“Aku mohon, bertahanlah.”
Li Jia dibaringkan di atas rerumputan. Melihat kondisi Li Jia yang telah pingsan dengan wajah pucat dan bibir membiru membuat orang itu yakin kalau Li Jia terkena gigitan ular berbisa.
Orang itu adalah Jenderal Wang Zhu. Dia kemudian memeriksa bagian kaki dan menemukan bekas gigitan ular yang mulai membiru di bagian betis kaki kiri Li Jia “Aku harus mengeluarkan bisa ularnya. Kalau tidak dia akan mati.”
Lelaki itu lantas mengisap racun dari bekas gigitan ular itu dengan mulutnya. Dari bekas gigitan ular itu keluar darah hitam. Jenderal Wang Zhu mengeluarkan darah hitam itu tanpa rasa jijik. Sementara Li Jia meringis setiap Jenderal Wang Zhu mengisap bekas gigitan ular itu. Perlahan, darah merah keluar dari bekas gigitan yang menandakan kalau bisa itu telah keluar seluruhnya.
“Bertahanlah, aku akan mengobatimu dan membawamu kembali ke istana.”
Lelaki itu mengambil tanaman obat dan menumbuknya hingga halus. Tanaman obat itu lantas dibalur ke luka gigitan ular dan membalutnya dengan potongan jubahnya.
Li Jia tampak meringis saat obat itu diletakkan di atas lukanya. Melihatnya menahan sakit, Jenderal Wang Zhu lantas memeluknya. “Aku tahu kamu kesakitan, tapi kamu harus bisa bertahan. Aku mohon, bertahanlah,” bisiknya lembut sambil mengeratkan pelukannya.
Perlahan, Li Jia membuka matanya yang nanar. Dia lantas memeluk lelaki itu. “Suamiku, maafkan aku,” ucapnya yang menyangka kalau orang yang sedang memeluknya adalah suaminya. Sedangkan, Jenderal Wang Zhu tidak melepaskan pelukannya walau dia tahu saat ini Li Jia mengira kalau dirinya adalah Pangeran Wang Li. Dia tidak peduli karena saat ini dia begitu mencemaskan keadaan wanita yang hampir membuatnya mati ketakutan.
“Aku tidak peduli walau di matamu aku adalah Wang Li. Aku tidak peduli jika kamu tidak mengingat kejadian ini, tapi bagiku aku akan mengingatnya dan menyimpannya sebagai kenangan indah buatku. Li Jia, andai aku bertemu lebih awal denganmu, aku akan membahagiakanmu melebihi apa yang dilakukan Wang Li untukmu. Aku akan lakukan apa pun hanya untuk membuatmu tersenyum padaku. Aku akan turuti semua keinginanmu, asalkan kamu tidak pergi dari pandanganku.” Jenderal Wang Zhu menatap Li Jia yang terdiam tanpa daya. Dengan lembut, jemarinya membelai wajah cantik itu dan mengelus bibirnya yang memucat.
“Li Jia, aku ingin memilikimu. Aku ingin tersenyum hanya padaku. Apa aku berdosa jika mencintaimu?” Jenderal Wang Zhu menundukkan wajahnya seakan sedang menahan perasaan yang sudah lama terpendam.
“Rasanya, aku tidak ingin mengembalikanmu padanya. Aku ingin membawamu pergi menjauh darinya agar aku bisa memilikimu, tapi aku tidak mampu jika melihatmu sedih karena jauh darinya. Dia telah membuatmu lemah dan kamu yang telah membuatku lemah. Aku tidak sanggup jika melihatmu terluka. Karena itu, aku hanya mampu menatapmu dari jauh dan tidak bisa menggapaimu. Aku akan tetap berada di sampingmu dan memujamu dalam diam, tapi sampai kapan aku akan mampu bertahan?”
Hujan masih turun membasahi tempat itu. Langit mulai gelap. Suara petir sesekali menggelegar.
“Aku akan membawamu kembali padanya, tapi ini yang terakhir. Jika aku diberi kesempatan satu kali lagi, maka aku tidak akan pernah mengembalikanmu padanya. Aku akan membawamu pergi jauh dan hidup bersamaku selamanya.”
Tubuh Li Jia yang masih tidak sadarkan diri lalu diangkat dan diletakkan di atas punggungnya. Dia lantas membawanya.
Sementara Pangeran Wang Li masih berusaha mencari. Dia tampak cemas karena belum menemukan Li Jia. “Istriku, kamu di mana? Aku mohon, kembalilah padaku. Jangan membuatku khawatir. Sungguh, aku tidak sanggup jika berpisah denganmu seperti ini,” batinnya sambil menyusuri setiap semak.
Disaat dia masih mencari, terdengar suara Jenderal Wang Zhu yang memanggil namanya. Dia lantas mendekati arah suara dan melihat Li Jia terbaring di atas semak.
Melihat istrinya terbaring tidak berdaya, Pangeran Wang Li lantas berlari ke arahnya dan meraih tubuh istrinya itu dalam pelukannya. “Istriku, apa yang terjadi denganmu?”
“Tenanglah. Adik Jia digigit ular berbisa, tapi aku sudah mengeluarkan bisa ular itu. Sebaiknya, kita harus cepat kembali agar dia ditangani oleh tabib.”
“Terima kasih. Aku sangat berterima kasih karena Kakak sudah menyelamatkan istriku. Aku tidak akan melupakan kebaikan Kakak pada kami.”
“Sudahlah. Ayo, kita harus kembali. Kita tidak bisa terus berada di tempat ini karena sebentar lagi akan malam dan kita tidak bisa menunggu hingga hujan reda. Ayo, bergegaslah.” Jenderal Wang Zhu kemudian membuka jubahnya dan menutupi tubuh Li Jia dengan jubahnya itu.
Mereka kemudian bergegas kembali ke istana. Di dalam perjalanan, Jenderal Wang Zhu terus memerhatikan Li Jia yang duduk di depan Pangeran Wang Li dengan kedua tangan yang melingkar di leher lelaki itu.
“Apa Tuan begitu mengkhawatirkannya?” tanya Putri Ling yang sedari tadi memerhatikannya.
“Apa pedulimu? Itu bukan urusanmu!”
Wanita itu tersenyum kecut. “Kenapa kamu menyelamatkannya? Biarkan saja dia mati karena aku …. ” Wanita itu terdiam saat kuda tiba-tiba berhenti.
“Tutup mulutmu! Jika masih ingin hidup, maka diamlah!” ancam Jenderal Wang Zhu, hingga wanita itu terdiam ketakutan.
Setibanya di istana, Pangeran Wang Li lantas membopong Li Jia dan membawanya ke paviliun. Dengan tangannya sendiri dia membawa Li Jia ke dalam kamar. “Cepat, panggilkan tabib!” perintahnya.
Li Jia lantas dibaringkan di tempat tidur. Seorang tabib lantas memeriksanya. “Yang Mulia Ratu sudah membaik. Pengaruh bisa ular sudah tidak ada di tubuhnya. Sekarang, Yang Mulia Ratu hanya butuh istirahat,” jelas tabib itu.
Setelah diperiksa dan diberi obat, tabib kemudian pergi. Pangeran Wang Li duduk di samping Li Jia sambil menggenggam tangan istrinya itu. “Jangan pernah lagi meninggalkanku seperti itu. Aku hampir gila kerana memikirkanmu yang entah ada di mana. Aku bisa mati ketakutan kalau aku benar-benar kehilanganmu.”
Pangeran Wang Li mencium tangan istrinya. Dia menitikkan air mata saat mengingat kejadian itu. Dia tidak bisa membayangkan jika saat itu dirinya benar-benar kehilangan Li Jia. Entah apa yang akan dilakukannya jika hal itu sampai terjadi. Mungkin saja dia akan ikut mati bersama kekasihnya itu.
Li Jia perlahan membuka matanya dan mendapati sang suami yang tengah terisak. Melihat suaminya menangis, Li Jia menyesal karena sudah membuat suaminya khawatir. “Maafkan aku karena tidak mengikuti perintahmu. Hukumlah aku,” ucap Li Jia lemah. Seketika, Pangeran Wang Li menatapnya.
“Suamiku, hukumlah aku karena tidak mengikuti perintahmu. Aku pantas mendapat hukuman darimu.” Li Jia menitikkan air mata karena melihat tangisan suaminya.
Dengan lembut, Pangeran Wang Li menghapus air mata di pipi istrinya itu. “Bagaimana bisa aku menghukummu sementara aku sangat takut kehilanganmu. Bagaimana mungkin aku menghukummu sementara aku tidak ingin kamu tersakiti. Rasanya, aku ingin membakar habis hutan itu agar ular yang menggigitmu itu hangus terbakar, tapi aku sadar itu semua adalah kesalahanku karena tidak mampu melindungimu. Istriku, maafkan aku karena tidak bisa menjaga dan melindungimu,” ucap Pangeran Wang Li dengan air mata.
“Jangan katakan itu, aku mohon. Jangan salahkan dirimu. Suamiku, jangan menangis lagi, aku mohon,” ucap Li Jia sambil menghapus air mata di pelupuk mata suaminya itu.
Pangeran Wang Li kemudiam memeluknya. Mereka menangis bersama. Rasa cinta yang teramat dalam kepada istrinya membuat Pangeran Wang Li takut kehilangan. Dia takut jika harus berpisah dengan separuh jiwanya itu. Dia takut jika harus menjalani sisa kehidupan tanpa sang istri di sampingnya.
Sementara itu, di depan pintu kamar, Jenderal Wang Zhu terdiam saat mendengar apa yang dibicarakan suami istri itu. Hatinya cemburu. Teramat sangat cemburu. Rasa khawatir yang begitu menyiksanya, memaksa dirinya untuk mengunjungi Li Jia. Walau akhirnya dia harus terluka karena mendengar ungkapan hati mereka yang begitu takut kehilangan.
Dia kemudian pergi dengan menahan kecemburuan. Timbul rasa penyesalan karena telah membawa Li Jia kembali. Rasanya, dia telah melakukan kesalahan yang hanya membuatnya semakin terluka. “Aku tidak akan lagi mengalah. Aku akan mendapatkanmu bagaimanapun caranya. Aku tidak akan membiarkan kalian terus bersama dan kamu akan menjadi milikku selamanya,” batin Jenderal Wang Zhu dengan tatapan mata yang tajam.
Pita rambut milik Li Jia digenggamnya erat. Pita rambut yang penuh bercak darah itu masih disimpan dan selalu dibawa bersamanya. Hanya itu barang milik Li Jia yang dimilikinya. Dan hanya itu satu-satunya penawar rindu jika hatinya dilanda kerinduan pada wanita yang sudah berhasil menaklukan hatinya.
Kini, dia tak peduli lagi dengan apa pun di hadapannya. Dia telah bertekad akan mendapatkan Li Jia untuk dimilikinya walau dia harus membunuh, asalkan wanita itu menjadi miliknya.
Jenderal Wang Zhu memacu kudanya dan kembali ke hutan. Pandangan matanya liar. Dia memerhatikan keadaan di sekitar hutan itu.
Tanpa diduga, dia membabat setiap pohon yang ada di depannya. Matanya liar di antara kegelapan malam. “Aku akan meratakan hutan ini. Aku akan menghabisi siapa pun yang telah menyakitimu. Aku bisa melakukan apa pun melebihi apa yang dia lakukan padamu. Aku akan mendapatkan dirimu hanya untukku!” teriaknya sambil menghantamkan pedang ke arah batang-batang pohon hingga tumbang.
Rasa cemburu dan emosi membuatnya kalap. Matanya memerah saat mengingat kembali setiap kata yang diucapkan Pangeran Wang Li untuk Li Jia. Hatinya terbakar rasa cemburu.
“Seharusnya aku yang menjadi milikmu. Harusnya aku yang menjadi raja dari istana ini. Dia tidak pantas untukmu karena tidak bisa melindungimu. Seharusnya aku yang kamu cintai bukan dia!” teriak Jenderal Wang Zhu sambil menghantam pedangnya ke arah sebuah batang pohon yang cukup besar. Pohon itu seketika tumbang dengan tebasan tanpa cela.
Wajah tampannya memerah dengan napas yang memburu. Rupanya, Jenderal Wang Zhu menebas batang pohon itu dengan menggunakan tenaga dalamnya, hingga mengakibatkan pohon itu tumbang dengan sekali tebasan.
Sungguh cinta telah mempermainkan hatinya. Rasa cinta yang tidak pernah muncul di hatinya perlahan hadir dengan sejuta keistimewaan yang dibawa oleh seorang wanita yang telah bersuami. Seorang wanita yang terlihat sempurna di matanya, hingga membuatnya lupa kalau cinta tidak bisa dipaksakan.
Malam itu, Jenderal Wang Zhu menumpahkan rasa marah dan cemburunya dengan membabat habis hutan itu. Melihat hutan yang hampir rata, lelaki itu tersenyum puas. Dia lantas kembali sebelum matahari terbit.
Di kamarnya, dia menatap wajahnya di depan cermin. Sebuah senyuman penuh rasa benci tersirat dari sudut bibirnya. “Aku akan merebutmu darinya dan hanya padaku kamu akan menyandarkan tubuhmu, hingga kamu tidak bisa lepas dariku.”
Dia lantas pergi ke paviliun dan bertemu Putri Ling yang juga akan menemui Li Jia. Dia lantas mendekati wanita itu. “Apa kamu masih ingin menjadi selir?”
Putri Ling menatapnya heran. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa maksudmu? Apa kamu pikir aku masih punya kesempatan untuk itu?”
“Aku bisa membantumu mendapatkan posisi itu, tapi apa yang bisa kamu berikan padaku sebagai imbalannya?”
Putri Ling tersenyum kecut saat mendengar hal itu. Dia tidak menyangka, lelaki yang selama ini dianggap setia kepada Pangeran Wang Li ternyata ingin membantunya. “Apa yang membuatmu ingin membantuku? Apa ada alasan yang begitu berarti hingga kamu mau membantuku?”
“Apa aku perlu menjelaskan alasanku padamu? Aku tidak menanyakan alasan yang membuatmu begitu bersikukuh untuk menjadi selir Pangeran Wang Li. Lantas, untuk apa kamu menanyakan alasanku?”
Putri Ling tersenyum sinis. “Aku tahu alasanmu. Aku bisa melihatnya dari caramu memandangnya. Aku tahu kamu mencintainya. Apa yang aku katakan itu salah?” tanya Putri Ling yang membuat Jenderal Wang Zhu menatapnya lekat.
“Ternyata wanita itu sangat hebat hingga bisa membuat dua orang lelaki tidak berkutik. Apa kamu tidak curiga kenapa kita diajak berburu ke hutan? Ah, itu karena mereka ingin menjodohkan kita. Mereka ingin membuat kita dekat dan setelah itu mereka akan melamarku untuk menjadi istrimu. Apa kamu tidak tahu itu?”
“Kalau kamu sudah tahu hal itu, lalu kenapa kamu masih ada di tempat ini? Kamu bisa saja pergi dan menolak lamaran mereka. Apa ada hal yang masih ingin kamu lakukan?”
“Sebaiknya kita bertemu di tempat lain saja untuk membicarakan hal ini. Aku takut jika pembicaraan kita diketahui orang lain. Dan satu hal lagi, bersikaplah biasa di depan wanita itu. Jangan perlihatkan tatapan cintamu di depannya,” ucap Putri Yuri yang kemudian mengalihkan pandangannya karena Dayang Lin tiba-tiba datang menghampiri mereka.
“Silakan ikuti aku. Yang Mulia sudah menunggu kalian di dalam,” ucap Dayang Lin.
Mereka kemudian masuk dan mendapati Pangeran Wang Li dan Li Jia yang tengah duduk bersama.
“Duduklah.”
Mereka kemudian duduk. Jenderal Wang Zhu menatap Li Jia. “Adik Jia, bagaimana keadaanmu? Apa masih merasakan sakit?” tanya lelaki itu cemas.
“Berkat Kakak, aku bisa selamat. Terima kasih karena sudah menyelamatkanku. Aku berhutang budi pada Kakak dan aku akan mengabulkan permintaan Kakak. Katakanlah, aku dan suamiku akan berusaha untuk memenuhi permintaan Kakak,” ucap Li Jia yang diiakan Pangeran Wang Li.
Jenderal Wang Zhu tersenyum. Di hatinya terselip satu permintaan yang ingin diungkapkannya, “Apa kamu akan mengabulkan permintaanku kalau aku memintamu untuk meninggalkannya dan datang padaku?” Namun, permintaan itu hanya bisa disimpan. Dia erpura-pura tersenyum di depan mereka. “Aku tidak memerlukan apa pun. Semua aku lakukan karena itu sudah kewajibanku.”
Li Jia tersenyum dan menatap suaminya. “Maksud kami mengundang kalian berdua karena ada satu hal yang ingin kami sampaikan. Putri Ling, aku ingin melamarmu untuk menjadi istri Kakakku. Apa kamu keberatan?” tanya Pangeran Wang Li. Wanita itu terkejut. Dia tahu, cepat atau lambat hal itu akan terjadi. Namun, dia tidak menyangka akan secepat itu.
“Itu suatu kehormatan buat hamba, tapi apakah Jenderal Wang Zhu akan menerimanya?”
“Kakak Zhu, maafkan aku karena telah memilih Putri Ling untuk menjadi calon istri Kakak. Karena itu, aku telah mengundangnya ke sini. Aku minta maaf, jika apa yang aku lakukan telah membuat Kakak tersinggung,” ucap Li Jia menundukan wajahnya.
Melihat Li Jia menunduk, lelaki itu menjadi luluh. Sungguh, dia tidak mampu melihat raut kesedihan di wajah itu. Hatinya bagai tersihir hingga rela melakukan apa pun hanya untuk melihat senyuman di wajah cantik itu.
“Adik Jia, lakukan saja apa maumu, aku akan menerimanya. Aku tidak keberatan jika Putri Ling juga tidak keberatan. Aku akan menerima apa pun yang Adik Jia lakukan untukku, aku akan menerimanya,” ucap Jenderal Wang Zhu yang membuat Putri Ling menatapnya.
“Apa yang dia lakukan? Apa dia sudah gila?” batin Putri Ling yang merasa heran dengan sikap lelaki itu.
Li Jia tersenyum. Senyumnya terlihat begitu menawan di mata lelaki itu. Jenderal Wang Zhu menatap senyuman indah yang membuat hatinya luluh dan menerima semua yang dikatakan Li Jia.
“Putri Ling, apa kamu setuju?” tanya Pangeran Wang Li.
“Maaf, Yang Mulia. Berikan hamba waktu untuk berpikir. Hamba janji akan memberikan jawaban secepatnya.”
Pertemuan itu berakhir dengan makan siang bersama. Mereka tampak akrab dengan suasana kekeluargaan.
Sesuai perjanjian, Putri Ling menemui Jenderal Wang Zhu di kamarnya.
“Apa kamu bisa setenang ini setelah apa yang kamu ucapkan tadi?” tanya Putri Ling yang masih tidak percaya dengan pengakuan lelaki itu di depan Pangeran Wang Li dan Li Jia
“Tenanglah, aku hanya tidak bisa mengatakan tidak di depannya.”
Mendengar jawaban lelaki itu membuat Putri Ling mengernyitkan keningnya. “Oh, jadi karena dia kamu mengiakan semua ucapannya tanpa bertanya dulu padaku?”
“Memangnya, apa aku perlu meminta persetujuanmu? Ingatlah, saat ini kita sama-sama membutuhkan. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya dan kamu bisa melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan. Bukankah itu cukup adil?”
“Adil katamu? Tuan Zhu, andai aku menerima tawaran mereka untuk menjadi istrimu, lantas apa kesepakatan kita masih berlaku? Aku tidak menginginkan menikah dengan seorang jenderal yang tidak mempunyai kekuasaan. Aku butuh kekuasaan agar bisa menjaga Wilayah Utara dan kekuasaan itu bisa aku dapatkan jika aku menyingkirkan wanitamu itu dari sisi Pangeran Wang Li,” jelas Putri Ling
“Apa benar hanya itu alasanmu? Apa kamu lupa siapa yang sudah membunuh Raja Wu Zia hingga dia mati dengan mengenaskan? Apa kamu pikir, aku tidak mempunyai kekuasaan?” tanya Jenderal Wang Zhu yang tidak terima diremehkan dan dibandingkan dengan Pangeran Wang Li.
Putri Ling terdiam. Dia akui kebenaran dari ucapan lelaki itu dan dia tidak bisa pungkiri itu. “Lalu menurutmu, apa yang harus kita lakukan? Apa kamu ingin aku menerima lamaran itu dan menikah denganmu?”
“Cobalah untuk mengulur waktu. Aku akan memikirkan cara yang tepat. Aku juga tidak ingin terus menerus melihat dia bersama lelaki itu. Rasanya, aku ingin membawanya pergi dan memisahkan mereka. Aku sangat membenci lelaki itu hingga membuatku ingin membunuhnya,” ucap Jenderal Wang Zhu sambil mengepal cangkir di tangannya hingga cangkir itu pecah di dalam genggaman tangannya.
Putri Ling terperanjat. Dia terkejut melihat kekuatan lelaki yang duduk di depannya itu. “Apa maksudmu dengan membunuhnya? Berhati-hatilah dalam berucap karena dinding pun punya telinga. Apa kamu ingin dipenggal jika ada yang mendengar ucapanmu tadi?”
“Kenapa, apa kamu takut? Apa aku salah jika memiliki apa yang sepantasnya aku miliki?” Wajah Jenderal Wang Zhu memerah menahan amarah.
“Seharusnya akulah yang menjadi raja. Seharusnya aku yang kini memilikinya. Semua yang ada di istana ini seharusnya adalah milikku, tapi mereka sengaja membuangku. Mereka sengaja menjadikanku jenderal dan menempatkanku di perbatasan agar aku mati terbunuh, tapi mereka salah karena nyatanya aku masih bisa bertahan hingga sekarang. Dan sudah waktunya aku mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku.”
Kesempatan baginya untuk meraih kembali mahkota raja kini ada di depan matanya. Itulah niatnya selama ini. Namun, sejak bertemu dengan Li Jia, niatnya semakin menggebu. Dia ingin secepatnya menggulingkan Pangeran Wang Li dan merebut Li Jia untuk dijadikan sebagai miliknya. Hanya miliknya.
“Apa maksud ucapanmu itu? Apa ada yang tidak aku ketahui?” tanya Putri Ling penasaran.
“Kenapa? Apa sekarang kamu tertarik setelah aku mengatakan semuanya?”
Jenderal Wang Zhu kemudian menceritakan tentang masa lalunya yang kehilangan takhta.
Putri Ling mendengar dengan seksama. Dia tidak menyangka, lelaki yang kini duduk di depannya adalah seseorang yang nyatanya bisa membawanya menuju tampuk kekuasaan. Dia bisa mendapatkan kekuasaan dari lelaki itu dengan sedikit rencana yang matang.
“Aku akan mewujudkan keinginanmu itu, tapi aku minta imbalan. Aku akan menjadikanmu raja selanjutnya dan menghancurkan Pangeran Wang Li. Kamu bisa memiliki wanita itu asalkan kamu bersedia menikahiku dan menjadikanku sebagai ratu serta membebaskanku untuk mengelola negeri ini. Kamu tidak perlu khawatir. Walau aku berstatus sebagai ratu, tapi aku akan membiarkanmu bersenang-senang dengannya atau wanita mana pun. Apa kamu setuju?”
Jenderal Wang Zhu menatap wanita itu. Dia tidak menyangka, di balik wajah cantiknya tersembunyi ambisi yang luar biasa. Ambisi akan kekuasaan dan kedudukan hingga membuatnya rela melakukan apa saja.
Dan kini, cobaan akan kembali menguji cinta Li Jia dan Pangeran Wang Li. Mereka akan kembali merasakan penderitaan karena cinta dan cemburu dari seseorang, sama seperti yang pernah mereka rasakan di masa lalu.