Pendekar Cinta dan Dendam episode 2

chapter 2

Baru saja Liang Yi pergi, beberapa anak yang sempat mengganggu pemuda itu datang mendekati Li Jia. Mereka tampak terengah karena berlari mencari gadis itu dan Liang Yi. Melihat Li Jia, dua orang anak lelaki lantas menarik tangannya. “Cepat ikut kami!”

Karena tidak bisa melawan, Li Jia akhirnya mengikuti mereka. Kakinya yang sudah diobati kini harus merasakan sakit karena dipaksa untuk berjalan.

“Kalian mau membawaku ke mana?” tanya Li Jia yang berhenti sejenak. Dia merasakan sakit di kakinya, hingga tidak mampu lagi untuk berjalan.

“Kamu ikut saja dengan kami dan jangan banyak tanya!” Seorang anak lelaki kembali menarik tangannya dan dia pun berjalan. Namun, anak-anak itu kemudian lari kocar-kacir saat melihat gerombolan pengacau yang datang dengan mengendarai kuda.

Kepulan debu beterbangan saat para pengacau yang berjumlah hampir dua puluh orang itu mendatangi pasar. Derap kaki kuda dan orang-orang yang berlarian membuat debu jalanan memenuhi tempat itu.

Melihat keributan, Lia Jia mencoba bersembunyi. Dia bersembunyi di bawah meja yang ada di depan salah satu kedai. Dari bawah sana, dia melihat puluhan kaki kuda yang berdiri di depannya. Tak lama, para penunggang kuda itu pun turun.

“Cepat cari barang berharga dan apa pun yang bisa kalian ambil. Kalau ada yang melawan, bunuh saja!” perintah seorang lelaki yang merupakan pemimpin dari gerombolan pengacau itu.

Mendengar perintah lelaki itu, beberapa anak buahnya lantas memasuki kedai yang ditinggalkan pemiliknya. Para pengacau itu tertawa saat berhasil mengambil barang-barang berharga dari beberapa kedai yang ada di sekitar tempat itu.

Li Jia masih bersembunyi di bawah meja, hingga tiba-tiba dia mendengar suara seorang lelaki yang meminta para pengacau itu meninggalkan barang-barang jarahan dan pergi meninggalkan tempat itu.

Suara tawa mengejek dari para pengacau menjadi jawaban dari permintaan lelaki itu. Mereka enggan pergi sebelum berhasil membawa barang hasil curian.

“Baiklah, aku harap kalian tidak menyesal karena tidak menggubris perintahku!” Tiba-tiba terdengar suara pertarungan antara para pengacau dan lelaki itu. Di bawah meja, Li Jia memerhatikan pertarungan itu.

Seorang lelaki tampak gagah dengan pedang di tangan kanannya. Dengan bantuan tiga orang lelaki lainnya, dia menyerang para pengacau yang mulai kewalahan. Lelaki itu begitu lihai memainkan pedangnya. Satu per satu para pengacau tumbang di tangannya.

“Jenderal, biar kami yang mengurus mereka. Jenderal pergi saja temui nyonya,” ucap salah satu lelaki yang membantunya.

Pemimpin para pengacau itu terkejut saat mengetahui kalau orang yang menjadi lawannya saat ini adalah seorang jenderal. Dia memerhatikan wajah orang itu dengan seksama, hingga dia ketakutan saat menyadari kalau lelaki itu adalah salah satu jenderal kerajaan yang sangat ditakuti penjahat dan musuh di medan perang. Dia adalah Jenderal Liang Zhou.

Lelaki itu melihat sekeliling dan hampir seluruh anak buahnya telah terkapar tak berdaya. Mereka tumbang dengan luka yang menganga. Namun, dia sudah terlambat untuk menyadari itu. Di saat yang bersamaan, dia diserang oleh Jenderal Liang Zhou, hingga membuatnya termundur beberapa langkah.

Tebasan pedang jenderal itu membuatnya tak mampu menahan, hingga dia hampir terjatuh andai tidak menopang tubuhnya dengan kekuatan kuda-kuda yang kuat. Di saat erduduk itulah, dia melihat Li Jia di bawah meja. Gadis itu terkejut saat tatapan mata mereka bertemu.

Karena merasa terpojok, lelaki itu lantas berlari mendekat ke arah meja tersebut. Meja yang tidak terlalu besar itu lantas diangkat dan dilempar ke arah Jenderal Liang Zhou. Di saat itulah dia menarik tubuh Li Jia dan dijadikan sandera.

“Lepaskan anak itu!” perintah Jenderal Liang Zhou, tetapi lelaki itu tertawa mengejek sambil meletakkan ujung pedangnya di dekat leher Li Jia.

Lelaki itu berjalan mundur sambil mendekati salah satu kuda. Sementara Li Jia hanya menatap Jenderal Liang Zhou dengan tatapan yang terlihat sedih. Kakinya yang terluka kini kembali berdarah. Melihat kondisinya yang kesakitan, Jenderal Liang Zhou tidak bisa berbuat apa-apa.

Melihat anak buahnya mendekati mereka, Jenderal Liang Zhou lantas menahan pergerakan mereka. “Jangan! Jika kita melawan, anak itu pasti akan mati,” ucapnya.

Tanpa bisa melakukan apa-apa, Jenderal Liang Zhou hanya memerhatikan lelaki itu pergi sambil membawa Li Jia di atas kuda.

“Jenderal, bagaimana kalau anak itu mati di tangan mereka?” tanya salah satu anak buahnya.

“Dia tidak akan mati. Para pengacau itu tidak akan membunuhnya,” jawabnya yakin.

Benar saja, para pengacau itu membawa Li Jia ke markas mereka. Mereka kini berada di sebuah pemukiman yang telah ditinggalkan penduduknya. Dua buah rumah yang telah usang dijadikan tempat tinggal sementara.

Pemimpin pengacau itu lantas turun dari atas punggung kuda. Dia menarik kerah baju Li Jia dan menurunkannya dengan satu tangan. Gadis kecil itu dilemparkan begitu saja di atas tanah. Li Jia terduduk dengan rintihan kesakitan karena punggungnya mengenai balok kayu yang tergelatak di atas tanah.

“Sialan!” Pemimpin dari gerombolan pengacau itu mulai mengumpat marah. Dia tidak menyangka kalau aksi mereka akan digagalkan dengan mudah.

Lelaki itu mendatangi salah satu anak buahnya dan menampar wajahnya dengan cukup keras. Lelaki itu terhuyung sambil memegang sudut bibirnya yang berdarah. “Kecerobohanmu sudah membuat setengah pasukan kita tewas. Kenapa kamu tidak bilang kalau jenderal itu ada di sana? Informasimu yang ceroboh itu hampir saja membunuh kita semua!”

“Maaf, ketua. Aku salah, maaf,” ucap lelaki itu sambil menunduk.

Jenderal Liang Zhou selalu mengadakan pembagian makanan dan baju hangat setiap awal bulan. Akan tetapi, kali ini dia melakukanya di akhir bulan. Keluarganya selalu melakukan hal itu untuk membantu setiap warga miskin yang kekurangan.

Pemimpin itu duduk sambil memerhatikan Li Jia. Wajah kecilnya tampak ketakutan saat lelaki itu menatapnya tajam. Tak lama, lelaki itu berdiri dan mendekatinya. Li Jia berusaha mundur ke belakang, tetapi dia terhenti karena punggungnya telah bersandar di dinding gubuk itu.

“Wajahmu sangat cantik. Apalagi matamu itu sangat indah,” ucap lelaki itu sambil menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Li Jia. Sesaat, dia tersenyum dan bangkit dari duduknya.

“Carikan aku baju untuk anak ini,” perintahnya pada anak buahnya. Mereka lantas mencari dari hasil curian mereka dan mendapati satu buah baju yang pas untuk dikenalan Li Jia. Tak hanya itu, Li Jia diperintahkan untuk membersihkan tubuhnya dan mengenakan baju itu.

Tanpa melawan, Li Jia melakukan apa yang diperintahkan padanya. Dia kini berdiri di depan pemimpin para pengacau itu dengan wajah menunduk.

“Angkat kepalamu!” Li Jia terkejut, hingga membuatnya mengangkat kepala. Lelaki itu menatapnya dan tersenyum sinis.

Paras cantik dan warna mata Li Jia yang kebiruan membuat lelaki itu menatapnya kagum. Baru kali ini dia melihat kecantikan walau kecantikan itu berasal dari gadis kecil yang kini berdiri di depannya.

Selama dua hari, Li Jia tinggal di tempat itu. Kakinya yang terluka mulai diobati. Mereka memberikannya makanan yang layak karena tubuh kecilnya terlihat kurus dan lemah. Itu semua dilakukan bukan tanpa alasan. Lelaki itu ternyata mempunyai rencana dibalik kebaikan dan perhatiannya pada Li Jia.

Setelah dirasa aman, lelaki itu kemudian membawa Li Jia ke kota. Gadis itu sengaja dipakaikan pakaian yang bagus.

“Tuan, kita akan ke mana?” tanya Li Jia.

“Kita akan pergi ke tempat di mana kamu bisa mendapatkan banyak uang,” jawab lelaki itu sambil memerhatikan laju kudanya.

Setibanya di pelataran sebuah bangunan mewah, kuda yang ditungganginya lantas berhenti. Li Jia memandangi sekitar tempat itu. Tempat yang kerap didatangi oleh para lelaki.

Tubuh kecil Li Jia diturunkan dari atas punggung kuda. Gadis itu lantas dibawa masuk ke dalam bangunan mewah itu.

Li Jia memerhatikan lalu lalang gadis-gadis cantik yang berjalan dengan beberapa orang lelaki. Lelaki-lelaki itu ada yang sudah mabuk berat dan ada pula yang duduk sambil memerhatikan gadis-gadis itu menari.

Di depan pintu salah satu ruangan, mereka berhenti. Seorang gadis membuka pintu dan mempersilakan mereka untuk masuk.

Li Jia berjalan di belakang lelaki yang membawanya itu dan melihat seorang wanita cantik duduk di depan mereka.

“Duduklah,” ucap wanita itu. Suaranya terdengar begitu lembut.

Lelaki itu kemudian duduk di depannya. Li Jia ditarik dan dipaksa duduk di sampingnya. Wanita cantik itu lantas melirik ke arah Li Jia dan menatapnya beberapa saat. “Jadi, dia gadis kecil yang kamu bilang itu?” tanya wanita itu.

“Bagaimana menurutmu? Penilaianku tidak salah, kan?” Lelaki itu tersenyum sinis sambil melirik ke arah Li Jia. Sementara wanita itu tidak mengatakan apa-apa. “Cepatlah, berikan uangnya padaku!” lanjut lelaki itu yang sepertinya sudah tidak sabar.

Wanita itu lantas melempar sekantung uang ke atas meja. Lelaki itu tersenyum lebar saat mengambil kantung yang berisi ratusan keping uang logam itu.

“Pergilah dari sini!” Wanita itu lantas mengusirnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan pada lelaki itu. Setelah mengambil kantung uang di atas meja, lelaki itu lantas pergi.

Li Jia menatap kepergiannya dan ingin mengejar, tapi tubuh kecilnya didorong oleh lelaki itu hingga dirinya jatuh ke lantai. “Kamu harus tinggal di sini. Baik-baiklah karena suatu saat nanti kamu pasti akan menjadi wanita nomor satu di tempat ini,” ucap lelaki itu yang kemudian pergi.

Wanita itu masih duduk di dalam ruangan dan tak peduli saat Li Jia berlari keluar dan mengejar lelaki yang membawanya itu. Dengan perasaan sedih, dia kembali masuk ke ruangan dan duduk di depan wanita cantik tersebut. “Nyonya, apa aku telah dijual pada Nyonya?” tanya Li Jia yang sontak membuat wanita itu menatapnya lekat.

“Kalau kamu sudah tahu itu, lalu kenapa masih mau mengejarnya? Apa kamu pikir ada tempat yang aman selain di tempatku ini?”

Li Jia terdiam. Wajahnya menunduk dengan air mata yang sudah membendung di pelupuk matanya.

“Kenapa kamu harus menangis? Apa kamu bermaksud untuk menolak takdirmu yang akan menjadi salah satu wanita penghibur di tempat ini?”

Li Jia mengangkat wajahnya dan menatap wanita itu. “Aku tidak ingin tinggal di sini. Aku mohon, Nyonya. Biarkan aku pergi!” Li Jia berlutut dan memohon pada wanita itu, tapi tangisannya sama sekali tidak digubris.

“Menangislah. Setelah puas menangis, kamu harus menghadap padaku.” Wanita itu lantas bangkit dan meninggalkan Li Jia bersama seorang gadis. “Jaga dia dan jangan biarkan dia meninggalkan tempat ini. Mengerti!” perintahnya pada gadis itu.

“Baik, Nyonya.”

Di ruangan itu, Li Jia menangis meratapi nasib diri. Bangunan mewah yang dipenuhi para gadis itu adalah sebuah rumah bordil yang terbesar di kota itu. Para lelaki hidung belang yang memiliki uang dan kekuasaan dengan leluasa keluar masuk untuk mendapatkan hiburan atau kehangatan sesaat dari para gadis yang disewa dari tempat itu.

Tak jarang, para pejabat kerajaan dan para bangsawan datang mencari hiburan dan menghabiskan uang mereka di tempat itu.

“Diamlah dan segera ikut aku!” Gadis yang diperintah untuk menjaga Li Jia lantas membawanya ke sebuah ruangan khusus. Di ruangan itu, dia telah ditunggu oleh wanita pemilik rumah bordil itu.

“Apa kamu sudah puas menangis?” tanya wanita itu pada Li Jia. Gadis kecil itu hanya menunduk karena sekuat apa pun dia menangis dan menolak, dirinya tidak mungkin bisa meninggalkan tempat itu.

“Siapa namamu?” tanya wanita itu sambil menyodorkan segelas air pada Li Jia.

“Namaku Li Jia.”

“Minumlah.”

Li Jia menerima gelas itu dan meneguknya hingga tak bersisa. Wanita itu lantas tersenyum.

“Aku bisa menjadikanmu wanita nomor satu di tempat ini. Dengan begitu, kamu bisa mendapatkan banyak uang. Atau paling tidak, kamu bisa mendapatkan lelaki bangsawan untuk menjadikanmu selir atau wanita simpanan,” jelas wanita itu.

“Aku tidak membutuhkan itu semua. Aku hanya ingin pergi dan mencari orang yang telah membunuh keluarga dan orang-orang desaku. Aku ingin membalas dendam atas kejahatan mereka pada desaku!”

Wanita itu seketika menatapnya. Dia melihat keberanian di tatapan mata gadis itu. “Apa kamu pikir bisa membalaskan dendam dengan tubuhmu yang sekecil ini? Apa mereka akan takut padamu?”

Li Jia kembali menunduk. Memang benar, dia hanyalah gadis kecil yang tidak berdaya. Gadis kecil yang lemah.

“Tapi, kamu bisa membalaskan dendammu jika kamu tetap berada di tempat ini. Carilah orang yang telah membunuh keluargamu dan balaskan dendammu. Para pembunuh bayaran dan lelaki bajingan sekalipun pasti akan datang ke sini. Karena pesona gadis-gadis di tempat ini tidak mudah untuk bisa dielak. Karena itu, aku sendiri yang akan mengajarimu.”

Li Jia menatap wanita itu heran. Wanita cantik yang semula lembut, kini tatapannya telah berubah. Tatapan mata yang menyiratkan kebencian.

Sementara jauh di sana, Liang Yi selalu memikirkan gadis kecil yang menolongnya. Gadis bermata biru yang tak bisa lepas dari ingatannya. Begitu pun dengan Liang Zhou yang terus memikirkan gadis kecil yang dibawa para pengacau waktu itu. Dia menyesal karena tidak bisa menolong gadis itu. Dia hanya bisa berharap kalau gadis kecil itu tetap hidup dan baik-baik saja di suatu tempat.

Waktu terus berputar. Sepuluh tahun kini telah berlalu. Li Jia telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Bahkan, dia menjadi salah satu penari yang sangat andal dan menjadi penari nomor satu di rumah bordil itu.

Rumah Pelangi adalah nama dari rumah bordil tersebut. Gadis-gadis di tempat itu diibaratkan seperti pelangi. Mereka terlihat begitu cantik dan memikat. Bahkan, mereka sering diundang ke istana untuk menghibur raja dengan keindahan tarian mereka.

Saat ini, para penari dari Rumah Pelangi telah diundang ke istana untuk menari di sana. Salah satu dari selir raja berulang tahun dan raja mengundang mereka untuk menari di sana.

“Li Jia, bersiap-siaplah,” ucap wanita pemilik rumah bordil itu.

“Tapi, Nyonya Yi, aku belum siap,” jawab Li Jia tak percaya diri.

“Kalau kamu ingin menemukan pembunuh orang tua dan warga desamu, maka keluarlah. Bisa saja pembunuh itu ada di lingkungan istana.”

Li Jia seketika menatap wanita yang bernama Yi Wei itu. Walau ragu, dia akhirnya menyanggupi permintaannya. Dia akan pergi ke istana.


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu. "Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun. penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset