Pelet Hitam Pembantu episode 44

Chapter 44

“Mbak!” ucap suster jaga itu mengagetkan Yati, yang tampak bengong dengan air mata mengalir pelan.

“Eh, iy-iya Sus. Terima kasih.”

Cepat disusutnya air mata itu dengan punggung tangan. Biar bagaimanapun ia tak bisa mengingkari bahwa masih ada sayang di sana. Jauh di lubuk hatinya Yati menyadari bahwa sesungguhnya Arman pun masih menyayanginya. Begitupun dirinya. Masih membekas kenangan bertahun-tahun bersamanya. Saat Yati masih bekerja di warung makan, atau bahkan saat pertemuan pertama mereka. Arman begitu romantis. Tak ada pria lain yang sanggup membuatnya jatuh cinta kala itu selain Arman. Arman selalu ada untuknya.

Tak ada satu hari pun berlalu tanpa kehadiran pria kurus tinggi itu. Perhatian dan kasih sayangnya membuatnya menjatuhkan pilihan hidup untuk menjadi pendampingnya.

Namun, kisah cintanya mulai hancur saat Isma adik tirinya itu memaksa hidup menumpang padanya. Adik yang seharusnya saling menyayangi dengan kakak, ternyata berbalik menusuknya dari belakang. Sering Yati memergoki Isma berusaha menggoda suaminya, namun diacuhkannya saja. Ia percaya cinta Arman hanya untuknya.

Dan memang benar. Tak sekalipun Arman menanggapi rayuan Isma. Hingga akhirnya kejadian itu. Kejadian siang laknat itu membuat kepercayaan Arman hancur berkeping-keping. Tak ada lagi sisa cinta Arman untuknya. Hanya ada kebencian membara disana. Yati ketahuan tidur bersama laki-laki lain, dari gambar yang disodorkan Isma.

Arman meradang. Jiwa kelelakiannya tersinggung. Amarahnya memuncak. Hingga puncaknya ia diusir dari rumahnya sendiri.

“Pergilah kau wanita murahan! Aku muak denganmu. Jangan pernah kau injakkan lagi kakimu disini!” hardik Arman Kala itu.

Dan hari pun menjadi seperti ini. Kelam dan pilu.

“Hhhh…..” diusapnya sekali lagi air mata itu.

“Dibawa kemana pasien itu Sus?” tanya Yati pada suster jaga.

“IGD mbak.” ujar suster pendek dan tegas.

“Kondisinya parah.” ujarnya lagi.

“Baik. Terima kasih sus,” ujarnya dan segera beranjak pergi.

Yati berlari menyusuri lorong. Tak dipedulikannya tatapan iba para pengunjung di sepanjang lorong. Terus saja dia berlari seraya menghamburkan air mata.

Sempat beberapa kali ia hampir saja bertabrakan dengan orang lain yang kebetulan berpapasan dengannya.

“Oh, maaf. Maaf!” ujarnya dan kembali lagi terus berlari, hingga akhirnya nafasnya terengah-engah disuatu sudut. Tatapannya melemah, dan ia jatuh pingsan.

“Brukkkk!”

“Dokter! Tolong dokter!” ujar suster Sherlina dan Suster Naya yang sedang menjaga Isma.

Melihat keadaan gawat itu, dokter Andri cepat bertindak. Diambilnya sebuah obat dan disuntikan pada lubang infus di tangan kiri Isma.

“Jaga sebentar ya Sus! Pastikan tangannya tidak bergoyang-goyang.” ucap dokter Andri tegas seraya menyuntikkan cairan obat itu.

Tak lama kemudian, kondisi Isma sedikit menurun. Tak lagi kejang. Hanya saja nafasnya terdengar semakin payah dan lemah. Demikian juga dengan detak jantungnya.

“Tadi kejang berapa lama Sus?” tanya dokter Andri pada suster Sherlina, yang memandangnya dengan malu-malu.

“Lima menitan dok.” ujar suster Naya menanggapi, melihat suster Sherlina tidak segera menjawab. Ia tahu betul kalau suster itu ada main hati dengan dokter Andri, walaupun hanya bisa mencintai dalam diam.

“Iya dok. Untung tadi ada aku disini. Coba saja kalau tidak. Entah nasin apa yang bakalan menimpanya.” ujar suster Sherlina lagi, mencoba mencari simpati.

“Eh, dokter sudah makan? Tuh, Sherlina bawain roti lapis selai jeruk kesukaan dokter.” ujar suster Sherlina seraya mendekati pria tampan itu.

“Oh, makasih ya sis. Tapi tadi kebetulan saya sudah makan. Langsung kesini karena ada panggilan mendadak.”

“Ehm…kalau gitu boleh kok dok kalau mau dibawa pulang. Lumayan loh dok. Enak. Itu aku bikin sendiri.” ujar suster Sherlina mencoba bernegosiasi.

Melihat suster itu yang bersikeras memberinya sesuatu, timbul rasa iba padanya. Sudah terlalu sering permintaannya ditolak. Tak apalah sesekali diterima, batinnya.

“Ya sudah sus. Saya bawa saja ya. Siapa tahu nanti kelaparan tengah malam.” ujar dokter Andri seraya menerima pemberian suster Sherlina, yang ditanggapi dengan senyum sumringah di wajah suster tambun itu.

“Wah…..makasih ya dok.” ujarnya seraya menatap kagum pada dokter Andri.

Tiba-tiba, terdengar suara aneh dari monitor disamping pasien.

“Tuuut… tuuut …. tuuut…”

Dokter Andri mendekat. Diceknya beberapa peralatan disana.

“Suster. Coba saya lihat rekam medis pasien ini.” ucap dokter Andri seraya menatap wajah manis pasien.

“Nih dok. Dia memang manis. Tapi sepertinya usianya takkan lama.” ujar suster Sherlina seraya menyerahkan berkas. Terlihat tatap mata tak suka dari caranya memandang.

“Sepertinya kondisinya terus menurun. Dia banyak kekurangan darah, sehingga tubuhnya tak mampu bertahan.” ujar dokter Andri menatap wajah Isma.

“Apa yang terjadi dengannya?” tanya dokter tampan itu lagi.

“Sepertinya sih digigit binatang buas dok. Lukanya tampak mengerikan. Menganga dan hampir membusuk.” ujar suster Sherlina.

“Padahal menurut data yang diterima, jarak gigitan itu tak sampai setengah jam. Tapi hasilnya sungguh luar biasa.”

“Ini sangat berbahaya. Kalau tak segera diamputasi dikhawatirkan akan semakin menyebar infeksi itu.” gumam dokter Andri pelan.

“Dan yang lebih parah jika racun itu menyerang jantungnya. Kondisinya akan sangat fatal.”

Dilihat lagi berkas yang ada. Dibolak-balik nya berkas itu.

“Lalu, dimana keluarganya?” ujar dokter pada suster Naya.

Tampak sesaat suster Sherlina mendengus kesal.

“Justru itu dok. Sedari siang tadi, tak juga ia kembali. Seolah mau lepas tangan dia. Huh! Menyebalkan memang.”

“Sudah dicoba telpon?” ujar dokter Andri lagi.

“Sudah. Tapi tak ada kabar baik. Padahal sudah saya katakan, pasien ini harus mendapatkan donornya. Kalau sampai enggak bisa mati. Tapi dia malah tenang-tenang saja. Sungguh laki-laki tak bertanggungjawab.”

Disaat yang sama, tiba-tiba terdengar bunyi gawai,

“Sebentar ya sus!” ujar dokter Andri yang diiyakan oleh suster berbadan besar itu.

Dokter Andri segera menjauh dan mengangkat telponnya.

“Ya. Halo! Oke. Saya siap.”

“Dimana pasien itu?”

“Hah! Jakarta Hospital? Kebetulan saya ada disini sekarang. Bisa minta info pasien tersebut?”

“Baik. Segera saya kesana ya.”

“Sama-sama.”

Kembali dokter Andri mendekat dan bertanya,

“Saya tinggal sebentar ya sus. Ada pasien yang membutuhkan donor darah saya.”

“Baik dok” jawab mereka berdua hampir serempak.

Yati terbangun saat ada seorang pria memberikan minyak angin padanya. Diusap-usapkannya minyak angin itu di sekeliling hidungnya, membuatnya kembali sadar.

Perlahan dibukanya matanya yang sembab, dan berujar.

“Hhhh….Anda siapa?” ujarnya saat dilihatnya seorang pria tampan berbadan pendek dan sedikit buncit.

“Hmmmm… maaf. Saya bukan bermaksud tidak sopan. Mbak tadi saya temukan dalam keadaan pingsan disini. Jadi saya angkat di bangku ini. Maafkan saya.” ujar pria itu meminta maaf.

Sesaat Yati teringat.

Pria itu…pria itu…

“Ehmm…Bapak… Wisnu kan? Yang tadi membawa pasien korban kecelakaan?” ujar Yati menunjuk pria itu.

“Ya. Saya telah mencelakai sahabat saya. Sungguh bodoh sekali tindakan saya itu…” ujar pria itu merutuk diri.

“Lalu, dimana dia sekarang? Bagaimana kondisinya?” ujar Yati penasaran. Tak bisa ditutupinya perasaanya yang kacau dan sedih.

“Yah….sekarang dokter masih berusaha menolongnya.” ujarnya lagi seraya melihat jam tangan.

“Sudah tiga jam. Dan belum ada kabarnya.” ujarnya seraya bersandar pada tembok dibelakang bangku panjang.

“Apakah lukanya parah?!” ujar Yati parau. Air matanya mulai mengajak sungai.

Wisnu tampak diam. Tak terlihat ia akan menjawab. Hanya diam membisu.

“Kasihan sahabat saya itu. Dia menjadi gila setelah istrinya ketahuan selingkuh dengan pria lain. Jiwanya terganggu.” gumamnya pelan.

“Padahal, setahu saya…dia sangat mencintai istrinya itu. Tapi sungguh saya tak tahu wanita macam apa istrinya itu. Tega sekali mencampakkannya…”


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset