini akan berhasil. Padahal sejumlah uang sudah ia janjikan akan diberikan jika saja misi itu berhasil.

“Mas Wisnu!” ucap Isma memanggil Wisnu dengan gawainya.

“Cepat kesini Mas. Aku ada perlu penting!”

Disharenya posisi dengan GPS untuk memastikan posisi lengkapnya.

Tak sampai sepuluh menit kemudian, datang sebuah mobil van hitam dengan kaca hitam.

“Tin tin!” ucap lelaki di dalam mobil.

Isma pun masuk ke dalam mobil itu dan mulai berkompromi. Hingga sesaat kemudian terlihat keduanya tertawa-tawa kegirangan.

“Kamu yakin dengan ini?”

“Tentu Mas. Kali ini nggak akan gagal lagi.”

“Kita langsung berangkat sekarang?”

“Yuklah. Bagaimanapun juga, warung itu harus dihancurkan Mas.”


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar. "Aduh!" Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan. Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset