Pendekar Cinta dan Dendam episode 34

Chapter 34

Sejak tinggal di istana, Jenderal Wang Zhu mulai dekat dengan Pangeran Wang Li dan Li Jia. Dirinya telah menjadi tangan kanan Pangeran Wang Li. Dia sering mengunjungi paviliun untuk bermain bersama keponakannya.

Lelaki itu dengan mudah mengambil hati Pangeran Wang Li. Bahkan, diam-diam dia mengagumi Li Jia. Wanita itu telah berhasil menggoyahkan hatinya yang selama ini dingin dan tak tersentuh oleh wanita mana pun.

Saat ini, ketiganya tengah bersama di halaman paviliun. Mereka tampak akrab.

“Istriku, aku ingin melihatmu menari. Kamu mau, kan?” pinta Pangeran Wang Li. Melihat Li Jia merasa canggung, lelaki itu tersenyum. “Tidak mengapa jika kamu menari di depan Kakak Zhu karena dia adalah Kakakku. Ayo, menarilah.”

“Sudahlah, Adik Li. Lain kali aku akan menghibur kalian dengan petikan kecapi. Aku ini sangat lihai memainkan kecapi,” ucap Jenderal Wang seraya tersenyum.

“Apa benar ucapanmu itu? Kalau begitu, apa boleh Kakak memainkan kecapi sekarang saja?” pinta Pangeran Wang Li. Jenderal Wang Zhu akhirmya menuruti permintaannya.

Benar saja, Jenderal Wang Zhu sangat lihai memainkan alat musik petik itu. Jari jemarinya begitu lihai memainkan setiap senar, hingga menciptakan melodi yang indah.

“Adik Jia, menarilah,” pinta Jenderal Wang Zhu saat melihat Li Jia memejamkan mata sembari tersenyum. Li Jia seakan sedang membayangkan dirinya menari dengan diiringi alunan musik itu.

Li Jia lantas bangkit. Dia mulai menari mengikuti petikkan kecapi yang lembut. Gerakan tariannya begitu indah, hingga membuat Jenderal Wang Zhu terpukau. Selama ini, dia tidak pernah menyaksikan tarian yang begitu indah dan menarik perhatiannya. Gerakan gemulai tubuh Li Jia seakan menambah rasa kagumnya, hingga membuatnya terus memainkan kecapi itu.

Melihat Li Jia terus menari, petikan kecapi kian lebih cepat. Walau begitu, Li Jia mampu menyeimbanginya. Sejurus, Jenderal Wang Zhu menatap wajah Li Jia yang tersenyum.

Jenderal Wang Zhu terus memerhatikannya. Jari jemarinya masih memainkan setiap senar, hingga dia terhenti saat salah satu tali senar putus.

Li Jia menghentikan tariannya. Napasnya naik turun dengan peluh di dahinya. Dia tampak tersenyum, hingga membuat Jenderal Wang Zhu memerhatikannya dan tidak menyadari kalau salah satu jarinya telah berdarah.

“Kakak Zhu, jarimu berdarah,” ucap Li Jia yang mendekati Jenderal Wang Zhu. Dengan pita rambutnya, Li Jia mengikat luka di jari lelaki itu.

Jenderal Wang Zhu tidak berusaha untuk mengelak. Bahkan dia membiarkan Li Jia menyentuh jarinya yang berdarah. Tanpa jijik, Li Jia membalut jari yang terluka itu.

Di depannya, wajah Li Jia tampak begitu dekat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Peluh yang membasahi wajah Li Jia membuatnya berhasrat untuk menghapus peluh itu dengan tangannya, tetapi dia mencoba menahan hasratnya itu.

“Sebaiknya aku harus kembali. Luka di jariku ini sudah membuat kalian khawatir. Adik Jia, tarianmu sungguh luar biasa. Aku tidak menyangka kalau dirimu sangat pandai menari. Kalau jariku sudah sembuh nanti, apa boleh aku mengiringi tarianmu dengan petikan kecapiku yang biasa ini?”

Suami istri itu tersenyum dan mengangguk. “Aku hanya menari di paviliun. Jadi, kalau ingin melihatku menari, datang dan temani suamiku ini, maka aku akan menari untuk kalian berdua,” ucap Li Jia sambil menggenggam tangan Pangeran Wang Li.

“Baiklah, aku sangat beruntung karena bisa menikmati tarian seindah ini. Ah, sebaiknya aku pergi. Aku tidak ingin mengganggu kalian,” ucapnya sambil tersenyum. Dia kemudian kembali ke kamarnya.

Setibanya di kamar, dia melihat jarinya itu. Walau terluka dan berdarah, nyatanya rasa sakit tidak dirasakannya. Namun, luka hati yang tidak berdarah cukup membuatnya merasakan sakit luar biasa. Sakit karena menahan cinta terlarang. Cinta yang tumbuh tanpa diduga. Cinta yang hadir entah sejak kapan.

Di atas tempat tidur, Jenderal Wang Zhu membuka pita rambut yang menutupi luka di jarinya. Pita rambut berwarna merah itu lantas digenggamnya erat.

Dia merebahkan tubuh kekarnya di atas tempat tidur dan menatap pita rambut itu. “Ah, apa aku benar-benar jatuh cinta padanya? Kenapa bayangan wajahnya tidak bisa aku lupakan?” ucapnya sambil mencium pita rambut itu sembari memejamkan matanya. Tercium bau harum dari aroma rambut Li Jia. Wajah tampannya tampak tersenyum saat mengingat kembali senyuman dan kecantikan Li Jia yang membuatnya begitu mengagumi wanita itu.

“Apa aku harus memilikimu? Apa aku harus merebutmu agar kamu selalu ada di sisiku?” batin Jenderal Wang Zhu sambil membuka matanya. Tampak, sebuah tatapan yang sangat berbeda. Tatapan yang terlihat egois dan penuh ambisi. Tatapan yang tak pernah diperlihatkan pada orang lain.

Keesokan harinya, Li Jia tampak cantik dengan hanfu sederhana berwarna putih yang dikenakannya. Sementara Pangeran Wang Li mengenakan jubah sederhana yang biasa dipakai bangsawan kelas menengah.

Dengan menunggangi seekor kuda, mereka keluar dari istana tanpa pengawalan. Mereka akan mengunjungi suatu tempat.

Setelah berjalan beberapa waktu, mereka tiba di sebuah padang bunga yang masih terlihat sama. Pangeran Wang Li kemudian turun dari atas punggung kuda dan membantu menurunkan Li Jia.

Mereka lantas berjalan menyusuri padang bunga sambil bergandengan tangan. Bunga putih yang selalu berbunga itu mengeluarkan keharuman yang abadi. Bunga sakura yang berguguran membuat tempat itu terlihat menawan dengan perpaduan warna merah muda dan warna putih. Pemandangan di tempat itu membuat Pangeran Wang Li menjadi takjub.

Kini, di depan mereka tampak sebuah gundukan tanah yang masih tetap sama. Gundukan tanah itu tampak terawat tanpa satu pun ilalang yang tumbuh di atasnya.

Di depan gundukan tanah itu mereka lantas duduk. “Lian, maafkan aku karena baru datang menemuimu. Aku datang bersama suamiku, Pangeran Wang Li.” Li Jia menggenggam erat tangan suaminya itu.

“Lian, terima kasih atas semua yang sudah kamu lakukan untuk Li Jia. Aku berjanji akan membuatnya bahagia,” ucap Pangeran Wang Li tulus. Perlahan, bunga sakura betebaran diiringi angin yang bertiup perlahan.

Angin yang berembus membuat padang bunga bagaikan ombak yang bergulung. Bunga-bunga terlepas dari kelopak dan beterbangan. Pemandangan yang terlihat indah.

Li Jia lantas berdiri dan mulai menari. Sebuah tarian yang sangat disukai oleh Lian. Di bawah pohon sakura, dia menari diiringi belaian lembut angin yang meniup sambil membawa bunga-bunga yang beterbangan. Dia terlihat bagaikan seorang dewi yang sedang menari bersama peri-peri bunga. Rambut panjangnya terurai mengikuti desiran arah angin yang berembus.

Dari balik rerumputan yang meninggi, tampak seseorang sedang menatap penuh kekaguman ke arah Li Jia yang tengah menari. Pandangan matanya sekan tak ingin berpaling.

“Akhirnya aku bisa menatap wajahmu lagi. Aku akan selalu mencintaimu dan selamanya akan mencintaimu. Walau tubuhmu tak dapat kumiliki, tapi setidaknya wajah cantikmu selalu tersimpan dalam ingatku. Bahagialah, walau bukan bersamaku. Melihatmu bahagia, aku juga bahagia. Li Jia, aku hanya bisa mencintaimu dalam diam. Dan izinkan aku menikmati keindahan tarianmu ini, karena aku takut tidak akan bisa melihatnya lagi,” batinnya sambil menatap wanita yang sangat dicintainya itu.

Angin berhenti meniup seiring tarian yang juga berakhir. Li Jia tampak tersenyum, hingga seseorang di balik rerumputan ikut tersenyum. Setelah memandangi wajah cantik itu, sosok itu kemudian pergi dengan senyuman yang terukir di wajahnya.

Li Jia dan Pangeran Wang Li kemudian meninggalkan padang bunga. Mereka akan kembali ke istana. Mereka kembali melewati jalan-jalan kota dan berhenti di salah satu pedagang perhiasan. Pngeran Wang Li lantas membeli satu set perhiasaan untuk Li Jia.

Pangeran Wang Li kembali naik ke atas punggung kuda dan memberikan perhiasan itu untuk Li Jia. “Pakailah jika nanti kita jalan-jalan seperti ini lagi. Aku sangat menikmati hari ini bersamamu. Aku janji, akan sering-sering mengajakmu jalan-jalan. Ternyata, ini sangat menyenangkan,” bisik Raja Zhao Li di belakang telinga Li Jia. Wanita itu tersenyum.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan dan melewati jalan yang terlihat lengang. Langit yang mulai senja membuat Pangeran Wang Li melajukan kudanya. Namun, kuda yang dipacunya seketika berhenti mendadak, hingga Li Jia hampir terjatuh. Di depan mereka telah berdiri beberapa orang lelaki yang menghalangi jalan.

“Istriku, kamu tidak apa-apa?” tanya Pangeran Wang Li cemas.

“Aku tidak apa-apa. Siapa mereka? Apa yang mereka inginkan dari kita?” tanya Li Jia yang mulai panik.

“Tenanglah, aku pastikan kita akan baik-baik saja,” jawab Pangeran Wang Li yang berusaha menenangkan istrinya itu.

“Cepat berikan uang kalian! Kalau tidak, nyawa kalian akan melayang!” ancam salah seorang lelaki. Ternyata mereka adalah sekelompok perampok yang sering berkeliaran di tempat itu.

“Baiklah, aku akan menyerahkan uangku, tapi setelah itu biarkan kami pergi,” ucap Raja Zhao Li sambil mengeluarkan sekantung uang dari sakunya dan melemparnya ke tanah.

Salah satu perampok mengambil kantung uang itu dan membukanya. Seketika matanya terbelalak melihat koin emas yang ada di dalam kantung itu.

“Sekarang menyingkirlah! Biarkan kami lewat.”

Mereka seakan tak peduli dengan ucapan Pangeran Wang Li. Mereka masih berdiri dan menghalangi jalan, hingga membuat lelaki itu mengepalkan kedua tangannya.

“Aku lihat wanitamu memegang perhiasan. Aku akan mengizinkanmu lewat asalkan perhiasan itu kalian berikan pada kami.”

“Baiklah, ambillah asalkan biarkan kami lewat,” ucap Li Jia sambil mengeluarkan perhiasan yang baru saja dibeli suaminya itu.

“Simpan kembali perhiasanmu itu!” perintah Pangeran Wang Li.

“Tapi …. ”

“Simpanlah. Aku akan rela memberikan harta yang aku punya, tapi aku tidak akan pernah rela membiarkan apa yang menjadi milikmu diambil oleh siapa pun karena apa yang ada pada dirimu adalah milikku,” ucap Pangeran Wang Li tegas. Walau tidak ingin bertarung, tetapi perampok-perampok itu telah membangunkan sosok liarnya yang selama ini terdiam.

Pangeran Wang Li kemudian turun dari atas punggung kudanya dan menurunkan Li Jia. “Tetaplah berdiri di belakangku. Jangan takut, aku akan segera menyelesaikan masalah ini dan kita akan kembali pulang.”

“Suamiku …. ” Li Jia begitu cemas, hingga memegang lengan suaminya itu. Sejenak, rasa takut kembali manghantuinya. Dia takut kejadian yang menimpa Lian akan menimpa pada suaminya.

“Jangan takut, aku tidak akan mati semudah itu,” ucap Pangeran Wang Li yang paham dengan ketakutan istrinya itu.

Perampok yang berjumlah sepuluh orang itu rupanya semakin berani karena target mereka hanya seorang lelaki dan seorang wanita yang terlihat ketakutan.

Pangeran Wang Li lantas mengambil sebatang kayu yang teronggok tak jauh dari tempatnya berdiri. Kayu itu akan dipakainya sebagai senjata.

Melihat target mereka hanya melawan menggunakan sebatang kayu, perampok-perampok itu tertawa. “Kamu pikir bisa mengalahkan kami hanya dengan kayu itu?” Ketua perampok itu menatap congkak.

Pangeran Wang Li hanya tersenyum. Dia lantas merangsek maju dan menghantamkan kayu itu ke arah salah satu perampok.

Melihat lelaki itu maju menyerang membuat mereka terkejut. Mereka tidak menyangka hanya dengan sebatang kayu lelaki itu berani menghadapi mereka.

Pangeran Wang Li mengayunkan kayu itu ke arah punggung mereka satu per satu dengan hantaman yang cukup keras. Para perampok itu mengerang kesakitan saat punggung mereka dihantam kayu itu.

Pedang yang diarahkan ke Pangeran Wang Li hanya mengenai ruang hampa. Lelaki itu sangat gesit dan berhasil menghindar dari serangan.

“Aku sudah bilang untuk membiarkan kami pergi, tapi kalian menolak. Maka rasakanlah ini!”

Dengan wajah menyeringai, Pangeran Wang Li terus mengarahkan kayu itu ke tangan dan punggung mereka. Kelihaiannya dalam bertarung tidak bisa dianggap remeh. Walau dengan tangan kosong, dia mampu menjatuhkan lawan-lawannya.

Salah seorang perampok yang mencoba mendekati Li Jia pun tak luput dari serangannya. Dengan berbekal sebuah batu kecil, Pangeran Wang Li melemparkan batu tersebut ke arah kepala perampok itu, hingga membuatnya mengerang kesakitan dan tersungkur di depan Li Jia.

Melihat keadaan mereka yang sudah terdesak membuat salah seorang dari perampok itu meniup peluit panjang. Tiba-tiba, muncul sekumpulan perampok dalam jumlah yang tidak sedikit.

Melihat kehadiran mereka, Pangeran Wang Li mundur ke belakang dan menggenggam tangan Li Jia.

“Suamiku, apa yang harus kita lakukan?” tanya Li Jia.

“Aku akan melindungimu. Cepat naiklah ke atas kuda dan pergi dari sini. Kamu harus menyelamatkan dirimu.”

“Tidak! Aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu. Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Kalau harus mati, aku akan mati bersamamu.”

Li Jia menitikkan air mata. Tangannya menggenggam erat tangan suaminya itu. Tekadnya telah bulat. Dia tidak akan meninggalkan Pangeran Wang Li sendirian. Dia akan tetap bersama sang suami walau mereka harus mati.

Pangeran Wang Li tersenyum dan menatap wajah istrinya itu. Dengan lembut, dia menyeka air mata yang jatuh di pipi sang istri. “Baiklah, kalau harus mati, kita akan mati bersama. Kalau kamu takut, genggam erat tanganku ini.” Li Jia mengangguk dan menggenggam erat tangan Pangeran Wang Li.

Kini, di depan mereka tampak puluhan para perampok yang sudah bersiap menyerang. Pangeran Wang Li dan Li Jia menatap mereka dan berharap akan keajaiban. Keajaiban yang bisa meyelamatkan mereka.


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu."Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun.penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset