“Byurrrrr!”
Sesosok tubuh berbalut jas putih terjatuh dari lantai tiga rumah sakit. Jatuh tepat di tengah kolam, tempat berkumpulnya keluarga pasien melepaskan kepenatan.
“Mayat, mayat!”
Seketika orang-orang berhamburan menyelamatkan diri demi ditemukannya sesosok mayat berjubah putih yang tak lagi lengkap organnya. Sosok berjubah dokter yang tak lain adalah mayat dokter Joko yang telah tewas si tangan mahluk siluman dalam raga Wisnu. Darah berhamburan memenuhi seluruh kolam itu, menyebabkan kolam tak lagi jernih, namun merah membara laksana kolam darah.
Namun, seketika pandangan mereka beralih pada satu sosok tempat dokter itu terjatuh. Jauh di lantai tiga sana.
“Hei! Apa itu?!” tunjuk seseorang pada mahluk hitam berbulu, yang tak lain adalah sosok Wisnu yang telah bertransformasi menjadi mahluk siluman.
“Lihat!” ujar yang lainnya menunjuk.
“Mahluk apa itu?”
Seru ramai orang bersahut-sahutan seraya menunjuk mahluk yang tampak separuh badannya saja dari luar. Terlihat ganas dengan sorot mata merah menyala dan tanduk yang terjulur keluar dari dahinya.
“Awas!” ujar seseorang begitu melihat mahluk itu menatap tajam dan seolah bernafsu membunuhnya.
Tiba-tiba, mahluk itu melompat tinggi dan dengan cepat berdiri tegak diatas pagar, seraya berseru keras,
“Arghghgh!”
Seketika semua orang dihebohkan dengan kemunculan pertama mahluk itu. Mahluk tinggi besar dengan rupa ganas dan menyeramkan. Mahluk yang sama sekali belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Sekujur tubuhnya dipenuhi bulu-bulu hitam dan berdiri kaku layaknya duri. Matanya menatap tajam dengan nyala merah saga menari-nari. Sementara di bagian kepalanya, tampak dua buah tulang keras menonjol layaknya tanduk atau cula.
Pun begitu dengan kaki dan tangannya yang berkuku tajam panjang menghitam. Tak terlihat lagi sosok manusia, namun lebih kepada sosok siluman berambut hitam dan menyeramkan. Sementara mulutnya yang terbuka lebar dipenuhi taring runcing dan tajam menyeringai pada orang-orang yang mencoba mengambil gambarnya.
“Arghghgh!” ujar mahluk itu seraya memukul dadanya keras.
“Siluman apa itu?” tanya salah seorang wanita muda ditanggapi tatap kebingungan yang lainnya.
Namun, tak lama kemudian muncul serombongan polisi yang langsung mengepung mahluk itu seraya bersiap-siap menghujani dengan peluru tajam.
“Perhatian! Silakan menyerahkan diri. Tempat ini sudah kami kepung!”
“Kami tahu kau hanya manusia biasa yang berpakaian siluman agar semua orang gentar. Tapi ingat! Kami polisi profesional. Tak mudah tertipu kebohongan konyolmu. Segera menyerahkan diri atau kami lumpuhkan!” ujar kepala polisi berpengeras suara, mengancam agar mahluk itu menyerahkan diri.
Mendapati posisi tidak menguntungkan itu, bukannya menyerahkan diri, malahan melompat tinggi, melewati beberapa anggota polisi bersenjata itu, dan segera menghambur pergi. Menerobos kerumunan orang yang berkumpul menontonnya.
Mendapati buruannya kabur, sontak para polisi itu menghujani mahluk seram itu dengan pelurunya. Tak hanya satu, namun semua berlomba-lomba menjatuhkan mahluk itu.
“Dor, dor dor!”
Beberapa peluru tepat mengenai kulit tubuhnya, membuatnya terjatuh bergulingan, dan sesaat terkapar diam.
“Tangkap dia!” ujar kepala polisi memerintah.
Beberapa polisi muda maju dan siap meringkusnya. Disiapkannya borgol agar mahluk itu tak bisa kabur. Rencananya akan diborgol tangan dan kakinya.
Namun, tepat sejengkal sebelum para polisi itu berhasil memborgolnya, tampak mahluk itu membuka matanya, dan dengan segera menghamburkan polisi-polisi itu jauh dengan hentakan tangan dan kakinya,
“Waaaaaaaa!!”
Serangan yang membuat mereka tampak mengejang beberapa saat, dan kemudian terdiam untuk waktu yang tak bisa diprediksi lagi.
Selayaknya mahluk siluman, keberadaan peluru itu sama sekali tak mampu melukainya. Memang benar peluru itu kena dan menempel erat padanya, namun sama sekali tak mampu menyakitinya. Hanya sekedar menempel untuk kemudian dicerna dan dihisap sarinya. Bagi mereka, apapun akan menjadi makanannya.
Setelah berhasil melumpuhkan para pengeroyoknya, kembali mahluk itu bangkit dan segera menghambur dengan kecepatan penuh.
“Drap, drap, drap!”
Tak dipedulikannya ramai orang yang berlalu lalang. Terus saja dia merangsek maju dengan berlari. Sesekali tampak tangannya mendorong orang yang lewat sambil terus berlari dan melompat.
“Dor, dor, dor!”
Terdengar tembakan peringatan yang diabaikan begitu saja olehnya. Bahkan hanya dalam hitungan menit, larinya telah jauh pergi keluar kawasan rumah sakit.
“Hosh, hosh, hosh!”
Mahluk itu berlari cepat. Dipilihnya jalan bawah, yakni got kering untuk memudahkannya melarikan diri. Keberadaan mata tajam dan merah menguntungkannya, serupa dengan night vision pada manusia. Pandangannya sama sekali tak terhalang oleh gelapnya malam. Justru disaat cahaya berkurang seperti itulah pandangan terbaiknya. Karena layaknya mahluk siluman lain, mereka adalah mahluk malam. Mahluk yang efektif bergerak dan beraktivitas pada malam hari.
Hingga pada satu titik tergelap, dia bersembunyi dalam gelapnya malam dan teduhnya jembatan. Cukup lama ia bersembunyi, hingga akhirnya,
“Drap drap drap!”
Lamat-lamat terdengar suara sepatu beradu dengan aspal jalanan.
Terdengar seperti satu…oh tidak. Dua langkah kaki berjalan di aspal. Terdengar semakin lama semakin jelas. Dan berhenti tepat tiga langkah di samping Wisnu yang membatu dalam gelapnya malam.
“Sampai mana kita harus cari sob?” ujar salah satu pada rekannya.
“Entahlah. Tapi kita memang harus terus mencarinya. Dia benar-benar berbahaya. Mahluk itu ancaman serius. Tak kau lihat korbannya yang tadi dilempar ke kolam?”
“Kondisinya sangat mengerikan. Jantungnya terlepas dari dadanya. Ususnya terburai. Dan batang lehernya hampir saja putus.” ujar polisi itu membuat rekannya bergidik ketakutan.
“Kalau begitu, kita pulang saja ya. Tiba-tiba aku merasa takut. Kau buatlah laporan kalau mahluk itu menghilang entah kemana.” ujar rekannya dengan ketakutan, dan berusaha menyelamatkan diri.
Tak lama kemudian, terdengar polisi itu memberikan laporan via radio,
“Lapor Kapten! Kami sama sekali tak menemukan keberadaan siluman itu!”
“Setiap sudut sudah kami periksa. Namun keberadaannya seperti asap Kapten. Hilang begitu saja tanpa bekas.”
“….”
“Baik Kapten!” ujarnya menutup pembicaraan.
“Gimana sob? Apa kita balik lagi saja?” ujar seorang lain pada rekannya.
“Yap!”
“Eh, tunggu sebentar. Kita belum mencoba mengeceknya disini.” ujar polisi itu segera menuju sisi gelap jembatan di samping mereka.
“Halah, tak mungkin ada. Pasti mahluk itu sudah pergi jauh.” ujar rekannya sembari tertawa.
“Ya udah jalan dulu sob. Aku mau ‘setor’ dulu disini. Udah kebelet nih. Tanggung.”
Dan berlalulah rekannya meninggalkannya yang masih berdiri dan mengeluarkan ‘sesuatu’ seraya menghadap got.
Namun nahas, saat ia hendak menembakkan ‘pelurunya’, tiba-tiba sebuah tangan kasar berbulu menariknya dengan cepat dan kasar mengakibatkan ‘pistolnya’ langsung putus ditempat.
“Bretttt!”
“Ahkhkhkh!”
Darah mengalir deras dari luka yang diakibatkan kelaminnya yang terputus.
“Waaaaaaaaaa…..!” jerit polisi itu menyayat hati, mendapati kelaminnya telah hilang dan menyemburkan darah segar. Kesadarannya menurun akibat darah yang banyak keluar dari tubuhnya.
“Tolong! Tolong!” ujarnya pada rekannya yang baru beberapa langkah berlalu.
Mendengar rekannya berteriak histeris, polisi yang sudah berlalu itu segera berbalik dan memburu rekannya sebelum terjatuh pingsan.
“Hei! Apa yang terjadi?” ujarnya segera memapah rekannya itu.
Dengan tersengal-sengal, polisi muda itu berseru,
“Mahluk itu…mahluk itu….sudah mencabutnya…” ujarnya seraya menunjukkan kelaminnya yang telah hilang dan memancarkan darah.
“Kurang ajar! Sini kau!” ujar polisi muda itu dan dengan sigap langsung mencabut pistolnya dan diarahkan ke segala arah. Ia siap untuk menembakkan pelurunya jika saja mahluk itu ditemukannya.
“Mana kau?! Dimana kau?!” ujarnya berkeliling dengan pistol siap diledakkan.
Namun nahas, belum juga ia mendapati buruannya, sebuah tangan kasar berbulu telah lebih dulu turun dari pucuk pohon dan mendapatkan kepalanya, memelintir hingga terdengar bunyi gemeretak tulang patah,
“Krekkk!”
“Ahhkhhhh!”
Mengakibatkan polisi itu langsung terjatuh dengan posisi kepala terbalik dan leher patah.
Sementara rekannya yang melihat itu tak kuasa untuk membantunya. Nyalinya hilang seketika. Dan dengan sisa satu teriakan lagi, ia terjatuh pingsan.
Sampai episode ini kok ceritanya jadi gak masuk akal, manusia berubah mjd makhluk yg menyeramkan, kelihatan banget fiktifnya, dari cerita pelet kok berubah menjadi makhluk jadi2 an