Sejak kejadian malam itu, Kaisar Wang Zhu memperketat penjagaan di sekitar kediaman Li Jia. Dia tidak ingin hal serupa kembali terjadi. “Jangan biarkan siapa pun masuk ke tempat ini tanpa seizinku. Mulai sekarang, kalian harus lebih waspada!” ucapnya pada semua penjaga.
Tanpa sadar, Li Jia menangis. Kaisar Wang Zhu menatap wajahnya yang telah basah dengan air mata. “Kenapa kamu menangis?” tanya lelaki itu sambil menyeka air mata di wajah istrinya itu.
Li Jia tidak menjawab. Hanya tangisan yang terdengar hingga lelaki itu memeluknya. “Ada apa? Apa aku sudah membuatmu menangis?”
Li Jia menggeleng. Dia sedih karena merindukan mendiang suaminya. Dia sedih karena mengingat kebersamaan mereka di masa lalunya.
Kaisar Wang Zhu tidak lagi bertanya. Dia memeluk seraya mengelus lembut punggung istrinya itu. “Jangan menangis, kasihan bayi kita,” ucapnya lembut.
“Biarkan aku memelukmu sebentar. Lagipula, ini masih terlalu pagi. Aku masih mengantuk karena baru tertidur saat subuh tadi. Ah, ternyata kamu sangat cantik jika sedang tertidur hingga membuatku terus menatapmu.” Lelaki itu kembali memejamkan matanya dengan pelukan yang tidak ingin dilepaskan.
Li Jia hanya terdiam. Lelaki itu kembali membuka mata dan menatapnya. “Apa aku mengganggumu?”
“Sedikit, karena aku …. ” Tiba-tiba Li Jia bangkit karena rasa mual membuatnya ingin muntah.
Kaisar Wang Zhu tampak panik saat melihat istrinya mual tanpa henti. “Dayang Lin, cepat panggilkan tabib!” perintahnya.
“Tidak perlu, aku baik-baik saja,” ucap Li Jia sambil menyeka bibirnya.
“Apa maksudmu baik-baik saja? Lihat wajahmu itu, kamu pucat dan lemah,” ucap Kaisar Wang Zhu khawatir.
“Itu sudah biasa untuk wanita yang sedang mengandung,” jelasnya. Li Jia lantas meminta Dayang Lin untuk membawakannya buah kesemek dan melarangnya membawakan makanan apa pun padanya.
“Istriku, kalau kamu tidak makan lalu bagaimana dengan bayi kita?”
“Tenanglah, aku bisa makan ubi rebus. Rasa mual ini juga tidak akan berlangsung lama, hanya beberapa bulan saja aku pasti sudah bisa makan seperti biasa,” jelas Li Jia sambil menyandarkan tubuhnya.
Kaisar Wang Zhu lantas duduk di sampingnya. Dia begitu khawatir saat melihat keadaan istrinya yang lemah.
Dayang Lin membawakan buah kesemek. Lelaki itu lantas mengupasnya dan diberikan pada istrinya. Li Jia menyantapnya dengan lahap. Lelaki itu memandangi seraya tersenyum.
“Maaf, Yang Mulia. Ratu Ling ingin bertemu,” ucap Dayang Lin. Namun, Kaisar Wang Zhu memerintahkan untuk memintanya pergi.
Dayang Lin lantas menemui Ratu Ling dan memintanya untuk pergi, tetapi wanita itu menolak. “Katakan pada suamiku dan Nyonya kalian kalau aku ingin bertemu. Aku ingin menjelaskan kalau bukan aku yang melakukan perbuatan itu,” ucapnya memaksa.
“Ratu Ling, kembalilah. Kalau Kaisar sampai tahu keributan ini, Ratu sendiri yang akan mendapat masalah.” Wanita itu masih tidak peduli dan berusaha untuk menerobos masuk, hingga Kaisar Wang Zhu datang dan mengusirnya.
