Pelet Hitam Pembantu episode 39

Chapter 39

Sesosok pria kurus dan dekil tampak berjalan terhuyung-huyung menembus dinginnya malam. Tak dipedulikannya kakinya yang tampak kotor oleh lumpur kering. Terlihat menghitam dan berdebu tanpa alas. Matanya memandang tak tentu arah. Kosong dan tanpa tujuan.

“Ajsgvdgjer….jsgeydbsj…”

Sesekali terdengar lirih gerutuannya panjang pendek tak jelas. Hanya saja dari nadanya mengisyaratkan kemarahan dan kekecewaan yang mendalam.

“Huh! Agegdudhfirhdj…” kembali terdengar omelan panjang pendek tak jelas menggerutu.

Sesekali disekanya wajahnya yang kotor menghitam oleh debu yang menempel dari asap knalpot kendaraan. Tapi, bukan menjadi bersih saat disekanya, namun semakin kotor akibat tangannya yang berlumuran keringat dan debu jalanan. Sementara rambutnya, ia biarkan riap-riapan tak terurus.

Memang, sudah menjadi kesehariannya untuk terus berjalan. Tak dikenalnya lelah dan sakit. Putus asa dan kecewa membuat jiwanya terganggu. Terus saja kaki itu melangkah tak tentu arah.

Pria itu bernama Arman. Pria yang beberapa bulan lalu masih menjadi suami Yati. Namun, karena jebakan Isma akhirnya mengusir Yati dari rumahnya dan menikahi Isma. Namun, malang tak dapat ditolak. Baru dua bulan menikahi Isma, dirinya memergoki istri barunya itu selingkuh dengan kawan lamanya, Wisnu.

Merasa diperalat, Arman berniat mengusir istrinya tersebut. Namun, rupa-rupanya dia kalah telak. Isma bukanlah sosok istri penurut seperti diperkirakannya. Beberapa hari sebelum ia ketahuan selingkuh, dan saat Arman sedang dipuncak kecintaannya terhadap istrinya itu, tanpa disadarinya, seluruh aset sudah dibaliknamakan atas namanya sendiri. Praktis, semua harta adalah milik Isma.

Arman kaget. Ia sama sekali tak menyadari gelagat istri barunya itu. Ia tak bisa kembali mengusir Isma. Justru dirinyalah yang terusir, hibgga nasib membawanya sebagai penghuni jalanan.

Berhari-hari ia hidup di jalanan tanpa tempat untuknya berteduh. Hanya kolong jembatan dan emperan toko kosong yang menerima kehadirannya. Tempat lain akan menganggapnya sebagai gelandangan saja. Selalu terusir dan terbuang. Bahkan oleh golongan yang sejenis dengannya.

Makan pun didapatkan Arman dengan memungut sisa-sisa di tempat sampah. Acapkali ia harus berebutan dengan kawanan anjing liar atau kucing kampung yang mengeong kelaparan.

Kekalahan telaknya membuat dirinya putus asa. Apalagi saat dia tahu, mantan istrinya, Yati ternyata tidak seburuk yang dibayangkannya. Yati tetap baik-baik saja tanpa dirinya. Bahkan, di kemudian hari menemui Yati telah membuka usaha baru, penjual mie ayam.

Besar harapan hatinya untuk bisa kembali pada mantan istrinya yang tampak masih cantik itu, kendatipun tampil sederhana.

Namun, tak disangka niatannya untuk kembali pada Yati yang sudah berubah menjadi pengusaha mie ayam ditolak mentah-mentah. Yati memilih untuk hidup sendiri. Ia tak siap kembali menerima Arman yang sudah tega membuangnya.

“Aku bisa memberimu maaf. Tapi untuk kembali, kurasa itu tak ada lagi Mas!” ucap Yati tegas sembari terus mengacuhkannya.

Tangannya kembali sibuk mempersiapkan pesanan pelanggannya.

Arman semakin depresi, hingga membuatnya mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Diminumnya obat nyamuk banyak-banyak. Namun bukan kematian yang didapat, justru malah ingatannya yang berangsur-angsur menghilang.

Kini, setiap hari ia di jalanan saja. Tak dipedulikannya tubuhnya yang hampir tak pernah lagi dibersihkan. Ia biarkan tubuhnya berangsur-angsur berubah menjadi kotor, dekil dan bau. Ditambah lagi dengan datangnya jin yang perlahan-lahan menguasainya, jadilah ia gila.

Sekeluarnya dari kantor polisi, kembali Yati duduk termangu. Ia sendirian. Tak ada lagi janji para pendemo yang akan membantunya kembali bangkit.

“Ya Allah. Luar biasa cobaanMu padaku.” ucap Yati lagi seraya mengusap wajahnya yang tampak menghitam akibat asap kebakaran yang bahkan hampir mencabut nyawanya.

Sungguh berat ujiannya akhir-akhir ini. Dari diusirnya dari rumah, kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya, lumpuh akibat sihir gelap arwah pembantu dokter Andri, batalnya menikah dengan dokter Andri, hingga kini hancurnya usaha mie ayam yang bahkan belum dua bulan dirilisnya.

Dalam hatinya, dia membatin,

“Dosa apa hambamu ini Ya Allah, hingga kau timpakan ujian beruntun seperti ini?”

Kali ini Yati tak lagi menangis. Hatinya telah kebal oleh segala macam penderitaan. Perasaannya sendiri telah kebas oleh berbagai penderitaan. Hatinya membatu. Nyaris tak lagi merasakan simpati maupun empati.

Ia bukannya tak bisa menerima takdir. Ia telah mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi. Hanya saja ia heran, sampai kapan semua ini akan terakhir.

Pelan-pelan, dilangkahkannya kaki menyusuri jalanan. Tak dipedulikannya langkah kaki akan membawanya pergi. Baginya tak masalah ia akan terus hidup atau mati.

Namun, baru beberapa langkah kakinya melangkah menyusuri jalan Daan Mogot, tiba-tiba sebuah kendaraan hampir saja mencelakainya di ujung pengkolan kalau saja tak cepat-cepat direm dengan mendadak.

“Ciiiiit!”

Mobil berhenti dengan cepat. Terdengar dengus nafas kesal dari pengemudinya.

“Hoi! Jalan hati-hati dong Mbak!”

“Sudah bosan hidup ya?!” teriak pria pengemudi itu seraya melongokkan kepala lewat jendela.

Tanpa bergeming, terus saja Yati melangkah. Tak dipedulikannya teriakan keras pengemudi itu. Telinganya tlah dipekakkan oleh penderitaan. Matanya tlah dibutakan oleh kekecewaan. Bahkan, tak sedikitpun ujung matanya melirik. Ia benar-benar tak peduli pada sekeliling.

Tampak si pengemudi menstarter kembali mobilnya.

“Dasar orang gila!” dengusnya kesal dan siap untuk melanjutkan perjalanan.

Namun, segera dipinggirkannya kembali saat diliriknya sosok wanita yang hampir ditabraknya itu.

“Hei! Sepertinya aku kenal orang itu.” gumam pria itu.

Dibetulkannya letak kaca mata minus yang miring ke kiri itu. Ditajamkannya lagi penglihatan. Sungguh ia ingin tahu, siapa sebenarnya wanita itu. Wanita yang bahkan tak lagi peduli pada keselamatannya.

Ia harus bisa menyelamatkannya. Setidaknya, dengan tidak melindasnya di jalanan sepi itu. ia masih memiliki hati nurani.

Pelan ia turun dari kendaraan dan menuju wanita itu.

“Hei!”

“Hei!” teriaknya pada wanita itu, yang sesaat tampak menoleh, lalu kembali melenggang lagi. Sama sekali tak mengacuhkan si pemanggilnya. Bahkan kali ini langkahnya semakin cepat.

“Mbak Yati! Mbak Yati!” seru si pengemudi itu lagi, yang tak lain adalah dokter Andri. Dilangkahkannya kaki setengah berlari untuk mengimbangi jalan Yati yang tergesa-gesa.

Mendapati orang menyebut namanya, sekonyong-konyong Yati tampak pulih kesadarannya. Sesaat dihentikannya langkah, dan menoleh.

“Mbak Yati! Kamu Mbak Yati kan?” ujar dokter Andri yang kini berhasil mensejajarinya. Terdengar nafasnya terengah-engah. Maklum, sudah sekian lama tak sempat berolahraga.

Yati sekilas tampak tak percaya. Berkali-kali diusapnya matanya yang kotor dan sembab.

“Kamu Mbak Yati kan?” ujar dokter Andri sekali lagi seraya memegang bahu Yati yang masih terbengong dengan keadaan itu. Bagaimanapun tak sekalipun ia berpikir akan dipertemukan dengan dokter tampan itu.

“Mbak Yati mau kemana? Kenapa jalan kaki sendiri?” ujar dokter Andri lagi seraya memegang bahunya. Sementara Yati tampak belum pulih kesadarannya.

“Ayo! Mari diantar Mbak. Ikut saya!” ujar dokter Andri menuntun Yati masuk ke mobilnya.

Yati menurut saja. Diletakkannya badannya begitu saja di jok mobil dokter Andri. Tatap matanya tetap datar.

“Mbak Yati sudah makan?” tanya dokter Andri menatap mata Yati yang tampak sembab. Namun tak dilihatnya sedikitpun air mata.

“Sekarang kita makan dulu ya Mbak. Nanti bisa mbak ceritakan ada masalah apa. Setuju?’ ujar dokter Andri seraya menghidupkan mesin mobilnya, dan segera melaju meninggalkan tempat itu.


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset