Hari ini, tepat seminggu sudah Yati tinggal di rumah dokter Andri. Rumah yang biasanya selalu sepi, kini tak lagi sunyi berkat kehadirannya. Selalu saja ada keceriaan sejak Yati tinggal disana. Rumah terasa lebih hidup. Lebih berwarna.
Memang, Yati adalah sosok yang supel dan mudah bergaul. Saat bersama Mbok Minah, Yati tahu betul bagaimana bersikap dan berbicara dengannya. Namun, saat dokter Andri dirumah, maka tak jarang Yati berusaha menjadi teman yang baik. Tak jarang, mereka berdiskusi tentang apa saja, baik politik, ekonomi, bisnis, dan kadang-kadang juga soal hukum. Tentu saja sesuai dengan kadarnya sebagai orang awam. Tapi ternyata hal itu cukup untuk menghibur dokter Andri di sela-sela istirahatnya. Seringkali terlihat dokter muda itu tertawa-tawa mendengar berbagai celotehannya.
Dan hari ini, Yati secara spesial membuat sebuah kejutan manis untuknya.
Sore itu, seperti biasa dokter Andri pulang dari kantor. Dan sebagai ganti Mbok Minah yang maju dan membuka pintu, kini tugas itu digantikan oleh Yati.
“Selamat sore dok!” ucap Yati ramah seraya mengambil tas kerjanya dan membawanya masuk.
“Iya Mbak Yati. Makasih ya.” ucapnya lembut, seraya berjalan masuk.
Namun, saat dia berjalan masuk ke dalam rumahnya, tiba-tiba nampak satu pemandangan tak seperti biasanya.
Tampak rumah itu dihias dengan cantik. Tak banyak sih. Hanya ada beberapa bunga tampak menyambut kehadiran dokter itu. Lengkap dengan meja kecil dan kue bertuliskan ‘Happy Birthday Dr. Andreas Sutawijaya’.
“Selamat Ulang Tahun!” ucap Yati dan Mbok Minah bersamaan.
“Ahhhh!” dokter muda itu terkejut dan tertawa-tawa. Tampak kikuk dengan sambutan itu. Karena terasa sudah lama sekali tak ada yang mengucapkannya. Apalagi merayakan. Itu hanya mimpi masa lalu.
“Siapa yang bikin ini Mbok?” tanya dokter Andri seraya bertanya heran.
Entah sudah berapa tahun bahkan ia melupakan hari istimewanya itu. Terakhir kali diingatnya adalah saat ia masih bersama Ratih, gadis asal Magelang yang sedianya hendak menjadi istrinya. Namun urung karena adanya suatu gangguan yang menyebabkan Ratih nya menjadi hilang kesadaran dan…..
Pandangannya beralih pada Yati.
“Mbak Yati. Kok tahu hari ulang tahunku?” tanya dokter Andri keheranan.
“Oh, iya dong dok. Saya tahu itu.”
“Tahu darimana?”
“Ehm…..ehm….sepertinya, itu rahasia deh dok. Ya kan Mbok?” ujarnya seraya mengerlingkan mata kanan pada Mbok Minah, yang hanya tersenyum-senyum saja menanggapinya.
“Sudahlah. Ayo ditiup lilinnya. Nanti keburu meleleh ke kue.” ucap Yati seraya menunjuk kue ultah di meja.
Dan malam itu menjadi satu malam yang cukup istimewa baginya.
—
“Srekk, srekk, srekk!” terdengar langkah kaki berjalan terseret.
Waktu sudah menjelang dini hari. Tampak dokter berjalan melintasi ruang tengah dengan mengenakan piyama biru muda.
Ditengoknya jam dinding. Sudah jam satu.
“Huh! Kenapa ya kok malam-malam begini susah sekali dipejamkan mata?” gumamnya lirih.
“Mana udaranya panas lagi. Huh!”
Didekatinya kulkas. Berharap menemukan sesuatu untuk yang menyejukkan.
Namun, saat tangannya hendak meraih gagang kulkas, dirasakannya sebuah bayangan berkelebat.
“Hei! Siapa itu?” ujarnya seraya melirik dengan ekor mata.
Tak ada sahutan. Hanya saja terasa ada sedikit angin berhembus lembut di tengkuknya.
“Hhhh….brrrr…..kok mendadak dingin sih?” gumam dokter Andri pelan. Terasa bulu kuduknya mulai meremang.
Diteruskannya membuka pintu kulkas.
Ahaa! Diambilnya sebotol jus lemon dingin dan satu buah gelas kecil. Dibawanya ke taman depan. Berharap bisa sedikit mendinginkan suasana.
Namun, saat ia bangkit berdiri, kembali sekelebat bayangan terbang melintas. Tampak seperti selembar kain yang berkibar pelan.
“Ah, siapa sih malam-malam begini ganggu? Kayak kurang kerjaan aja.” ujarnya seraya berlalu pergi, walaupun ia tahu persis ada sesosok mahluk mengawasinya sedari tadi. Berdiri tak jauh dari tempatnya tadi.
Dilangkahkannya kaki keluar.
“Krieeeet!” dibukanya pintu perlahan. Berharap tak ada suara yang bisa mengganggu orang lain.
Namun, sesaat setelah pintu terbuka, mendadak ia terhenyak. Karena ditempat tujuannya tak lagi ada bangku kosong. Nampak sesosok wanita berambut panjang telah mengisinya. Dan dibawah temaram cahaya lampu, terlihat wanita itu menatap jauh entah kemana. Sementara kedua tangan terlihat memainkan rambutnya yang sesekali tertiup angin malam.
Sesaat tampak dokter muda itu ragu. Apakah kali ini ia berhadapan dengan manusia? Atau hantu? Tak lagi jelas dalam terang bulan purnama.
Jantungnya berdegup kencang. Kakinya gamang melangkah. Apakah ia akan kembali maju? Atau masuk saja ke kamarnya?
Beberapa doa yang dihapalnya dibaca berulang-ulang. Begitu juga kalung jimat yang dipakainya. Berulangkali diusapnya agar terhindar dari gangguan jin dan sebangsanya. Namun sepertinya tak ada hasil. Sosok itu tetap duduk diam disana. Tak bergeming sedikitpun.
Menyadari ada yang salah, ia segera beringsut mundur dan bersiap masuk kembali ke kamarnya. Namun, tiba-tiba sosok itu menolehkan wajahnya, dan bersuara pelan,
“Doook…..mau kemana?” ujar wanita itu memanggil.
Dokter Andri terkesiap. Ia terpaku di tempatnya. Bagaimana bisa sosok itu mengenalinya? Dan….memanggil namanya.
“Y…yyyyy…yyyaaa….” jawab dokter gamang.
“Kesini doook….temani sayaaaa.”
Sosok itu menengok ke arahnya. Tapi bukan main terkejutnya dokter Andri. Karena bukan hanya sekedar menengok, tapi kepalanya berputar seratus delapan puluh derajat.
“A-a-a…….sss….sssiiiiappppaaaaa kkkakkaaauuuuh?” ujar dokter seraya menunjuk gemetaran.
Namun bukan jawaban yang didapat. Tapi sebuah tawa melengking tinggi yang memecah keheningan malam.
“Hiiiiihihihihiiiii…..hiiiiihihihihi hiiii….”
Dokter Andri gemetaran. Kedua lututnya saling beradu. Hampir saja gelas ditangannya jatuh berantakan kalau saja tak buru-buru dipegangnya erat.
“Dhokhtheeerrrrr…..akkkhhhuuuuu….meeerrrrrinnnndhhhukhhanmhuuuuuh…..hihihihihiiiii….”
Sosok itu tertawa tak henti-hentinya. Dan tampak sejenak kemudian tubuhnya terangkat. Melayang. Daster merah yang dipakainya berkibar-kibar tertiup angin.
“Khhhaaaauuuu…..milikkhhuuu……hihihihihiiiii…..”
Dokter Andri gemetaran. Bibirnya terkunci rapat. Nafasnya tercekat.
Secepat kilat dokter muda itu berlari sejadi-jadinya. Ditabraknya apa saja yang menjadi penghalang. Meja, kursi, dan berbagai peralatan rumah tangga bertumbangan terkena terjangannya.
Terus saja dia berlari. Berlari dan terus berlari. Namun herannya, seolah dia jalan yang dilaluinya tak berujung. Selalu saja kembali ke arah semula.
“Hosh….hosh… hosh!” nafasnya memburu. Jantungnya berdegup-degup kencang.
Sementara sosok wanita berdaster merah itu terus saja mengikutinya, seolah tak mau melepaskan mangsanya. Diikutinya kemana arah dokter itu melangkah.
“Ahkhkhkh…. tolong! tolong! tolong!” jerit dokter Andri ketakutan.
Seolah tak menggubris lolongan dokter itu yang berlari ketakutan, terus saja sosok merah itu melayang dan mencoba menangkap dokter muda itu. Terlihat tangannya yang bercakar halus siap untuk mencengkeram tubuhnya. Dan sesaat lagi kuku cakar itu mengenai dokter Andri, tiba-tiba…
“Den! Bangun Den! Den!”
Sebuah tepukan keras mengenai punggungnya. Seperti ada energi besar yang tiba-tiba membangunkannya. Dibukanya mata perlahan. Dikuceknya pelan-pelan seraya mengedarkan pandang. Keringat masih bercucuran. Sementara badan dan kakinya gemetaran.
“Dimana aku? Dimana aku?” tanya dokter dengan mimik ketakutan.
“Minum dulu dok!” ujar Yati seraya mengulurkan segelas air.
“Mbok! Apa yang terjadi sebenarnya Mbok?” tanya dokter Andri lemah.
“Entahlah Den. Tadi cuma Mbok lihat Aden dokter tertidur disini seraya berteriak-teriak ketakutan. Lantas Mbok datang kesini dan membangunkan Aden.”
“Ada apa sebenarnya Mbok?” tanya Yati lirih.
“Nanti saja Mbok ceritakan. Sekarang biar Aden dokter beristirahat dulu.” ujar Mbok Minah menenangkan.
“Mari saya bantu dok!” tawar Yati untuk menuntun dokter Andri yang tampaknya masih lemas ketakutan.
Selesai mengantar dokter ke kamarnya untuk beristirahat, Yati dipanggil oleh Mbok Minah. Sepertinya ada hal penting yang harus disampaikan.