Suasana di dalam kamar terlihat remang dengan cahaya petir yang samar-samar. Li Jia menitikkan air mata saat lelaki itu menunaikan haknya. Tangisan yang disembunyikan dibalik kepasrahannya.
Tangannya yang mengepal perlahan terbuka seiring tangan kekar Kaisar Wang Zhu yang menggenggamnya erat. Li Jia dapat merasakan embusan napas lelaki itu yang memburu di telinganya.
Sementara Ratu Ling berusaha menahan rasa cemburu yang semakin menyiksa. Cemburu karena membayangkan kebersamaan suaminya bersama Li Jia. Pikirannya kalut, hingga membuatnya meneguk arak di atas meja.
“Ratu, tidurlah. Ini sudah larut malam dan jangan minum arak lagi,” ucap seorang dayang padanya.
“Jangan ganggu aku, pergilah!”
Dayang itu pergi. Yuan yang kasihan terpaksa mendekatinya dan mengambil gelas dari tangannya. Arak itu lantas diteguknya.
“Yuan, pergilah! Biarkan aku sendiri.”
“Aku akan menemanimu. Malam ini, biarkan aku menemanimu.”
“Pergilah, kamu tidak bisa menggantikannya. Aku memerlukan suamiku bukan sahabatku,” ucapnya sambil meneguk arak.
“Apa kamu mencintainya?”
“Ya, aku mencintainya. Ah, sudahlah, tahu apa kamu soal cinta,” ucapnya yang membuat Yuan tersenyum kecut.
“Andai kamu tahu kalau aku sangat mencintaimu. Sejak dulu, aku sudah menahan perasaan ini dan di depanku kamu mengatakan mencintai lelaki lain. Ah, kalau kamu bisa melihat hatiku, aku yakin kamu akan sadar kalau cintaku lebih besar dari cintamu padanya,” batin Yuan sambil meneguk arak.
“Saat ini, dia pasti sangat bahagia.”
“Apa maksudmu?”
“Dia sangat mencintai wanita itu hingga membuatnya menentang peraturan istana. Walau dia tahu wanita itu tidak mencintainya, dia tidak peduli. Apa dia tidak bisa memperlakukanku seperti dia memperlakukan wanita itu?”
“Jangan pikirkan itu. Bukankah tujuanmu menikah dengannya hanya untuk menjadi ratu negeri ini? Lupakanlah dia dan fokuslah pada tujuanmu sebelumnya.”
“Andai aku bisa, aku akan melupakannya, tapi aku tidak bisa.”
Yuan menatapnya. Rasanya, dia ingin memeluknya, tetapi dia tidak punya keberanian untuk melakukan itu.
Sementara Li Jia tengah terbaring dalam pelukan Kaisar Wang Zhu. Lelaki itu tidak ingin melepaskan pelukannya. Napasnya yang terengah bisa dirasakan oleh Li Jia. Hujan deras tidak membuat peluh di wajah lelaki itu berkurang. Dia begitu puas, hingga membuatnya enggan melepaskan pelukannya.
“Istriku, terima kasih. Inilah saat yang aku tunggu, yaitu memilikimu tanpa penolakan. Aku sangat mencintaimu,” ucapnya sambil mengelus lembut pipi Li Jia yang memerah.
Li Jia hanya tersenyum. Senyum yang membuat Kaisar Wang Zhu kembali mengecup bibirnya dan merasakan kembali kehangatan tubuhnya.
Malam itu, Kaisar Wang Zhu tidak melepaskan Li Jia dari pelukannya. Hingga pagi menyapa, Li Jia masih ada dalam pelukannya.
Li Jia membuka matanya dan melihat Kaisar Wang Zhu tertidur sambil memeluknya. Sejenak, dia menatap wajah lelaki itu yang terlihat mirip dengan mendiang suaminya. Keduanya memiliki struktur wajah yang sama. Hidung yang mancung dengan alis tebal begitu mirip. Tulang pipi lelaki itu tampak kokoh hingga wajahnya terlihat tampan sempurna. Li Jia menatapnya seraya tersenyum karena mengingat mendiang suaminya.
“Andai saat ini kamu yang bersamaku, maka aku tak akan pernah bangkit dari ranjang ini dan membiarkan tubuhku dalam pelukmu,” batinnya sambil menundukan pandangannya.
“Kenapa kamu menunduk? Apa wajahku terlalu jelek hingga membuatmu selalu menunduk?” Sontak, Li Jia terkejut karena lelaki itu menatap lekat.
Li Jia lantas bangkit, tetapi tangannya diraih dan kembali dalam pelukan Kaisar Wang Zhu. “Apa kamu malu padaku? Kamu tahu, semalam aku sangat ….”
“Suamiku, bangkitlah. Segera bersihkan tubuhmu karena sekarang kamu harus menjalankan tugasmu sebagai raja. Bergegaslah,” ucap Li Jia sambil melepaskan tubuhnya dari pelukan lelaki itu.
Baru saja Li Jia bangkit, tubuhnya tiba-tiba dibopong lelaki itu. “Apa yang kamu lakukan? Cepat turunkan aku!” pinta Li Jia saat Kaisar Wang Zhu membopong tubuhnya sambil berputar, hingga membuatnya melingkarkan kedua tangan di leher lelaki itu. Sambil tertawa, Kaisar Wang Zhu terus berputar karena melihat Li Jia melingkarkan kedua tangan di lehernya.
“Suamiku, berhentilah,” ucap Li Jia. Lelaki itu kemudian berhenti berputar. “Turunkan aku, cepat!”
“Aku tidak mau. Aku ingin kamu menemaniku mandi,” ucapnya sambil berjalan menuju ke tempat pemandian.
“Kamu bukan anak kecil lagi. Masa aku harus menemanimu mandi?”
“Kenapa? Apa kamu masih malu padaku?” tanya Kaisar Wang Zhu yang membuat Li Jia menundukkan wajahnya. “Ayolah, jangan menundukkan wajahmu. Lihat aku.”
Li Jia mengangkat wajahnya. “Baiklah, tapi setelah itu kamu harus berjanji untuk menjadi raja yang baik. Aku tidak ingin kamu menjadi raja yang semena-mena karena aku tidak suka rakyat kita menderita,” ucap Li Jia tanpa kepura-puraan.
“Baiklah, aku berjanji. Asalkan kamu selalu ada di sisiku, apa pun akan aku lakukan untukmu,” ucap Kaisar Wang Zhu sambil mendudukan Li Jia di dalam bak mandi yang sudah terisi air hangat.
Li Jia tersenyum karena itulah yang dia inginkan. Dia akan mengendalikan Kaisar Wang Zhu walau dia harus mengorbankan tubuhnya, hati, dan juga perasaannya.
“Kemarilah, bukankah kamu ingin aku menemanimu mandi?” Li Jia mengulurkan tangannya ke arah lelaki itu.
Kaisar Wang Zhu tersenyum dan menerima uluran tangannya. Li Jia tertawa saat Kaisar Wang Zhu menyiraminya. Rambut panjangnya terurai basah. Sungguh, Kaisar Wang Zhu benar-benar bahagia saat melihat wanita yang dicintainya tertawa lepas di depannya.
Sementara Ratu Ling berharap pagi itu Kaisar Wang Zhu datang mengunjunginya, tetapi hingga menjelang siang lelaki itu tidak menampakkan diri. Dengan kesal, dia akhirnya menemui Kaisar Wang Zhu di kamarnya, tetapi lelaki itu tidak ada di kamarnya. “Apa aku harus ke sana?”
Dia akhirnya menuju ke kediaman Li Jia. Di depan pintu, langkahnya terhenti karena Dayang Lin sudah berdiri di depannya. “Aku ingin bertemu Li Jia. Katakan padanya kalau aku ingin bertemu.”
Dayang Lin mengangguk. Dia lantas menemui Li Jia. “Nyonya, Ratu Ling ingin bertemu,” ucap Dayang Lin dari balik pintu.
“Baiklah, aku akan menemuinya.”
“Nyonya, sepertinya dia terlihat gelisah. Mungkin saat ini dia sedang cemburu,” ucap Dayang Lin yang membuat Li Jia tersenyum sinis.
“Kita lihat saja, aku akan membuatnya tersiksa dengan kecemburuannya itu.”
Li Jia lantas menemuinya. Ratu Ling telah duduk. Li Jia lantas duduk di depannya tanpa memberi hormat.
“Apa kamu tidak menghargaiku sebagai ratu? Kenapa kamu tidak memberi hormat padaku?” tanya wanita itu marah.
Li Jia tersenyum sinis. “Untuk apa aku harus menunduk dan memberi hormat padamu? Bukankah, kita mempunyai status yang sama? Kita berdua adalah istrinya, jadi jangan mengharap penghormatan dariku,” ucap Li Jia yang membuatnya marah.
“Dasar wanita tidak tahu malu! Aku datang ke sini karena ingin menemuimu, tapi aku malah dihina seperti ini. Apa kamu sudah bosan hidup?”
Li Jia kembali tersenyum. “Kamu ingin menemuiku atau ingin mencari tahu tentang suamimu? Tenang saja, dia baik-baik saja. Semalam kami berdua …, ah, sudahlah aku rasa aku tidak perlu menjelaskannya padamu. Oh iya, kalau kamu ingin mencarinya, datang saja ke aula istana. Kalau dia tidak ada di sana berarti kembalilah ke sini karena dia pasti datang menemuiku lagi,” ucap Li Jia setengah berbisik seakan mengejeknya.
Ratu Ling terlihat marah. Dia lantas bangkit dan keluar tanpa mengatakan apa pun. Dia pergi ke aula istana, tetapi tidak menemukan Kaisar Wang Zhu di sana. Ucapan Li Jia kembali terngiang, hingga membuatnya berpikir kalau suaminya sedang bersama wanita itu.
Di dalam kamar dia berteriak histeris dan menghancurkn apa saja yang ada di dekatnya. “Dasar wanita iblis! Beraninya kamu melakukan ini padaku! Aku tidak akan memaafkanmu!”
Sementara Ratu Ling tengah diliputi marah dan cemburu, Li Jia kini tertawa lepas karena telah berhasil membuat wanita itu termakan ucapannya. “Aku akan lihat sejauh mana kamu akan bertahan. Aku akan membuatmu terluka seumur hidup karena rasa cintamu itu. Kalian berdua hanya akan merasakan kecewa karena keegoisan cinta kalian. Kalian akan merasakan bagaimana sakitnya apa yang pernah aku rasakan. Dan di saat itu tiba, kalian sudah terlambat untuk menyesalinya.”
Kini, dia tidak akan selemah dulu. Dia akan menjadi wanita yang mampu untuk menjaga dirinya sendiri. Dia akan tetap hidup walau hidupnya saat ini hanyalah sebuah sandiwara, tetapi itulah jalan terbaik yang mampu dijalani demi sang buah hati dan kekasih yang telah pergi.
Sementara di desa, putranya telah tumbuh menjadi anak yang berani dan kuat. Dia sangat lihai memainkan pedang kayu yang dipakai untuk latihan. Bersama Liang Yuwen, kedua bocah itu diasah untuk menjadi petarung sejati.
Liang Yi tidak hanya mengajarkan mereka ilmu beladiri, tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Semua yang pernah dipelajarinya diajarkan kembali kepada kedua bocah itu. Pangeran Wang Yi rupanya sangat cepat tanggap. Dia mampu menguasai semua ilmu dengan cepat.
Tak hanya itu, Liang Yuwen bahkan telah diwanti-wanti untuk menjaganya. Liang Yi membuat kedua bocah itu ibarat saudara. Mereka sangat dekat. Walau berbeda dua tahun, tetapi Liang Yuwen sangat perhatian dan melakukan apa yang diperintah oleh sang paman.
Sementara di istana, Li Jia duduk di halaman sambil memandangi langit malam. Malam itu, langit terlihat cerah dengan bintang yang bertaburan bak mutiara.
“Nyonya, masuklah. Di luar sangat dingin, nanti Nyonya bisa sakit,” ucap Dayang Lin sambil memakaikan selimut tebal di atas pundaknya.
“Tidak mengapa, aku sudah biasa seperti ini. Aku hanya ingin menikmati malam yang indah ini.”
Dia masih menatap langit dan tersenyum saat melihat bintang jatuh.
“Apa langit malam ini sangat kamu sukai hingga kedatanganku pun tidak kamu sadari?” Tiba-tiba Kaisar Wang Zhu sudah berdiri di belakangnya. Li Jia bangkit dan memberi hormat padanya.
“Maafkan aku karena tidak menyadari kedatanganmu,” ucapnya sambil menunduk.
“Istriku, bersikaplah seperti biasa. Jangan menganggapku sebagai Kaisar di tempat ini. Di sini, aku ingin diperlakukan sebagai suamimu bukan sebagai Kaisar,” ucap lelaki itu sambil mendekatinya.
“Baiklah, aku akan melakukan apa yang kamu minta. Di tempat ini, aku akan memperlakukanmu sebagai suamiku bukan sebagai Kaisar. Kalau begitu, apa boleh aku menanyakan sesuatu padamu?”
“Katakanlah.”
“Apa benar kamu telah memenjarakan Perdana Menteri Qing?”
“Apa itu mengganggumu? Aku tahu dia adalah salah satu pejabat yang sangat setia pada mendiang suamimu. Jadi, apa kamu ingin aku membebaskannya?”
Li Jia mengangguk.
“Baiklah, sekarang juga aku akan membebaskannya. Apa sekarang kamu senang?”
Li Jia mengangguk seraya tersenyum.
“Kalau begitu, apa boleh aku meminta hadiahku?”
“Baiklah, apa yang kamu minta?”
Lelaki itu meraih tangannya dan mengajaknya duduk. “Aku ingin mendengar tentang kisah hidupmu, masa kecilmu dan juga orang tuamu. Apa kamu keberatan?” tanya Kaisar Wang Zhu yang membuat Li Jia terkejut.
“Apa kamu ingin tahu masa laluku?”
Lelaki itu mengangguk. Li Jia tersenyum kecut saat lelaki itu ingin mendengar kisah hidupnya. “Untuk apa kamu ingin tahu masa laluku? Apa itu penting bagimu?”
“Itu sangat penting bagiku, karena aku tidak ingin mendengar dari orang lain tentang dirimu,” ucap Kaisar Wang Zhu yang membuat Li Jia harus membuka kembali masa lalunya.
Li Jia lantas menceritakan tentang masa kecilnya yang harus kehilangan orang tuanya karena dibunuh. Semua yang terjadi dalam hidupnya diceritakan pada lelaki itu. Kisah tentang perjuangannya mencari pembunuh orang tuanya dan penduduk desanya. Karena sebuah ramalan, dia harus menaggung penderitaan. Ramalan yang membuatnya menjadi ratu dari dua orang lelaki yang teramat sangat mencintainya.
“Kita memiliki kisah yang sama. Kita berdua tidak merasakan kasih sayang dari orang tua dan hidup terombang-ambing dengan takdir yang mempermainkan kita. Istriku, aku tidak ingin meminta lebih. Aku hanya menginginkan kasih sayangmu. Aku ingin merasakan kasih sayang yang sedari kecil tidak aku dapat dan aku ingin mendapatkannya darimu. Aku mohon, tetaplah ada di sisiku,” ucapnya yang kini menangis sambil memeluk wanita yang sangat dicintainya itu.
Li Jia hanya diam. Dia sadar, masa kecil Kaisar Wang Zhu sangat menyedihkan, tetapi dia tidak ingin bersimpati padanya.
Kaisar Wang Zhu melepaskan pelukannya. Li Jia menatap wajahnya yang basah dengan air mata. Untuk sesaat, dia merasa kasihan padanya, hingga membuatnya menghapus air mata di wajah lelaki itu. “Aku akan tetap ada di tempat ini. Aku tidak akan kemana-mana. Bukankah aku sekarang adalah istrimu?” ucap Li Jia yang berpura-pura simpati.
“Terima kasih, karena kamu bersedia menemaniku. Aku bahagia karena bisa memilikimu. Tetaplah seperti ini karena aku tidak tahu jika kamu pergi meninggalkanku.”
Lelaki itu tersenyum sambil merangkul Li Jia. Mereka kini memandang ke langit hitam. Tanpa mereka sadari, Ratu Ling sedang memerhatikan mereka. Dia merasa sakit hati karena diacuhkan. Sejak menikahi Li Jia, Kaisar Wang Zhu tidak pernah mengunjunginya. Tanpa berpikir, dia kemudian menemui mereka.
“Maaf, Yang Mulia. Ratu Ling ingin bertemu dengan Yang Mulia,” ucap Dayang Lin.
“Suruh dia kembali. Malam ini aku akan tidur di sini,” jawab Kaisar Wang Zhu terlihat acuh.
Mendengar ucapan Kaisar Wang Zhu membuat Ratu Ling mendatanginya. “Apa kamu sudah melupakan janjimu padaku?”
Kaisar Wang Zhu menatapnya tajam. Dia tidak percaya wanita itu berani mengganggunya. Dia lantas mendekatinya dan ingin menamparnya. Namun, Li Jia menahannya.
“Suamiku, jangan lakukan itu! Pergilah, aku tidak keberatan jika kamu menemaninya malam ini. Bagaimanapun, dia adalah istrimu. Ratu Ling, kembalilah, biar aku yang akan membujuknya,” ucap Li Jia yang membut Kaisar Wang Zhu luluh.
“Istriku, malam ini aku ingin bersamamu. Tak bisakah aku di sini malam ini?” tanya Kaisar Wang Zhu sambil memegang tangan Li jia.
“Pergilah, kapan pun pintu kamarku selalu terbuka untukmu. Aku hanya tidak ingin wanita itu membuat keributan di tempat ini. Jika kamu sudah selesai dengannya, datanglah padaku,” bisik Li Jia yang membuat lelaki itu benar-benar tidak ingin pergi meninggalkannya, tetapi permintaan Li jia bagaikan sebuah titah yang tidak bisa dia tolak.
“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, tapi sebelum itu birkan aku memelukmu sekali lagi.”
Lelaki itu kembali memeluknya dan mengecup lembut bibirnya. Ratu Ling akhirnya pergi dengan perasaan cemburu yang membuncah di hatinya.
Sekali lagi, Li Jia merasa menang karena telah berhasil membuat wanita itu cemburu. “Nikmatilah malammu bersamanya, tapi kamu hanya akan merasakan kekecewaan karena dia tidak mencintaimu. Teruslah mencoba untuk mengambilnya dariku, tapi aku tidak akan memberikannya padamu. Apa yang menjadi milikmu, akan segera menjadi milikku,” batin Li jia saat melihat Ratu Ling pergi dengan menahan cemburu.
“Nyonya, sepertinya ratu sangat cemburu pada Nyonya,” ucap Dayang Lin yang berdiri di sampingnya.
“Itu yang aku inginkan. Aku akan membuatnya menanggung rasa cemburu seumur hidupnya.”
Li Jia lantas masuk ke kamar. Di atas pembaringan, dia mengingat putranya. “Putraku, bersabarlah, Nak. Kita pasti akan bertemu lagi, Ibu janji,” batinnya dengan air mata yang jatuh di sudut matanya.
Kaisar Wang Zhu sangat marah saat Ratu Ling menemuinya di kediaman Li Jia. “Apa yang kamu pikirkan saat menemuiku di sana? Apa kamu tidak punya rasa malu?”
“Aku melakukannya karena aku marah. Kenapa kamu tidak pernah lagi datang mengunjungiku? Apa kamu lupa dengan janjimu padaku?” Wanita itu menangis. “Kamu bisa bersamanya walau dia tidak mencintaimu, tapi kenapa kamu tidak bisa bersamaku padahal aku sangat mencintaimu? Tidak bisakah kamu memperlakukanku seperti kamu memperlakukannya?” Tangisnya sambil memeluk Kaisar Wang Zhu.
Lelaki itu melepaskan pelukannya. “Aku tidak bisa melakukannya. Aku akan melakukan janjiku, tapi aku tidak bisa mencintaimu. Cintaku hanya untuknya dan aku tidak akan membaginya untuk wanita mana pun. Tidurlah, untuk malam ini aku akan tidur di kamarku.”
Kaisar Wang Zhu kemudian pergi tanpa peduli pada Ratu Ling yang menangis terisak. “Apa kamu pikir dia bisa dengan mudahnya menerima dirimu setelah apa yang sudah kita lakukan padanya?” tanya wanita itu yang membuat langkahnya terhenti.
“Apa kamu yakin dia benar-benar menerimamu setelah kita membunuh suaminya?”
“Tutup mulutmu! Bukankah kamu yang telah meracuni Wang Li?” ucap Kaisar Wang Zhu seraya mendekati wanita itu dan mencengkeram lehernya.
“Ya, aku yang meracuninya, tapi itu untuk kepentingan kita. Jika dia mati, kita bisa dapatkan apa yang menjadi tujuan kita, tapi berpikirlah yang waras apa wanita itu bisa dengan mudahnya menerimamu setelah …. ”
“Cukup!” Tangannya mencekik leher wanita itu hingga membuatnya kesulitan bernapas.
“Jangan pernah katakan itu padaku. Aku tak peduli walau dia menerimaku karena terpaksa. Aku tak peduli apa pun asalkan dia tetap ada di sisiku. Aku akan memberikan apa yang kamu inginkan, tapi jangan pernah mengatakan hal bodoh itu di depanku. Kalau tidak, aku akan menghabisi nyawamu!”
Kaisar Wang Zhu lantas meraih tubuh wanita itu ke dalam pelukannya dan melumat bibirnya kasar. Tak hanya itu, dia merobek baju yang dikenakan wanita itu hingga tubuhnya terlihat polos.
“Bukankah ini yang kamu inginkan?” Mata Kaisar Wang Zhu tampak merah menahan marah. Dengan kasarnya, dia mengempaskan tubuh Ratu Ling ke atas ranjang. Sebotol arak yang ada di atas meja kemudian diteguknya, hingga membuat jubahnya basah. Matanya liar menatap Ratu Ling yang menatapnya tanpa rasa takut.
Ucapan wanita itu rupanya telah membuat Kaisar Wang Zhu tersulut emosi. Dia begitu marah hingga membuatnya melakukan hal senekat itu.
Dia lantas melepaskan jubahnya dan menatap Ratu Ling dengan senyuman penuh kebencian. “Tidakkah kamu berpikir kalau sekarang kamu layaknya seorang selir?”
Wanita itu tampak marah dan ingin bangkit dari atas ranjang, tetapi terlambat karena tangan kekar Kaisar Wang Zhu kembali mengempaskan tubuhnya.
“Kenapa? Apa kamu marah karena aku menyebutmu selir? Apa kamu tidak sadar tindakanmu itu hanya pantas dilakukan seorang selir?”
“Pergi kamu dari sini! Aku bukan selirmu! Aku adalah istrimu. Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini!” ucapnya sambil menangis karena diperlakukan dengan kasar.
Lelaki itu tidak peduli. Dia mendekap tubuh wanita itu dengan kasar. Walau berontak, tetapi tangan kekar lelaki itu membuat Ratu Ling tidak berdaya.
Dengan gagahnya, Kaisar Wang Zhu menggerayangi tubuh Ratu Ling dengan kasar seperti seekor binatang. Ratu Ling tidak mengharapkan kejadian akan seperti itu. Dia menginginkan kelembutan lelaki itu yang membuatnya jatuh cinta, tetapi yang dia dapatkan malah perlakuan yang menghinakan dirinya.
Setelah puas, Kaisar Wang Zhu tampak tersenyum sinis dan memandangi Ratu Ling yang menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
“Bukankah ini yang kamu inginkan? Jangan pernah mengatakan apa pun tentang dia di depanku kalau kamu tidak ingin aku sakiti. Aku akan tahan dengan hinaan apa pun, tapi tidak untuknya. Di mataku, kamu hanya seperti seorang selir untuk pemuas hasratku. Apa kamu pikir, kamu sama dengannya? Bagiku, dialah ratuku dan kamu hanyalah seorang selir di mataku.”
Lelaki itu kemudian memakai jubahnya dan pergi meninggalkan Ratu Ling yang menangis di atas ranjang. Dia menuju ke kamar Li Jia. Hatinya masih diliputi rasa marah. Ucapan Ratu Ling tentang Li Jia yang berpura-pura menerimanya membuat dia mulai meragukan kesungguhan Li Jia padanya.
Lelaki itu masuk ke kamar dan mendekati tempat tidur di mana Li Jia sedang tidur. Tatapannya mengarah ke wajah cantik itu. “Apakah kamu hanya pura-pura menerimaku? Apakah kamu benar-benar membenciku karena telah membunuh suamimu?” batinnya sambil duduk di samping Li Jia.