Pelet Hitam Pembantu episode 52

Chapter 52

“Ciiiit!”

Sebuah mobil minivan warna silver yang dikemudikan Laras tampak berhenti di rumah dokter Andri.

Dengan tergesa-gesa Yati turun dan menyiapkan kursi roda dari jok belakang untuk membawa dokter Andri. Sementara Laras tampak membantu dengan memapah tubuh kakaknya dan meletakkannya pada kursi roda itu.

“Mbok!” ujar Laras memanggil Mbok Minah yang tergopoh-gopoh datang menyongsong.

“Ya Allah, apa yang terjadi Dok?” ujar Mbok Minah begitu mendapati dokter yang tampak penuh perban pulang ke rumahnya. Tampak rona kecemasan bersemayam disana, mengguratkan keriput di sudut matanya.

Bagaimanapun ia sudah merasa dokter Andri layaknya anaknya sendiri. Telah cukup lama ia mengurusi hidup dokter tampan itu. Dan tak pernah sedikitpun dokter Andri bersikap kasar ataupun menunjukkan wajah tak enak padanya. Ia merasa beruntung bisa bekerja di sini.

“Yah…beginilah Mbok.” ujar dokter Andri seraya tersenyum tipis. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan kesakitannya.

“Biasa Mbok. Kak Andri lagi berakting menjadi pembalap. Eh, ternyata ia memang tak berbakat, jadinya…..jatuh deh. Nggusruk di rerumoutan. Hehehehe…” Laras menimpali dengan bercanda.

Sementara Yati hanya tersenyum saja. Ia tak mau ikut menimpalinya. Ia harus berhati-hati agar tak ada kesalahpahaman diantara mereka.

“Drrrrt….drrrt…”

Didorongnya kursi roda itu sampai ruang tamu.

“Nah, dokter mau langsung diantar ke kamar atau disini dulu?” tanya Yati seraya menghentikan dorongannya.

“Cukup disini dulu Mbak.” ujar dokter Andri.

“Makasih Mbak ya.” ujarnya ditanggapi anggukan Yati.

Terlihat kondisi dokter itu memang tak seberapa bagus. Perban menutupi kepala, tangan kanan dan kaki kanannya. Tampaknya memang ada luka yang cukup serius tersembunyi disana. Sementara tangan dan kaki kiri hanya mengalami luka lecet biasa. Tak perlu dikhawatirkan.

Sebenarnya dokter Andri disarankan untuk bedrest di rumah sakit saja. Namun karena beliau bersikeras untuk pulang, maka akhirnya diijinkan oleh pihak rumah sakit, dengan catatan tak boleh lupa untuk meminum obatnya.

“Berapa lama kakak pingsan Laras?” ujar dokter Andri pada Laras adiknya, yang duduk tak jauh darinya.

“Sekitar dua belas jam kak.”

“Akhkh…lama juga ya?”

“Lalu, menurut dokter bagaimana lukaku?” ujar dokter Andri lagi.

“Nggak papa Kak. Paling istirahat beberapa hari juga nanti sembuh. Kebetulan hanya ada luka luar saja di paha kanan. Tergores sedalam lima sentimeter dan panjang lima belas. Tak sampai cedera tulang.”

“Oh. Syukurlah. Mudah-mudahan dalam beberapa hari ke depan sudah bisa beraktivitas normal lagi.” ujarnya lagi seraya mengambil teh hangat dan meminumnya pelan.

“Makasih tehnya ya Mbok.” ujar dokter Andri pada Mbok Minah.

“Oh iya Kak. Tadi Laras juga sudah bicara dengan ibu.”

“Soal kecelakaan ini?” ujar dokter Andri cemas. Memang sejak kecil dulu dia selalu dilarang untuk membawa sepeda motor, kendatipun beliau tahu bahwa ada sepeda motor itu dirumahnya.

“Iyalah Kak. Bagaimanapun beliau kan ibu kita. Laras nggak mau kesalahan kalau sampai tidak memberi kabar tentang keadaan ini.”

“Kan Kakak anak kesayangan ibu? Hehehehe…”

“Ah, apaan sih kamu Laras? Semua anak itu kesayangan orang tuanya. Iya nggak Mbok?” ujar dokter Andri pada Mbok Minah.

“Tapi….sepertinya beliau nggak marah kak?”

“Ah, benarkah? Biasanya ibu paling cerewet soal beginian. Masih ingat Kakak dulu sempat dihukum gara-gara ketahuan belajar naik motor sama Mang Karman. Seminggu diawasi terus.” ujar dokter Andri tertawa-tawa.

“Memang sih awalnya sempat cemas. Tapi begitu tahu bahwa ada Mbak Yati yang bisa diandalkan untuk mengurus Kakak, sepertinya beliau lebih tenang.”

Yati tersentak. Ia masih trauma pada Bu Medi. Khawatir jika nanti akan dipermasalahkan lagi.

“Apalagi saat Laras memberitahu bahwa Mbak Yati ini memang orangnya baik, cantik dan rajin. Tipe istri ideal menurutku Kak.” ujar Laras sembari tersenyum.

“Alhamdulillah….”

Sementara Yati hanya bisa menunduk dipuji sedemikian rupa.

“Ah…Mbak Laras ini terlalu berlebihan.” mukanya bersemu memerah.

“Dokter ini terlalu banyak jasanya buat saya Mbak. Bahkan mungkin saking banyaknya, saya nggak bisa membayangkan untuk bisa membalas satu persatu kebaikannya.” ujar Yati seraya merapikan meja di depannya.

“Dan sepertinya, beliau juga tidak marah jika suatu saat nanti kakak bermaksud menyelenggarakan ‘sesuatu’ yang dulu sempat tertunda…” ujar Laras lagi seraya tersenyum menggoda.

“Ah…” Yati terlihat salah tingkah.

“Sudah sudah Dek. Kasihan Mbak Yatinya. Tuh lihat…..sampai salah tingkah begitu.” ujar dokter Andri sembari melirik Yati.

“Iya Mbak. Sebaiknya kita konsentrasi dulu pada kesembuhan Dokter.” ujar Mbok Minah menengahi.

“Slurrp….ahhh!”

Lagi-lagi dokter Andri menghirup teh hangat itu. Terasa kesegaran dan kehangatannya begitu nyaman melewati tenggorokannya.

“Ah iya. Saya lupa!” ujar dokter Andri setengah berseru.

“Ada apa kak?” ujar Laras kaget.

“Aku baru ingat. Malam itu aku kan mau mendonorkan darah pada pasien Isma. Namun karena kecelakaan membuatku gagal mendonorkannya.”

“Jadi, bagaimana kondisinya sekarang?” ujar Dokter Andri pada Yati.

“Dia….dia…” ujar Yati tertahan. Tiba-tiba terlihat matanya memerah.

“Ada apa dengannya Mbak?” tanya Laras penasaran.

“Dia…meninggal dok. Isma telah meninggal….”

Tiba-tiba datang Mbok Minah yang tergopoh-gopoh datang dari belakang seraya bersorak gembira.

“Isma meninggal Mbak? Benar?!”

“Alhamdulillah….. Akhirnya dia mendapatkan balasannya. Memang sudah selayaknya dia mendapatkan hasil dari perbuatan jahatnya.” ujar Mbok Minah seraya tersenyum lebar.

Namun berbeda dengan Mbok Minah yang merasa senang, berbanding terbalik dengan ekspresi dokter Andri yang sedih.

“Itu semua salahku. Salahku karena aku memaksakan jalan dengan sepeda motor, sehingga jatuh kecelakaan.”

“Dia membutuhkanku. Dan aku….menyia-nyiakan kepercayaannya dengan kebut-kebutan di jalanan.”

Tiba-tiba tampak sebaris air bening mengalir perlahan membasahi pipinya.

“Coba saja seandainya aku memilih aman saja dengan mobil. Tentu tak akan begini kejadiannya.” rutuk dokter Andri menyesali diri.

“Dia akan tetap selamat. Begitu juga aku. Tak harus tersiksa dengan kursi roda ini.”

Melihat dua orang itu yang berbeda ekspresi dalam menyikapi kematian seseorang, Laras berseru heran. Apalagi dilihatnya Yati berurai air mata.

“Hei! Stop stop!”

“Ada apa dengan kalian? Siapa itu Isma? Apa yang terjadi? Kenapa kalian bisa berbeda pandangan?”

Laras yakin bahwa ekspresi dokter Andri tak salah. Dia orang baik. Kakaknya berhati malaikat. Tak salah jika dia merasa bersalah akibat kematian pasiennya.

Namun, bagaimana dengan Mbok Minah? Mengapa beliau senang atas kemalangan seseorang? Padahal setahunya Mbok Minah ini juga orang yang sangat baik. Jarang sekali berpikir atau berprasangka buruk akan orang lain. Tapi mengapa kali ini ia senang atas kematian Isma? Siapa Isma itu?

“Bisa tolong jelaskan? Siapa yang kalian perbincangkan?” ujar Laras akhirnya.

Tampak Yati menarik nafas dalam.

“Siapa dia Mbak? Apa hubungan kalian semua dengannya?”

“Dia….dia adikku Mbak.”

Degh! Seketika Laras kaget.

“Lalu, bagaimana ekspresi kalian bisa berbeda begitu?”

Lalu, Yati bercerita perihal kejadian yang sudah dilaluinya bersama dengan Isma. Mulai dari direbutnya suami sahnya, lalu peristiwa kecoa dan tikus di warungnya, penghianatan Isma pada suaminya yang sebelumnya sudah direbutnya dari Yati, dan terakhir adalah saat warung mie ayamnya dibakar massa atas hasutan Isma.

Tampak Laras manggut-manggut saja atas cerita itu. Ia bisa memaklumi jika Mbok Minah marah besar atas peristiwa yang menimpa Yati. Mbok Minah memang sangat menyayanginya. Sama seperti sayang seorang ibu terhadap anaknya.

“Lalu, dengan Kak Andri?”

Andri pun bercerita bahwa Isma itu, pasien yang sama sekali tak dikenalnya secara langsung, adalah pasien dengan kebutuhan darah khusus. Dan darah itu hanya dimiliki oleh dokter Andri seorang.

“Dia memiliki darah emas?” ujar Laras meyakinkan.

“Ya. Dan hanya bisa ditolong dengan darah yang sama.” ujar dokter Andri pelan.

Laras mahfum akan keadaan itu. Ia tahu bahwa dokter Andri adalah kunci kesembuhan Isma.

Dokter Andri melanjutkan ceritanya.

Dua hari yang lalu sempat ia mendonorkan lima ratus Mili darahnya untuk Isma. Namun rupa-rupanya sehari kemudian kondisi kesehatannya kembali drop dan membutuhkan darah tambahan. Karena saat itu kondisi dokter Andri kecapekan dan membutuhkan waktu yang cepat, akhirnya diputuskan menggunakan sepeda motor. Namun rupanya kejadian nahas menimpanya. Ia mengalami kecelakaan dan Isma, pasien itu tak bisa tertolong. Nyawanya tak terselamatkan.

“Oooo….jadi begitu kisahnya.”

“Huuuuuaaahhhhh!”

Laras menggeliat dan menguap. Kemudian dilihatnya jam dinding.

“Sudah jam sembilan malam. Pantesan aja sudah terasa nga

“Eh, tahu-tahu sudah jam sembilan malam ya Kak. Istirahat dulu saja yuk. Takutnya nanti kondisi Kakak belum membaik.” ajak Laras pada dokter Andri.

“Kalian juga sepertinya harus istirahat.”

“Malam ini biar aku tidur di kamar Kak Andri. Tapi jika nanti butuh bantuan tolong ya dibantu.” ujar Laras diiyakan oleh dua orang lainnya.

Dan merekapun bersiap-siap untuk beristirahat malam.

Namun, tak jauh dari rumah itu, dengan mengendap-endap tampak seseorang bertubuh pendek dan sedikit tambun bergerak pelan menyusuri pagar. Matanya menyala nanar penuh kebencian.

Dibisikkannya sesuatu pada rekannya yang di belakang.

“Kawan, kau masuklah lebih dulu. Aku menyusulmu dari pintu belakang.” bisiknya pelan seraya melepaskan ‘sesuatu’ yang tampak panjang, hitam dan bertekstur halus.


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset