Pendekar Cinta dan Dendam episode 40

Chapter 40

Liang Yi memerintahkan Paman Chow untuk melakukan penyelidkan terhadap para perusuh itu. Mereka lantas menyamar sebagai pedagang, tetapi perusuh-perusuh itu tidak menampakkan diri.

Walau begitu, mereka masih tetap bertahan. Hingga suatu hari, beberapa orang lelaki dengan mengenakan penutup wajah datang dan meminta uang kepada setiap pedagang yang ditemuinya.

Salah satu perusuh mendekati anak buah Liang Yi yang sedang menyamar sebagai pedagang. Perusuh itu meminta uang padanya. Namun, dia beralasan kalau dagangannya belum terjual. Tak ayal, pukulan demi pukulan pun diterima olehnya.

Rupanya, mereka ditugaskan untuk membuat keresahan di tengah masyarakat. Mereka sengaja membuat onar.

Rencana mereka hanya ingin membuat kinerja istana terlihat buruk di mata rakyatnya. Terlebih dengan isu penyakit yang diderita raja membuat rakyat semakin meragukan kepemimpinannya.

Rencana licik mereka rupanya berjalan mulus. Karena tidak nyaman dengan kehadiran para perusuh membuat penduduk mulai menyangsikan kepemimpinan Pangeran Wang Li.

Mereka menganggap istana sengaja membiarkan perusuh-perusuh itu berkeliaran. Perusuh-perusuh itu ternyata tak hanya di pasar. Mereka juga sering terlihat menghalau dan merampok para pedagang yang ingin masuk ke negeri itu. Para pedagang besar yang selama ini aman datang ke negeri itu akhirnya memilih untuk tidak lagi berdagang ke sana, hingga menyebabkan perekonomian melemah.

Hal inilah yang mendorong semua pejabat istana untuk meminta Pangeran Wang Li diturunkan dari takhtanya karena dirasa tidak becus mengurusi masalah itu.

Perusuh-perusuh itu rupanya tidak tertarik dengan jebakan yang dilancarkan anak buah Liang Yi. Akhirnya secara diam-diam, mereka mengikuti perusuh-perusuh itu yang meninggalkan area pasar dan menuju salah satu jalan utama yang biasa dilalui pedagang.

Di jalan yang terlihat sepi, sudah ada puluhan orang yang memakai penutup wajah. Perusuh-perusuh itu kemudian bergabung dengan mereka.

Dari balik semak, Paman Chow dan beberapa anak buahnya terus memerhatikan gerak-gerik perusuh itu. Tiba-tiba, terlihat rombongan pedagang yang melintas. Perusuh-perusuh itu lantas menghentikan mereka. “Serahkan barang-barang kalian kalau kalian masih ingin hidup!” seru salah seorang dari mereka.

Para pedagang tidak berkutik. Mereka hanya bisa melihat barang-barang mereka dirampok.

“Jumlah mereka cukup banyak, hampir tiga puluhan orang. Kita hanya bersepuluh. Jadi, pastikan kalian menghabisi mereka dengan cepat dan sisakan satu untuk kita interogasi,” jelas Paman Chow.

“Baik, Tuan,” jawab mereka serempak.

Kesepuluh orang itu lantas mengangkat busur bersamaan dan secara serempak melesatkan anak panah ke arah perusuh-perusuh itu.

Sepuluh orang perusuh tergeletak tak bernyawa setelah dihantam anak panah yang bertengger di tubuh mereka. Dengan memakai penutup wajah, kesepuluh orang itu keluar dari balik semak dan menyerang para perusuh itu.

Suara dentingan pedang terdengar saling beradu. Suara sayatan dan erangan terdengar dari pihak perusuh. Satu per satu dari mereka tumbang dengan tebasan pedang di tubuh mereka. Kesepuluh orang itu terlihat beringas dan menghantam mereka tanpa ampun.

Mereka bukanlah orang sembarangan. Kehebatan mereka dalam bertarung tidak bisa dianggap remeh. Satu orang dari mereka mampu menghadapi sepuluh orang sekaligus.

Melihat ketangguhan mereka membuat nyali perusuh menjadi ciut. Bahkan, beberapa orang di antara mereka berencana untuk melarikan diri.

“Jangan biarkan mereka lolos! Habisi mereka dan sisakan satu untukku!” perintah Paman Chow yang baru saja menghantam leher salah satu perusuh hingga kepalanya hampir terlepas dari badannya.

Mendengar perintah Paman Chow, mereka lantas mengeluarkan busur dan melesatkan anak panah ke arah perusuh yang berusaha untuk kabur. Sontak saja tubuh mereka terjerembab dengan anak panah yang sudah menancap di punggung mereka.

Para pedagang hanya memerhatikan pertarungan itu tanpa berkedip. Mereka tampak kagum dengan kehebatan kesepuluh orang itu.

Keseluruhan perusuh telah terkapar dengan luka yang menganga. Yang tersisa hanya satu orang, itu pun sudah terlihat kepayahan karena sebuah anak panah tertancap di kakinya.

“Ampuni aku, aku mohon ampuni aku,” ucapnya mengiba.

“Kami akan mengampunimu asalkan kamu memberitahukan siapa yang telah menyuruh kalian untuk membuat onar di pasar dan merampok para pedagang. Kalau kamu ingin selamat, cepat katakan yang sebenarnya kepada kami!”

Lelaki itu terlihat pucat. Matanya menatap liar seakan takut jika ada orang yang melihatnya. “Aku tidak tahu! Kami hanya diperintahkan untuk membuat rusuh dan menakut-nakuti penduduk, tapi aku sempat melihat kalau ada orang istana yang …. ” Tiba-tiba lelaki itu mengerang kesakitan saat anak panah tertancap di punggungnya.

“Cepat, ikuti orang itu!” perintah Paman Chow saat melihat seseorang keluar dari balik pepohonan. Orang itu kemudian berlari dan menaiki kuda yang berada tidak jauh darinya.

Mereka berusaha mengejarnya, tetapi gagal. Sementara Paman Chow masih berusaha mencari informasi dari lelaki itu. “Cepat katakan padaku siapa orang itu!”

Lelaki itu tidak berkata apa pun. Dia telah tewas.

“Sial!” umpat Paman Chow kesal saat melihat lelaki itu telah mati. “Mereka hanya perampok amatiran yang dibayar untuk membuat rusuh. Sepertinya, ada orang dari istana yang membayar mereka,” batinnya.

Mereka kemudian kembali ke desa. Informasi yang sudah mereka dapatkan segera mereka laporkan pada Liang Yi.

“Jadi, ada orang dari istana yang memerintah mereka untuk membuat onar, begitu?”

“Benar. Sebaiknya, kamu harus memberitahukan Pangeran Wang Li agar lebih waspada dan hati-hati. Rupanya, orang itu tidak main-main dan ingin menjatuhkannya,” ucap Paman Chow mengingatkan.

Liang Yi menganggukan kepala. Dia sadar, ada suatu konspirasi besar yang akan dilakukan orang itu, tetapi mereka sendiri tidak tahu siapa dalang di balik semua kejadian itu.

Saat itu juga, Liang Yi mengutus salah satu anak buahnya untuk menemui Pengawal Yue dan memberikan suratnya untuk Pangeran Wang Li.

“Jadi benar, ada yang berusaha menjatuhkanku. Aku rasa itu adalah ulahnya. Aku harus segera menyingkirkannya,” batin Pangeran Wang Li setelah membaca surat dari Liang Yi.

Pangeran Wang Li lantas mencari cara agar Jenderal Wang Zhu meninggalkan istana Di saat dia sedang berpikir, Jenderal Wang Zhu meminta izin pada Li Jia untuk bisa menemuinya.

Li Jia mempersilakannya masuk dan menemui Pangeran Wang Li yang terbaring dengan kedua mata yang terpejam.

“Adik Jia, kamu mau kemana?” tanya lelaki itu ketika Li Jia ingin keluar dari kamar itu.

“Aku akan menyiapkan obat untuk suamiku. Jadi, tolong temani dia sebentar.” Li Jia lantas pergi.

“Kamu sangat beruntung karena bisa memilikinya, tapi itu takkan lama. Aku akan merebutnya dari tanganmu. Lihat saja, semua yang menjadi milikmu akan segera menjadi milikku,” ucap Jenderal Wang Zhu dengan penuh keyakinan.

Pangeran Wang Li yang berpura-pura terbaring lemah menahan rasa amarahnya saat mendengar hal itu. Dia semakin yakin dengan apa yang dikatakan Liang Yi.

Walau marah, tetapi dia berusaha menahan diri. Dia tidak ingin semua usahanya gagal hanya karena emosinya.

“Terima kasih karena selama ini sudah menganggapku sebagai saudara, tapi sayang itu sudah terlambat. Seharusnya dari dulu kalian memperlakukanku sebagai keluarga dan tidak membuangku. Namun, jangan khawatir karena istri dan anakmu akan aku jaga. Ànakmu akan menjadi anakku dan istrimu akan menjadi …. ” Tiba-tiba saja kalimatnya terhenti karena Li Jia tiba-tiba datang.

“Kakak, apa masih ada yang ingin dibicarakan? Maaf, suamiku masih sakit jadi dia tidak bisa mendengarmu,” ucap Li Jia sambil meletakkan mangkuk yang berisikan ramuan obat di atas meja. Li Jia lantas mendekati suaminya dan menggenggam tangannya.

“Apa dia sangat berarti bagimu?” tanya Jenderal Wang Zhu.

“Kenapa Kakak bertanya seperti itu? Bukankah, Kakak tahu kalau aku sangat mencintainya dan tentu saja dia sangat berarti bagiku.”

“Kalau dia mati, apa kamu akan melupakannya?” tanya Jenderal Wang Zhu yang membuat Li Jia bangkit dari tempat duduknya dan menatap lelaki itu.

“Apa maksud dari pertanyaan itu? Kenapa Kakak bertanya seperti itu?” tanya Li Jia yang mulai marah.

“Aku tanya sekali lagi, kalau dia mati apa kamu bisa melupakannya?” tanya Jenderal Wang Zhu dengan suara yang mulai membentak. Tak hanya itu, dia bahkan tak segan-segan mendekati Li Jia hingga membuat wanita itu mundur ke belakang.

“Apa yang kamu lakukan? Kakak Zhu, ada apa denganmu?”

Melihat istrinya terpojok, Pangeran Wang Li bangkit dan berdiri di belakang Jenderal Wang Zhu yang hampir memeluk tubuh istrinya.

“Akhirnya, kamu bangun juga. Aku pikir, kamu akan terus berpura-pura tidur walau di depan matamu istrimu akan aku …. ” Tiba-tiba saja satu tamparan keras mendarat di wajah lelaki itu, hingga membuatnya terdiam.

“Jangan pernah menyentuh istriku! Aku tidak akan pernah rela istriku disentuh oleh manusia munafik sepertimu!”

“Bicara saja sesukamu karena istrimu yang cantik ini akan segera menjadi milikku,” ucap Jenderal Wang Zhu mendekati Li Jia. Sontak, Li Jia berusaha untuk menghindar, tetapi terlambat. Lelaki itu telah meraih tubuhnya dan memeluknya dari belakang. Li Jia berontak, tetapi kedua tangan lelaki itu begitu erat memeluknya.

Pangeran Wang Li marah. Dia lantas maju dan menyerang lelaki itu. Namun, baru beberapa kali serangan, tiba-tiba saja dia memuntahkan darah hitam. Seketika, tubuhnya melemah

Li Jia terperanjat. Matanya melebar saat melihat suaminya terduduk lemah dengan darah yang mengucur dari mulutnya. Dia kini menangis dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Jenderal Wang Zhu. “Lepaskan aku! Aku ingin melihat suamiku!” pinta Li Jia dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

“Jangan pernah menangis untuknya! Apa dia seberharga itu hingga kamu harus menangisinya seperti ini?”

“Iya! Aku mencintainya! Dia berharga bagiku. Kalau dia mati, maka aku juga akan mati!” ucap Li Jia yang membuat lelaki itu melepaskan pelukannya. Dia lantas mendekati Pangeran Wang Li yang sudah terlihat lemah.

“Baik, aku akan membunuhnya agar kamu bisa melupakannya dan kamu akan menjadi milikku. Apa selama ini kamu tidak menyadari kalau aku sangat mencintaimu?”

Jenderal Wang Zhu meletakkan pisau di leher Pangeran Wang Li dan mengancam akan membunuhnya.

“Apa kamu sudah gila? Aku ini istri adikmu. Apa pantas kamu mencintai istri adikmu sendiri?”

“Aku tidak peduli! Apa yang menjadi miliknya, maka akan menjadi milikku. Istana ini, kamu dan juga Wang Yi akan menjadi milikku.”

Mendengar ucapan lelaki itu, Li Jia akhirnya yakin kalau lelaki itulah yang sudah meracuni suaminya. “Jadi, kamulah orang yang sudah meracuni suamiku?”

“Bukan dia, tapi aku!” ucap Putri Ling yang tiba-tiba datang.

Li Jia terperanjat. “Apa kalian berdua bersekongkol untuk meracuni suamiku? Apa kalian selama ini hanya berpura-pura baik di depan kami?”

“Kenapa? Apa kamu pikir aku tidak mampu untuk melakukannya? Semua ini karena keegoisanmu. Kalau saja dari awal kamu setuju menjadikanku selir, aku tidak akan melakukan ini. Kalau kamu tidak menolak tawaran ayahku, mungkin Jenderal Wang Zhu tidak akan bertemu denganmu dan jatuh cinta padamu. Karena dirimu, semua ini harus terjadi.”

Mendengar ucapannya membuat Li Jia menangis. Dia merasa bersalah.

“Istriku, jangan dengarkan mereka. Kita sudah melakukan hal yang benar. Kita saling mencintai dan tidak ada siapa pun yang boleh masuk dalam kehidupan cinta kita,” ucap Pangeran Wang Li. Mendengar hal itu, Jenderal Wang Zhu lantas menamparnya.

“Hentikan!” teriak Li Jia saat melihat suaminya ditampar di depannya. Matanya memerah dengan kedua tangan yang mengepal. Dia menatap Jenderal Wang Zhu dengan tatapan kebencian.

“Apa kamu benar-benar mencintaiku? Kalau begitu, aku akan menjadi milikmu, tapi kamu hanya akan memiliki jasadku!” Li Jia kemudian mengambil vas di atas meja dan memecahkannya. Pecahan vas itu kemudian diambilnya dan diarahkan ke pergelangan tangannya, tetapi belum sempat pecahan vas menggores pergelangan tangannya itu, Jenderal Wang Zhu berlari ke arahnya dan mengambil pecahan vas itu dari tangannya.

“Apa yang kamu lakukan? Jangan pernah menyakiti tubuhmu karena aku tidak akan membiarkanmu terluka!” ucap Jenderal Wang Zhu panik saat melihat Li Jia berusaha untuk bunuh diri.

“Jangan sentuh aku! Pergi kamu! Aku sangat membencimu!” teriak Li Jia saat lelaki itu berusaha memeluknya.

Telapak tangan Li Jia ternyata berdarah saat memecahkan vas bunga itu. Melihat darah di tangannya membuat Jenderal Wang Zhu semakin panik. Dia kemudian meraih tangan Li Jia dan ingin membalut luka itu dengan pita rambut yang selama ini disimpannya, tetapi Li Jia menarik tangannya.

Melihat pita rambut itu Pangeran Wang Li mengenalinya. Itu adalah pita rambut milik istrinya.

Walau Li Jia berusaha menolak, tetapi Jenderal Wang Zhu memaksa dan meraih tangannya. “Biarkan aku mengobati lukamu, maka aku akan membiarkanmu menemaninya. Jangan lakukan hal yang bisa membuatmu terluka. Kalau tidak, aku akan membunuh orang-orang yang ada di sekitarmu,” ancam Jenderal Wang Zhu. Li Jia kini tidak berkutik.

“Pergilah padanya. Aku akan membiarkanmu bersamanya, tapi jangan pernah membuat tubuhmu terluka. Aku bisa menahan semuanya, tapi jangan menangis di depanku karena aku tidak sanggup melihat air matamu,” ucap Jenderal Wang Zhu sambil menghapus air mata di wajah Li Jia. Tangan kekarnya menghapus air mata itu, hingga membuat Li Jia menutup matanya. Tangannya mengepal saat tangan lelaki itu menyentuh wajahnya.

“Apa yang kamu lakukan? Apa kamu tidak akan membunuhnya?” tanya Putri Ling yang kemudian mengambil pisau dan mengarahkannya ke leher Pangeran Wang Li.

“Letakan pisau itu! Tanpa membunuhnya pun dia tetap akan mati. Ternyata, racunmu sangat efektif. Dan jangan lakukan apa pun padanya karena aku masih membutuhkannya.”

Li Jia mencoba mendekati suaminya, tetapi tangannya diraih oleh Jenderal Wang Zhu hingga tubuhnya didekap oleh lelaki itu. “Lepaskan aku!” seru Li Jia yang berusaha berontak.

“Pergunakanlah waktumu bersamanya dengan baik karena tidak lama lagi dia akan mati. Setelah itu, aku yang akan menjadi raja dan kamu serta anakmu akan menjadi milikku. Jangan pernah berharap untuk bisa lolos dariku, karena aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi dariku,” ucap Jenderal Wang Zhu dengan tatapan mata yang tajam.

“Aku membencimu! Aku sangat membencimu! Walaupun kamu memiliki tubuhku, tapi cintaku hanya untuk suamiku!” ucap Li Jia yang membuatnya geram.

“Pergilah, puaskan dirimu bersamanya. Setelah dia mati, aku yang akan memilikimu.” Jenderal Wang Zhu melepaskan tangannya. Li Jia kemudian berlari ke arah suaminya yang terbaring lemah. Rupanya, racun itu sudah menggerogoti organ dalamnya. Terlebih di saat lalu lelaki itu pernah terkena racun, hingga mempercepat reaksi racun itu.

Li Jia menangis sambil memangku kepala suaminya. Tangannya gemetar saat menyeka darah hitam di wajah suaminya itu. “Suamiku, maafkan aku. Ini semua salahku,” ucap Li Jia dengan air mata. Sekali lagi, dia merasa telah dipermainkan oleh takdir.

Dulu, dia harus kehilangan Lian karena kecemburuan seseorang. Dan kini dia akan kehilangan suaminya karena obsesi seorang lelaki yang mencintainya dan ingin memilikinya. Rasanya, dia ingin mati, tetapi dia tidak mampu karena mengingat putranya.

Li Jia menangis, hingga air matanya jatuh ke wajah suaminya. Melihat istrinya menangis membuatnya ikut menitikkan air mata. “Istriku, jangan menangis. Hapus air matamu. Sungguh, aku tidak sanggup melihat air matamu itu.”

Li Jia menyeka air matanya. Dia berusaha untuk tabah. Dengan sekuat tenaga, dia mencoba mendudukkan suaminya, tetapi lelaki itu sudah tidak mampu menggerakkan tubuhnya.

“Kamu tidak perlu mengobatinya karena dia akan segera mati. Tidak ada yang bisa bertahan hidup dari racunku. Aku tahu, kamu berusaha menyembuhkannya, tapi itu tidak akan bisa karena sekali racun itu masuk ke dalam tubuh, maka bersiaplah untuk mati,” ucap Putri Ling sinis.

“Aku akan membiarkanmu menemaninya, tapi setelah itu kamu hanya akan menemaniku. Mulai saat ini, kalian tidak aku izinkan meninggalkan tempat ini dan putramu akan ada di bawah pengawasanku. Aku tidak ingin menyakitinya karena aku sudah menganggapnya seperti putraku. Karena itu, bersikap baiklah padaku.”

Jenderal Wang Zhu menatap Li Jia yang masih menangis. Mata indahnya terlihat sendu karena menangisi suaminya. Melihat itu dia lantas keluar karena cemburu.

Putri Ling mengikutinya dari belakang. Dia tampak kecewa karena lelaki itu terlihat lemah di depan Li Jia. “Apa kamu selemah ini jika melihatnya terluka? Kenapa kamu tidak membunuh suaminya agar kita bisa cepat menyelesaikan rencana kita?”

“Diamlah! Kalau masih ingin menjadi ratu, maka jangan mendikteku. Lakukan saja apa yang menjadi tugasmu. Mereka adalah urusanku dan jangan pernah menggangguku dengan keluh kesahmu itu.”

Jenderal Wang Zhu memerintahkan para prajurit untuk menjaga paviliun. Bahkan, Pengawal Yue dan Dayang Lin sudah tidak bisa lagi masuk ke sana. Jenderal Wang Zhu bahkan telah mengeluarkan surat keputusan kalau dirinyalah yang akan menggantikan posisi Pangeran Wang Li untuk sementara.

Semua rencananya sudah disiapkan secara sempurna. Semua berjalan sesuai rencananya, tetapi dia terusik saat mendengar kalau orang-orang suruhannya telah dibunuh.

“Apa laki-laki itu sempat mengatakan tentang diriku?” tanya Jenderal Wang Zhu kepada lelaki yang datang melapor.

“Jangan khawatir, Tuan. Aku sudah menghabisinya sebelum dia mengatakan semuanya,” jawab lelaki itu.

“Apa kamu yakin?”

“Aku sangat yakin, Tuan.”

“Apa kamu tahu siapa orang-orang yang telah membunuh mereka?”

“Aku belum tahu tentang mereka, tapi sepertinya mereka sangat terlatih dan mereka juga sepertinya memihak pada raja,” jelasnya.

“Kamu harus mencari tahu tentang mereka. Aku tidak ingin rencanaku gagal karena mereka.”

“Baik, Tuan!”

Sementara Li Jia masih terkurung di dalam kamarnya bersama Pangeran Wang Li. Melihat kondisi suaminya yang semakin parah membuatnya khawatir. “Suamiku, apa yang harus aku lakukan?”

Pangeran Wang Li meminta Li Jia untuk membantunya duduk. Dia menatap wajah istrinya itu. Hatinya hancur karena dikhianati kakaknya sendiri. Wanita yang selama ini sangat berharga dalam kehidupannya, kini akan dia tinggalkan dalam penderitaan.

“Istriku, maafkan aku.”

Li Jia menatapnya dengan air mata. Rasanya, dia tidak sanggup melihat penderitaan suaminya yang terlihat kepayahan. Wajah tampannya memucat dengan bibir yang membiru.

“Tidak ada yang perlu dimaaafkan. Jadi, jangan takut karena aku akan menemanimu.”

Walau rasa takut kehilangan mulai merayap di hatinya, tetapi Li Jia berusaha tenang. Kenangan buruk saat melihat Lian meregang nyawa mulai menghantuinya. Namun, dia berusaha untuk bisa menerima kenyataan. Cepat atau lambat suaminya tetap akan pergi meninggalkannya. Sama seperti Lian yang harus mati di depannya.

Li Jia memeluk erat suaminya. Dia takut kalau itu adalah pelukan terakhirnya. Dia takut kalau tidak akan memiliki kesempatan untuk merasakan kehangatan tubuh itu lagi. Dalam diam, dia menangis.

“Suamiku, aku sangat mencintaimu. Jangan pernah membenciku. Karena diriku, dia tega melakukan ini padamu. Kalau aku mampu, aku ingin ikut denganmu agar diriku tidak bisa dimiliki oleh siapa pun selain dirimu, tapi aku tidak mampu karena masih ada putra kita. Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian karena aku tahu bagaimana rasanya hidup tanpa orang tua. Aku akan menjaganya dan membesarkannya. Aku akan menyanjung namamu selalu padanya agar dia tahu kalau ayahnya adalah seorang lelaki yang sangat baik dan selalu menyayanginya.” Li Jia menitikkan air mata. Begitu pun dengan Pangeran Wang Li.

“Aku berjanji akan membalas semua perbuatan mereka padamu. Aku tidak akan mati sebelum melihat mereka menderita. Aku berjanji padamu.”


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu. "Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun. penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset