Pelet Hitam Pembantu episode 56

Chapter 56

“Wush!”
“Splash!”
“Trang!”

Batang besi itu jatuh berkelontangan ke lantai, setelah sebuah pukulan telak menimpa tuannya, yang sontak membuatnya ambruk tak sadarkan diri.

“Alhamdulillah…. Dia berhasil kulumpuhkan Kak.” ujar Laras yang berdiri tegak dengan memegangi dadanya yang berdenyut-denyut kencang. Benturan badannya pada tubuh Yati yang dirasuki arwah Melati membuat tenaganya banyak terkuras.

“Laras?! Syukurlah Dek.” ucap dokter Andri senang.

Ditatapnya tubuh Yati yang terbaring di atas tubuhnya.

“Apa yang terjadi Dek?” ucap dokter Andri lagi.

Laras mendekat. Diamatinya tubuh Yati yang tampak diam.

“Nggak papa Kak. Nanti juga bangun sendiri. Tak perlu terlalu dikhawatirkan.” ucap Laras seraya mendorong tubuh Yati agak menepi.

Sesaat tampak dokter Andri bernafas lega. Luka berdarah di kaki dan tangan kanannya belum juga sembuh. Bahkan sekarang tampak memerah kembali akibat terkena beberapa pukulan lagi.

“Kakak nggak papa kan?” ujar Laras lagi pada kakaknya.

“Iy…iya Dek. Kakak baik-baik saja.”

Ditatapnya Yati yang tergeletak tak sadarkan diri itu.

“Laras….” panggil dokter Andri.

“Ya Kak….”

“Apa kau yakin arwah Melati itu sudah pergi dari tubuhnya?”

“Seharusnya sudah Kak. Tadi sempat kurasakan auranya sudah berubah.”

“Tapi tetap kita harus waspada. Adakalanya mereka memang suka mempermainkan kita. Oleh karena itu, jangan sekali-kali kita percaya dengan ucapan mereka.”

“Sebaik-baiknya mahluk halus itu adalah seburuk-buruknya manusia Kak.” ucap Laras lirih.

“Aukh…!”

Sesaat tampak Laras terhuyung. Lalu jatuh terduduk di lantai. Dipegangnya perutnya dengan erat.

“Laras! Kau kenapa Dek?” ujar dokter Andri khawatir. Perlahan langkahnya beringsut mendekati adiknya.

“Nggak papa Kak. Mungkin sedikit terluka tadi. Pukulannya begitu keras. Ahhhh…”

“Minum ini Dek. Mudah-mudahan nanti segera membaik. Sementara itu kamu istirahatlah dulu. Jangan terlalu diforsir. Takutnya nanti kamu juga ikutan sakit Dek.” ujar dokter Andri mengangsurkan sebutir obat untuk diminum Laras.

“Baik Kak.”

Setelah diminumnya obat itu, Laras pun merebahkan diri di sofa tak jauh dari kakaknya. Ia berniat mengistirahatkan tubuhnya barang sebentar. Ia begitu lelah.

Pertarungan hari ini terlalu menghabiskan tenaganya. Dan sepertinya juga lambungnya sedikit terluka akibat pukulan batang besi yang begitu keras tadi. Untung dulu dirinya sempat mengikuti kegiatan pencak silat yang diadakan di sekolah dan kampusnya, sehingga tubuhnya lebih terlatih menghadapi pertarungan semacam ini.

Memang, dibanding kakaknya yang terlalu serius pada akademis, kegiatan Laras lebih beragam. Bahkan pada saat remajanya, Laras termasuk anak yang tomboi. Kebanyakan temannya cowok. Bahkan kegiatan yang diikutinya pun cenderung ekstrim; panjat tebing, karate, pencak silat, hingga pecinta alam. Tak heran jika tubuhnya jauh lebih bertenaga dibanding dokter Andri.

Namun, belum juga lelah di tubuhnya hilang, saat tiba-tiba terdengar deritan keras dari pintu depan. Seperti suara pintu yang ditendang keras.

“Brakkkk!”

Dokter Andri dan Laras terkesiap. Mereka saling pandang.

“Laras?!” ujar dokter Andri.

“Iya Kak. Laras juga dengar. Ada apa lagi ya?”

Ditajamkannya pendengaran. Namun kali ini tidak lagi terdengar apapun.

“Ya sudah Kak. Tidur lagi aja.” ujar Laras lagi.

Namun belum juga mata itu pulas tertidur, tiba-tiba satu suara kembali mengagetkan keduanya.

“Brakkk!”

“Auuuuuuuu!”

Lagi-lagi suara itu terdengar lagi. Kali ini terdengar lebih dekat dan lebih keras. Dan diiringi auman binatang. Entah anjing atau serigala.

Di saat yang sama, terlihat sosok laki-laki berjalan terhuyung-huyung. Langkahnya yang terseok-seok. Sepertinya ada luka dari kakinya. Rambut gimbal panjang dan badannya yang berbulu membuat penampilannya semakin seram.

“Hghghghhhrrrrr….” dengus sosok itu pelan, namun menggidikkan.

“Kak!” bisik Laras seraya memandang sosok itu, yang terus saja terhuyung-huyung berusaha mendekat.

“Apa sosok Melati masih ada?” bisik dokter Andri seraya matanya menatap tak berkedip.

Laras menggeleng.

“Bukan Kak.”

“Lalu?!”

Laras dan dokter Andri saling pandang dengan cemas.

“Laras? Kunci pintu kamar ini! Cepat!”

Segera Laras turun dari sofa untuk mengunci pintu kamar. Walaupun ia tahu bahwa perbuatan itu tak bakalan bisa mengurungkan niat jahat dari mahluk itu, tapi setidaknya akan sedikit menghambat gerakannya.

Namun, belum juga gadis itu berhasil memutar anak kunci, tiba-tiba sebuah tangan besar dan kuat telah berhasil mendobrak pintu itu dengan keras,

“Brakkkk!”

Laras terkesiap. Tenaganya tak sebanding dengan kekuatan mahluk itu. Tubuhnya terlempar jauh hingga menghantam lemari kaca, yang langsung hancur berantakan.

“Laras!” pekik dokter Andri cemas. Tangan kirinya menelusup dibalik selimut. Sementara tangan kanannya menutup badannya.

“Jangan Kak. Biar Laras saja yang hadapi. Kakak masih belum fit. Luka itu masih terbuka dan berdarah.” ujar Laras seraya bangkit.

Tak dipedulikannya badannya yang sakit dan tulang terasa remuk. Ia kembali bangkit dengan bersandar pada tongkat besi yang tadi dibawa Yati.

“Hei mahluk jelek! Maju kalau mau mati!” hardiknya pada mahluk hitam tinggi itu. Kedua tangannya memegang erat Batang besi dengan sikap kuda-kuda menyerang.

Namun, alih-alih meladeni gertakan Laras, mahluk itu menatap nanar pada sosok dokter Andri yang terbaring tak berdaya dengan luka perban yang mengeluarkan darah, hingga tak lagi tampak pernah itu putih, melainkan merah segar.

“Hghghghhhrrrrr….” gerengnya lirih. Matanya tajam tertuju pada dokter Andri.

“Kau! Kau dokter pembunuh!” tudingnya dengan jari runcing kehitaman.

Dokter Andri kebingungan. Ia merasa belum pernah membunuh orang lain. Atau bahkan menyakitinya. Namun, mengapa mahluk ini mengatakan bahwa dirinya pembunuh.

“Kau sengaja membunuh Isma kan? Sengaja tak memberinya darah yang dibutuhkan? Kau benar-benar dokter tak beradab. Hghghghhhrrrrr….”

Dokter itu mulai paham. Pria yang ada di depannya adalah Wisnu. Ia pernah bertemu dengannya saat di rumah sakit.

“Maaf saudara. Aku tak pernah bermaksud seperti itu. Kau lihat sendiri kan? Aku kecelakaan. Dan dokter melarangku untuk mengambil darah.”

“Hah! Alasan saja kau dokter pembunuh!”

Sekonyong-konyong pria berbulu itu meloncat deras ke arahnya. Tak dihiraukannya Laras yang berusaha menghalangi dengan batang besinya.

“Prang!”

Tongkat besi itu terlempar begitu saja dari tangan Laras yang tak mampu menahan beban berat dari pria itu. Tak hanya itu, bahkan tubuh Laras sendiri kembali terpental menabrak tembok di sebelah kiri, menjadikannya kembali tergeletak dengan dada berdenyut-denyut keras.

Tak puas sampai disitu, Wisnu yang telah berubah seutuhnya itu kembali menerjang dengan tendangan menyasar perut Laras. Namun untung, belum juga kakinya itu berhasil melabrak perut Laras, tiba-tiba Yati sudah menghalangi dengan tingkat besi menghajar tulang kering Wisnu, menjadikannya sesaat tampak limbung.

“Prakkk!” terdengar benturan keras tulang dan Batang besi.

Namun aneh, benturan yang biasanya akan menyebabkan patah tulang itu tak menyebabkan luka sama sekali. Bahkan besi itulah yang menjadi bengkok dan layu.

“Astaghfirullah….” pekik Yati mendapati besi itu hampir membentuk sudut sembilan puluh derajat.

“Hehehe….kau wanita sundal. Mau juga dapat bagian dariku ya?” umpat Wisnu dengan mulut menyeringai, dan langsung menerjang Yati yang sontak mundur beringsut.

Mendapati lawan-lawannya mundur tanpa bisa memberikan perlawanan seimbang, Wisnu kembali berucap.

“Rupa-rupanya kalian sudah paham ya? Tenaga kalian tak ada apa-apanya dibanding aku bukan? Huahahahaha….”

Wisnu tertawa puas dengan tangan terangkat ke atas dan bahu terguncang-guncang.

Namun hal itu tak berlangsung lama, karena di detik berikutnya ia justru terpekik kaget dengan tangan memegangi leher dan dadanya.

“Ahkhkhkh…. ahkhkhkh….”

Tubuh besar itu tanpa diduga terjatuh bergulingan di lantai dengan terus memegangi dada dan lehernya yang tampak mengeluarkan asap tipis.

Dokter Andri dan Laras serta Yati saling berpandangan. Mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset