Sejak mimpi buruk itu, Li Jia tampak khawatir dengan suaminya. Apa pun yang dilakukan lelaki itu selalu dalam pengawasannya.
“Istriku, ada apa denganmu? Akhir-akhir ini kamu terlihat begitu khawatir padaku. Sebenarnya, apa yang terjadi?”
“Aku hanya ingin memastikan keadaanmu. Suamiku, kalau sakit atau lelah, jangan dipaksakan dan segera beritahu aku. Aku akan meminta tabib untuk memeriksa keadaanmu.”
“Baiklah, istriku. Aku akan ingat pesanmu itu.”
Sementara itu, Putri Ling mulai melakukan rencananya. Dia berencana untuk memasukan racun ke dalam kue yang biasa dimakan Pangeran Wang Li. Racun itu membunuh secara perlahan dan tidak bisa terdeteksi karena gejalanya hanya berupa pusing dan mual yang bersifat sementara. Namun, di dalam tubuh, racun itu akan menggerogoti secara perlahan.
Hampir tiap hari Pangeran Wang Li menyantap kue itu. Putri Ling rupanya telah bersekongkol dengan salah satu dayang dapur. Karena itu, dia berani memasukannya ke makanan yang dikonsumsi Pangeran Wang Li.
Racun itu mulai bereaksi. Pangeran Wang Li tiba-tiba jatuh pingsan. Mendengar suaminya tidak sadarkan diri, Li Jia menjadi panik.
“Tabib, bagaimana keadaan suamiku?”
“Yang Mulia hanya mengalami kelelahan. Tidak perlu khawatir. Setelah meminum ramuan obat, Yang Mulia pasti akan sehat kembali.”
Li Jia menatap suaminya yang terbaring lemah. “Suamiku, bertahanlah. Jangan khawatir, aku akan menjaga dan merawatmu,” bisik Li Jia. Lelaki itu perlahan membuka matanya. Tatapan matanya terlihat nanar. Bibirnya terasa kelu, hingga membuatnya tidak bisa berbicara. Hanya genggaman tangan yang coba dia eratkan, tetapi itu pun tak mampu dia lakukan.
Li Jia menggenggam tangannya. “Bersabarlah, aku akan mengobatimu,” ucap Li Jia sambil meminumkan ramuan obat yang diberikan tabib untuknya.
Tanpa dia sadari, ramuan obat itu akan mempercepat reaksi racun. Racun yang Putri Ling berikan adalah racun yang berasal dari Wilayah Utara. Racun itu sangat efektif dan tidak dapat terdeteksi dengan mata telanjang atau dengan deteksi sendok perak.
“Sepertinya, rencanaku sudah berhasil. Lelaki itu sudah tidak mampu untuk melakukan apa pun. Sekarang, kita tinggal menunggu karena tidak lama lagi dia akan mati,” ucap Putri Ling.
“Baguslah, lebih cepat dia mati maka itu lebih baik,” jawab Jenderal Wang Zhu.
Keegoisannya telah membutakan hatinya. Rasa cinta pada Li Jia dan rasa cemburu pada saudaranya sendiri membuatnya rela melakukan apa saja. Dan untuk memuluskan rencananya itu, dia bersama beberapa pejabat istana mulai membuat isu untuk menurunkan Pangeran Wang Li karena sudah tidak mampu memimpin negeri.
“Apa kalian bermaksud untuk menurunkan raja? Raja masih hidup dan kalian tidak bisa begitu saja menurunkannya dari takhta,” ucap Perdana Menteri Qing saat mendengar pendapat beberapa orang pejabat yang menginginkan agar Pangeran Wang Li segera mundur.
“Kami tahu itu, tapi bagaimana bisa kerajaan sebesar ini dipimpin oleh raja yang sakit parah?”
Perdana Menteri Qing merasa tersudut. Rupanya, isu itu sudah meluas hingga membuat hampir seluruh pejabat istana meminta raja untuk mundur. Belum lagi dengan masalah baru yang tiba-tiba muncul. Sekelompok perusuh dengan mudahnya memporak-porandakan pasar dan membuat keributan dengan meminta pajak kepada para pedagang. Kelompok itu tidak segan-segan membunuh jika ada yang menolak memberikan uang kepada mereka.
“Tuan Qing, apa yang harus kita lakukan? Para perusuh itu sekarang sudah semakin berani dan terang-terangan membuat onar. Bahkan, tak satu pun dari mereka yang berhasil kita tangkap. Mereka seperti pasukan terorganisir yang sengaja membuat kisruh di saat raja sakit parah. Apa mungkin semua ini adalah kesengajaan?” tanya Pengawal Yue pada perdana menteri senior itu.
“Aku sendiri sudah mulai curiga dengan semua kejanggalan yang terjadi, tapi siapa dalang di balik semua peristiwa keji ini? Selama ini, raja tidak pernah sakit, tapi kenapa raja bisa tiba-tiba sakit? Pengawal Yue, apakah ada sesuatu yang kamu curigai?”
Lelaki bertubuh tegap itu hanya menggeleng. Dia sama sekali tidak punya alasan untuk mencurigai siapa pun.
“Pengawal Yue, cobalah mencari informasi secara diam-diam. Aku pikir, ada orang yang ingin menjatuhkan raja dan ingin meraih takhtanya. Apa kamu tidak curiga kepada Jenderal Wang Zhu?”
Kedua lelaki itu tampak berpikir keras. Kecurigaan mereka tertuju pada Jenderal Wang Zhu karena dialah yang pantas untuk menduduki takhta jika terjadi sesuatu pada Pangeran Wang Li.
Sementara itu, Li Jia masih menemani suaminya yang terbaring lemah. Tubuhnya bagaikan mati rasa, hingga membuatnya tidak bisa bergerak. Bibirnya kelu, hingga tidak bisa berbicara dan hanya bisa berinteraksi lewat tatapan mata.
Seorang dayang datang membawakan bubur dan keluar setelah meletakkan mangkuk bubur itu di atas meja.
Li Jia menyicip bubur itu dan memeriksanya. Sendok pendeteksi racun pun tidak menunjukan kalau bubur itu mengandung racun. “Sebenarnya apa yang terjadi? Aku sudah memberikannya obat, tapi kenapa penyakitnya semakin bertambah parah?” batin Li Jia yang mulai curiga.
“Kalau ini bukan karena racun, pasti penyakitnya sudah sembuh. Namun, kenapa suamiku belum juga sembuh walau sudah diberi obat?”
Li Jia semakin penasaran dengan penyakit yang diderita suaminya itu. Bubur yang di atas meja, dia biarkan begitu saja. Dia berniat untuk membuat bubur yang baru. Dia kemudian keluar dari kamar dan bertemu dengan Jenderal Wang Zhu di halaman paviliun
“Adik Jia, bagaimana keadaan Adik Li?”
Li Jia tampak gelisah hingga membuatnya tidak fokus pada pertanyaan lelaki itu. “Adik Jia, kamu kenapa?” tanya Jenderal Wang Zhu yang tanpa sadar meraih tangan Li Jia hingga tubuh wanita itu bersandar di dadanya. “Ada apa?” tanya Jenderal Wang Zhu kembali hingga membuat Li Jia tersadar dan memundurkan langkahnya ke belakang.
“Maafkan aku. Aku takut jika hal buruk terjadi pada suamiku. Apa yang harus aku lakukan agar dia bisa sembuh? Aku takut jika dia …. ” Li Jia tidak mampu melanjutkan kalimatnya. Hanya air mata yang tiba-tiba jatuh, hingga membuat Jenderal Wang Zhu menahan hasratnya untuk menghapus air mata di wajah yang sedih itu.
“Sudahlah, jangan menangis lagi. Aku akan meminta semua tabib di negeri ini untuk memeriksanya. Aku mohon, jangan menangis,” ucap Jenderal Wang Zhu memohon.
Li Jia menyeka air matanya. Dia begitu tertekan. Bagaimana mungkin dia bisa tenang kalau suaminya sementara berjuang melawan penyakit misterius. Bagaimana dia bisa tidur nyenyak kalau setiap malam suaminya tidak bisa tidur dan selalu merintih kesakitan. Walau begitu, dia selalu sabar. Dia akan menjaga dan merawat suaminya karena itu adalah janjinya.
“Kakak Zhu, tolong temani suamiku. Aku akan segera kembali,” ucapnya sambil berjalan terburu-buru.
Jenderal Wanh Zhu mengangguk dan menatap kepergian Li Jia yang menghilang di balik dinding istana. Lelaki itu kemudian masuk ke dalam kamar dan mendapati Pangeran Wang Li yang terbaring tak berdaya. “Adik Li, bagaimana keadaanmu?”
Pangeran Wang Li membuka matanya. Mulutnya tidak sanggup untuk menjawab. Hanya kedipan mata yang sanggup dia lakukan.
“Adik Li, kamu sangat beruntung karena memiliki istri seperti Adik Jia. Dia sangat mencintaimu hingga rela merawatmu dengan keadaanmu seperti ini. Ah, aku sangat iri padamu,” ucap Jenderal Wang Zhu dengan tatapan yang terlihat berbeda.
“Kamu harus sembuh karena semua pejabat istana menginginkanmu turun dari takhta. Belum lagi dengan masalah perusuh-perusuh itu yang membuat rakyat ketakutan karena pihak istana tidak sanggup menangkap mereka. Kalau tidak ada perintah darimu, prajurit kita tidak bisa bergerak.” Semua ucapan itu seakan sengaja dia katakan agar Pangeran Wang Li tertekan.
“Aku bisa saja menangkap dan menumpas mereka, tapi kamu harus memberiku kuasa agar bisa melakukannya,” lanjutnya.
Pangeran Wang Li mendengar semua ucapannya dan dia merasa kalau lelaki itu menyembunyikan sesuatu. “Kenapa aku merasa tatapan matanya begitu berbeda? Apa sebenarnya yang coba dia sembunyikan?” batinnya.
Li Jia datang membawa semangkuk bubur. Dia lantas duduk di samping suaminya. “Kakak, terima kasih karena sudah menemani suamiku.”
“Tidak masalah, katakan saja jika kamu memerlukan bantuanku. Dengan senang hati aku akan membantu. Sebaiknya aku pergi. Masih ada urusan yang harus aku selesaikan. Adik Li, aku pergi dulu,” ucapnya kemudian keluar dari kamar itu.
Li Jia menatap suaminya yang memandanginya. Dia tersenyum seraya mengecup pipi suaminya itu. “Suamiku, bersabarlah. Aku akan berusaha mengobatimu. Aku akan selalu ada untukmu. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” ucapnya seraya tersenyum.
Dengan telaten, Li Jia menyuapinya hingga bubur habis tak bersisa. Tak lama kemudian, Dayang Lin datang membawa ramuan obat yang sengaja dibuat atas perintahnya.
“Minumlah ramuan obat ini. Aku sengaja membuatnya untukmu.”
Setelah beberapa kali teguk, Pangeran Wang Li tiba-tiba merintih kesakitan sambil memegang dadanya. Rasanya seperti terbakar. Keringat mengucur. Tiba-tiba, dia memuntahkan darah hitam.
Melihat darah hitam yang dimuntahkan suaminya, Li Jia semakin yakin kalau suaminya telah diracuni.
Sejak kematian Lian karena terkena racun, Li Jia bertekad untuk memperlajari ilmu pengobatan secara serius. Dan semua itu tidak sia-sia. Dia berhasil mematahkan racun di dalam tubuh suaminya.
Setelah memuntahkan darah hitam, kondisi Pangeran Wang Li mulai membaik. Lidahnya yang kelu, kini bisa berkata walau masih terbata-bata. “Istriku,” bisiknya.
“Terima kasih karena tidak meninggalkanku,” ucap Li Jia yang tidak mampu menahan tangis. “Jangan pernah meninggalkanku, aku mohon,” ucapnya, hingga Pangeran Wang Li meraihnya dalam pelukan.
Malam itu, Li Jia sangat bahagia karena kondisi suaminya mulai membaik. Dia begitu senang hingga tidak ingin meninggalkannya dan memilih berbaring di samping suaminya itu.
“Terima kasih,” ucap Pangeran Wang Li sambil mengecup keningnya.
“Suamiku, untuk sementara tetaplah seperti ini. Berpura-puralah sakit karena sepertinya ada yang menginginkan kematianmu,” ucap Li Jia yang meyakini kalau suaminya dalam bahaya.
“Aku tahu itu, tapi aku tidak tahu siapa yang sudah berniat jahat padaku.”
“Mulai sekarang, jangan pernah memakan apa pun tanpa seizinku. Aku yang akan bertanggung jawab untuk semua makananmu. Aku tidak percaya lagi dengan dayang dapur. Karena itu, aku akan mencari tahu orang yang telah berbuat hal keji ini padamu,” ucap Li Jia yang terlihat geram. “Aku tidak akan memaafkan orang-orang yang hampir saja membuatku kehilangan dirimu. Aku janji akan menghukum mereka.”
Keesokan harinya, Li Jia bersama Dayang Lin dan beberapa dayang kepercayaannya masuk ke dapur istana.
“Siapa yang bertanggung jawab atas makanan Yang Mulia saat Yang Mulia sedang sakit?” tanya Dayang Lin kepada dayang-dayang yang sudah berdiri berjejer.
Mereka saling memandang. Tidak ada seorang pun yang mengaku. Tiba-tiba, seorang dayang mengangkat tangannya. “Dayang Han yang bertanggung jawab, tapi dia telah menghilang sejak dua hari lalu,” ucap dayang itu
“Cepat, geledah kamarnya!” perintah Li Jia. Semua dayang yang ada di tempat itu kemudian menuju ke kamar Dayang Han. Semua yang ada di kamar itu diperiksa satu per satu. Lemari untuk menyimpan pakaian pun tak luput diperiksa, hingga mereka menemukan sepucuk surat di bawah tumpukan pakaiannya.
“Yang Mulia Ratu, kami hanya menemukan ini,” ucap Dayang Lin sambil menyerahkan surat itu kepada Li Jia.
“Dayang Lin, segera panggilkan Pengawal Yue ke paviliun!” perintah Li Jia.
Mendengar dirinya dipanggil, lelaki itu lantas menghadap.
“Pengawal Yue, cepat cari Dayang Han! Aku telah menemukan bukti kalau dialah yang telah meracuni Yang Mulia,” ucap Li Jia sambil menyerahkan surat itu.
Pengawal Yue membaca isi surat itu. “Apa Yang Mulia Ratu tidak curiga dengan isi surat ini? Kalau memang dia yang meracuni Yang Mulia, dia bisa saja lari diam-diam dan tidak bertindak ceroboh dengan menulis surat ini. Surat ini sepertinya sengaja ditinggalkan oleh orang yang ada di balik kejadian yang menimpa Yang Mulia dan dia ingin mencuci tangan atas perbuatannya dan menuduh Dayang Han,” jelas Pengawal Yue.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan kalau ternyata ada orang lain di balik kejadian ini? Bagaimana jika mereka masih ada di istana dan kembali melukai suamiku?”
“Yang Mulia Ratu, tenanglah. Izinkan hamba bertemu dengan Yang Mulia karena ada sesuatu yang ingin hamba bicarakan dengannya,” pinta Pengawal Yue.
Li Jia lantas membawanya menemui Pangeran Wang Li. Dia lalu meninggalkan mereka berdua. Pengawal Yue adalah orang kepercayaan Pangeran Wang Li. Karena itu, dia mengizinkan lelaki itu bertemu dengan suaminya.
“Yang Mulia,” ucap Pengawal Yue sambil menuduk dan memberi hormat pada rajanya itu.
“Bangkitlah dan ceritakan padaku informasi apa yang sudah kamu dapatkan.”
Lelaki itu kemudian bangkit. “Sejak Yang Mulia sakit, hampir semua pejabat menginginkan Yang Mulia untuk mundur. Apalagi sejak adanya para perusuh yang membuat resah rakyat kita. Aku curiga kalau para perusuh itu sengaja dimunculkan untuk membuat kisruh suasana agar bisa dijadikan alasan untuk menurunkan Yang Mulia,” jelas Pengawal Yue.
“Lalu, kenapa kalian tidak mampu menangkap mereka?”
“Aku dan beberapa orang prajurit terbaik sudah berusaha untuk menangkap mereka, tapi mereka sangat lincah. Mereka tahu kapan kita bergerak. Mereka sepertinya bukan orang sembarangan karena mereka bertindak di saat kita lengah.”
Pangeran Wang Li mendengar penjelasan pengawalnya itu dengan seksama. Dia yakin semua kejadian itu mempunyai tujuan yang sama, yaitu memberontak dan menginginkannya mundur dari takhta.
“Pengawal Yue, pergilah cari Liang Yi dan sampaikan suratku ini padanya. Apa pun yang terjadi, kamu harus bisa menemukannya. Aku tidak punya tempat untuk meminta bantuan selain darinya.”
“Baik, Yang Mulia. Sekarang juga, hamba akan mencari Tuan Liang Yi.” Pengawal Yue kemudian keluar dari kamar itu.
Pengawal Yue sudah mengirimkan anak buahnya untuk mencari Dayang Han, tetapi mereka tidak menemukan apa pun, hingga terdengar kabar kalau warga menemukan sesosok mayat perempuan yang telah hanyut di sungai. Perempuan itu adalah Dayang Han.
“Rupanya mereka sengaja membunuhnya. Aku tidak bisa diam. Sepertinya mereka benar-benar ingin mencelakai Yang Mulia,” batin Pengawal Yue saat melihat mayat wanita itu.
Lelaki itu kemudian pergi menemui Liang Yi. Berkat informasi yang didapatnya, dia akhirnya menemukan Liang Yi dan memberikan surat untuknya.
“Apa mereka baik-baik saja?” tanya Liang Yi yang begitu khawatir.
“Mereka baik-baik saja, Tuan.”
Pengawal Yue lantas menceritakan perihal kedatangannya.
“Lalu, adakah seseorang yang kamu curigai?”
Pengawal Yue terlihat berpikir dan mengingat ucapan Perdana Menteri Qing tentang Jenderal Wang Zhu. “Sebenarnya, ada seseorang, tapi aku masih tidak yakin.”
“Siapa dia? Katakan padaku!”
“Dia adalah Jenderal Wang Zhu.”
“Lelaki itu? Apa ada yang aneh dengan sikapnya selama ini?”
“Aku juga tidak percaya dan aku lihat tidak ada yang aneh padanya. Dia selalu membantu Yang Mulia dan mereka terlihat sangat dekat.”
“Pengawal Yue, bantu aku untuk menjaga mereka. Aku akan mencari tahu tentang perusuh-perusuh itu. Dan tolong sampaikan suratku ini untuk Pangeran Wang Li. Ada hal penting yang harus dia ketahui.”
“Baik, Tuan.”
Pengawal Yue kembali ke istana dan menyerahkan surat Liang Yi untuk Pangeran Wang Li. Surat itu kemudian dibacanya. Dia terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Isi surat itu membuatnya terduduk dengan wajah memerah karena amarah. “Pengawal Yue, apa kamu sudah tahu siapa yang membabat hutan tempatku berburu waktu itu?” tanya Pangeran Wang Li
“Maaf, Yang Mulia. Malam itu, salah seorang prajurit melihat Jenderal Wang Zhu keluar dari istana dan kembali saat subuh. Hamba sengaja tidak melapor kepada Yang Mulia karena hamba pikir kalau itu mungkin bukan ulah Jenderal Wang Zhu.”
Surat dari Liang Yi begitu mengganggu hatinya. Dia ingin menyangkal apa yang ditulis sahabatnya itu, tetapi dia tidak bisa karena dia tahu sahabatnya itu tidak akan pernah membohonginya.
Liang Yi sengaja menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya saat kejadian perampokan yang dialami Pangeran Wang Li dan Li Jia saat itu.
“Jika itu benar, apa mungkin dia yang telah meratakan hutan karena marah melihat Li Jia terluka di dalam hutan itu?” batin Pangeran Wang Li yang juga berniat melakukan hal yang sama. Dia juga ingin membabat hutan itu karena wanita yang dicintainya terluka di sana, tetapi dia tidak menyangka kalau Jenderal Wang Zhu mampu melakukan hal itu.
“Apa kamu setega itu padaku?” batin Pangeran Wang Li dengan air mata yang perlahan jatuh.
“Suamiku, apa yang kamu pikirkan?” tanya Li Jia yang baru saja datang membawakan makanan.
Melihat Li Jia, dia bangkit dan memeluk istrinya itu.
“Ada apa?” tanyaLi Jia lembut.
“Biarkan aku memelukmu. Biarkan aku merasakan hangatnya tubuhmu,” ucapnya seraya memejamkan mata. Dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Dia tidak ingin membayangkan jika tubuh istrinya dipeluk lelaki lain. Rasanya, dia akan mati jika hal itu sampai terjadi. Dia tidak akan sanggup jika istrinya direbut darinya.
“Aku akan menjagamu hingga aku mati. Aku tidak akan membiarknnya mengambilmu dariku. Kamu adalah hidupku dan aku akan kehilangan kehidupanku jika aku benar-benar kehilanganmu,” batin Pangeran Wang Li yang belum melepaskan pelukannya.
Li Jia tersenyum dan membiarkan tubuhnya dipeluk oleh suaminya. Rasanya, itu adalah hal yang paling dirindukan olehnya. Dia rindu saat-saat kebersamaan mereka yang sempat terenggut karena penyakit yang diderita oleh suaminya itu.
Pangeran Wang Li menantap wajahnya istrinya. Dia tersenyum melihat kecantikan wajah itu. Dia terpesona dengan tatapan mata yang membuatnya hanyut dalam gumpalan awan biru. Dia tergoda dengan keindahan bibir ranum yang merekah indah, hingga membuatnya ingin menikmati semua keindahan itu.
“Aku mencintaimu,” ucapnya sambil mengecup mesra bibir ranum yang merekah menggoda. Dia hanyut dalam lautan asmara yang membuatnya enggan untuk mengakhiri petualangannya. Semua yang ada pada istrinya adalah miliknya dan dia berhak untuk merasakannya. Dia tidak rela jika apa yang dimilikinya direbut darinya.
Kini, dia tengah larut dalam kehangatan cinta yang memang layak dia dapatkan. Rasa cinta yang membuatnya ingin meluapkan semua hasrat yang terpendam dalam jiwa. Rasa cemburu dan takut kehilangan membuat keegoisan merayap di hatinya. Keduanya bercampur menjadi satu hingga membuatnya tidak ingin cepat-cepat melepaskan hasratnya. Dia masih ingin menikmati keindahan yang baginya terlihat sempurna dan tanpa cela. Hingga akhirnya dia bisa tersenyum puas saat wajah cantik itu tersenyum dan tertawa renyah di depannya.
Pangeran Wang Li meraih tubuh istrinya ke dalam peluknya. Tangan kekarnya membelai puncak kepala sang istri dengan lembut. Napas mereka saling beradu hingga membuat mereka tersenyum malu. “Kamu adalah milikku dan selamanya akan tetap menjadi milikku. Aku tidak akan membiarkanmu diambil dariku. Aku rela memberikan apa pun, terkecuali dirimu karena aku tidak akan pernah rela melihat milikku menjadi milik orang lain,” batin Pangeran Wang Li sambil mengeratkan pelukannya.
Rasa cinta dan sayang terlampau besar untuk istrinya. Bagaimana bisa dia merelakan cintanya direbut darinya. Dengan cara apa pun dia akan melawan walau harus bertarung nyawa.
Sementara itu, di dalam kamarnya, Jenderal Wang Zhu sedang duduk sambil menikmati hidangan yang ada di atas meja tanpa memedulikan Putri Ling yang tengah berbaring dalam kesendirian. Walaupun mereka telah menikah, tetapi tak sekali pun lelaki itu menyentuhnya.