“Prajurit, cepat bawa Ratu kembali ke kamarnya! Aku tidak ingin istriku terganggu dengan ulahnya!”
“Suamiku, aku mohon. Aku ingin menjelaskan kalau aku tidak melakukan perbuatan keji itu. Aku ingin bertemu dengan Nyonya Wang. Biarkan aku bertemu dengannya,” ucapnya sambil berlutut di depan lelaki itu.
“Lihat apa kalian! Cepat bawa dia kembali ke kamarnya!” Kaisar Wang Zhu kembali ke kamar.
“Suamiku, aku mohon dengarkan penjelasanku,” teriak Ratu Ling sambil memohon, tetapi Kaisar Wang Zhu sama sekali tidak memedulikannya.
“Lepaskan Ratu!” Tiba-tiba Yuan datang dan berlari ke arah wanita itu.
“Ratu Ling, apa Anda baik-baik saja?” tanya Yuan sambil memegang bahu wanita itu.
“Yuan, aku …. ” Tiba-tiba saja wanita itu jatuh pingsan. Yuan lantas membawanya ke kamar. “Cepat, panggilkan tabib!”
Seorang tabib lantas memeriksa keadaannya. “Tuan, Ratu saat ini tengah mengandung.”
“Apa? Mengandung?”
“Benar, Tuan. Namun, kondisinya saat ini sangat lemah. Jika Ratu tidak cukup istirahat, aku khawatir bayinya tidak akan selamat,” jelas tabib itu. “Aku akan membuatkan ramuan obat untuknya,” ucap tabib itu. Dia lantas pergi.
“Yuan, apa yang terjadi padaku?” tanya Ratu Ling yang mulai sadar.
“Ratu tadi jatuh pingsan. Sekarang, minum ramuan obat ini dulu.” Lelaki itu meminumkan ramuan obat yang dibawa dayang.
“Kenapa kamu menemui mereka? Apa yang kamu pikirkan sampai-sampai memohon seperti itu di depan mereka?” tanya Yuan yang tampak marah.
“Aku hanya ingin dia percaya padaku dan menemuiku walau sekali saja. Aku juga ingin diperlakukan seperti dia memperlakukan wanita itu. Apa aku salah?”
“Kamu begitu mencintainya walau dia memperlakukanmu seperti itu. Kamu begitu mengharapkan kehadirannya walau dia tidak menginginkanmu. Apa hatimu tidak merasakan sakit karena penolakannya?”
“Sudahlah, jangan tambah lagi masalahku. Aku tidak peduli karena saat ini aku hanya ingin dia kembali padaku.”
“Kalau itu yang kamu inginkan, mungkin ini adalah kesempatanmu.”
“Apa maksudmu? Kesempatan apa?”
“Sekarang, kamu tengah mengandung anaknya,” ucap Yuan yang membuatnya terkejut.
“Apa maksudmu? Apa sekarang aku …?”
“Ya, sebaiknya kamu menjaga kesehatanmu dan juga bayimu. Berdoa saja, semoga bayi itu seorang putra agar kelak dia bisa menggantikan ayahnya menjadi raja,” ucap Yuan sambil bergegas pergi.
Tanpa disadarinya, Yuan pergi menemui Kaisar Wang Zhu.
“Biarkan aku menemui Kaisar. Ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan padanya,” ucapnya pada salah satu penjaga.
Seorang dayang lantas menemui Kaisar Wang Zhu dan memberitahukan perihal itu, tetapi lelaki itu kembali menolak. “Suruh dia kembali. Aku tidak ingin diganggu oleh siapa pun.”
“Suamiku, temuilah dia. Mungkin saja ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganmu. Jangan khawatir, aku di sini baik-baik saja,” ucap Li Jia. Lelaki itu akhirnya mengalah dan pergi menemui Yuan.
“Apa yang ingin kamu bicarakan denganku? Cepatlah, karena aku harus menemani istriku,” ucap Kaisar Wang Zhu.
“Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba hanya ingin memberitahukan kalau saat ini ratu sangat memerlukan kehadiran Yang Mulia.” Yuan menunduk saat mengatakan itu semua.
“Sudahlah, aku tidak ingin membicarakannya. Kalau hanya itu yang ingin kamu sampaikan, maka kembalilah.” Kaisar Wang Zhu kemudian bangkit dan bermaksud meninggalkan tempat itu.
“Ratu saat ini sedang mengandung anak Yang Mulia,” ucap Yuan. Seketika langkah Kaisar Wang Zhu terhenti.
“Apa maksud ucapanmu itu? Apa kamu ingin mempermainkanku?”
“Jika hamba mempermainkan Yang Mulia, maka hukumlah hamba, tapi hamba mohon sekali saja Yang Mulia mengunjungi ratu karena saat ini dia sedang sakit dan sangat merindukan Yang Mulia,” ucap Yuan memohon.
Sementara Ratu Ling merasa memiliki harapan dengan kehamilannya yang dianggap mampu membuat suaminya kembali perhatian padanya.
Berita kehamilannya ternyata tersebar begitu cepat hingga sampai di telinga Li Jia. “Suamiku, apa benar saat ini ratu tengah mengandung?” tanya Li Jia pada Kaisar Wang Zhu yang sementara menemaninya.
“Jangan dibahas! Itu tidak penting bagiku karena bagiku dirimu dan juga bayi kita adalah yang paling penting. Sudahlah, jangan membahasnya,” jawab Kaisar Wang Zhu seakan tidak suka jika Li Jia membicarakan tentang wanita itu.
Li Jia terdiam karena dia tahu sifat lelaki itu. Dia tahu, saat ini dirinyalah yang mendapat perhatian lebih darinya. Dan dia akan mengambil kesempatan itu untuk membuat ratu tersiksa.
Ratu Ling yang berharap dikunjungi oleh suaminya ternyata harus kecewa. Tak sekali pun lelaki itu datang mengunjunginya. Sebaliknya, Kaisar Wang Zhu selalau menemani Li Jia dan memberikan perhatian lebih padanya. Hingga perutnya membesar pun, lelaki itu masih belum datang mengunjunginya dan itu membuatnya marah dan cemburu.
Merasa diacuhkan, dia terpaksa memberanikan diri bertemu dengan Kaisar Wang Zhu. Dia tidak peduli jika kembali ditolak. Dia kemudian pergi ke kediaman Li Jia. “Biarkan aku masuk!” ucapnya pada pengawal yang berjaga di tempat itu.
“Maaf, Ratu. Kembalilah ke kamar karena Kaisar melarang siapa pun masuk ke tempat ini termasuk Ratu,” ucap penjaga yang tidak mengizinkannya masuk.
“Kalau begitu, katakan pada Nyonya Wang kalau aku ingin bertemu.”
“Tidak perlu! Kembalilah ke kamarmu karena suamimu tidak ada di sini. Dia sedang pergi berburu rusa untukku karena aku ingin memakan daging rusa dari hasil buruannya.” Tiba-tiba Li Jia datang dan berdiri di depannya.
Mendengar hal itu, Ratu Ling semakin cemburu. Tak sekali pun Kaisar Wang Zhu memperlakukannya seperti itu. Jangankan berburu untuknya, menatapnya saja lelaki itu enggan.
“Nyonya Wang, tidak bisakah kamu membiarkan Kaisar mengunjungiku? Aku juga istrinya dan sedang mengandung anaknya, sama sepertimu.”
“Aku tidak pernah melarangnya untuk mengunjungimu, tapi itu kemauanya sendiri. Seharusnya kamu berpikir, kenapa dia memperlakukanmu seperti itu. Itu karena dia sama sekali tidak mencintaimu. Pergilah! Jangan pernah datang ke sini dan merengek seperti wanita murahan. Jagalah martabatmu sebagai seorang ratu. Bukankah menjadi ratu negeri ini adalah keinginanmu? Maka bersikaplah sebagaimana seorang ratu. Apakah kamu tidak merasa malu padaku?” Setelah berkata seperti itu, Li Jia kemudian pergi.
Ratu Ling menatap Li Jia dengan penuh kebencian. “Dasar wanita licik! Apa kamu pikir aku tidak tahu sandiwaramu itu? Apa hatimu semudah itu bisa menerimanya yang nyatanya telah membunuh suamimu? Apa alasanmu untuk tetap ada di sini kalau bukan untuk merebut kembali takhta darinya?”
“Jadi benar apa yang aku katakan. Kamu melakukan semua ini karena ingin balas dendam. Iya, kan?”
Li Jia tersenyum sinis. “Kenapa? Apa kamu ingin membunuhku sama seperti kamu membunuh suamiku? Atau, kamu ingin memberitahu kaisar kalau aku hanya pura-pura mencintainya? Lakukan saja semaumu, tapi kamu tidak akan pernah berhasil memengaruhinya karena dia lebih memercayaiku daripada dirimu.”
Ratu Ling mengepalkan tangannya. Dia lantas menampar Li Jia hingga sudut bibirnya berdarah. “Ayo, tampar aku lagi. Bila perlu, bunuh saja aku dan kamu akan lihat kemarahan kaisar yang pasti akan membuatnya semakin membencimu,” ucap Li Jia yang membuat wanita itu berpikir dua kali.
Melihat Li Jia ditampar membuat Dayang Lin mendekati Ratu Ling dan menamparnya. “Jangan pernah menaruh tanganmu untuk Nyonya Wang karena aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya.”
Tidak terima ditampar seorang dayang membuatnya naik darah. Dengan emosi, dia ingin menampar Dayang Lin, tetapi tertahan karena Kaisar Wang Zhu tiba-tiba datang.
“Kenapa kamu ada di sini dan berani membuat keributan di tempat ini?” bentak Kaisar Wang Zhu. Dia lantas menghampiri Li Jia dan terkejut melihat darah di sudut bibir istrinya itu.
“Istriku, apa yang terjadi denganmu? Kenapa bibirmu berdarah seperti ini?” tanya Kaisar Wang Zhu sambil menyeka sudut bibir istrinya itu. Apalagi saat dia melihat pipi sebelah kiri istrinya yang memerah. “Apakah dia yang melakukan ini padamu?” tanya lelaki itu marah.
Dayang Lin lantas menceritakan semuanya. Mendengar hal itu, Kaisar Wang Zhu mmendekati Ratu Ling dan menamparnya. “Bukankah, aku sudah bilang jangan sekali-kali menyakiti istriku. Apa kamu ingin aku membunuhmu?” Lelaki itu lantas mengambil anak panah di punggungnya dan mengaitkannya di busur. Anak panah lantas diarahkan ke wanita itu
Ratu Ling ketakutan. Walau begitu, dia bergeming. “Ayo, panah saja aku dan puaskan kemarahanmu. Suatu saat, kamu pasti akan menyesal karena terlalu memercayainya. Dia sama sekali tidak mencintaimu. Apa kamu tidak sadari itu?”
“Tutup mulutmu!”
Kaisar Wang Zhu melesatkan anak panah dan melesat ke tiang ruangan itu. Dia lantas membuang busur dan mencekik leher wanita itu. “Aku tidak akan lagi memaafkanmu, matilah!” seru lelaki itu.
Cekikannya membuat wanita itu tidak bisa bernapas. Kedua tangannya memukul-mukul tangan Kaisar Wang Zhu, tetapi lelaki itu sudah terlampau marah.
“Yang Mulia, tolong ampunkan Ratu. Hamba mohon,” ucap Yuan yang tiba-tiba datang sambil berlutut di depannya.
“Pergi kamu dari sini! Kali ini aku tidak akan melepaskannya. Dia sudah membuatku marah.”
“Yang Mulia, hamba berjanji mulai saat ini, Ratu tidak akan lagi mengganggu Nyonya Wang. Tolong ampuni Ratu. Jika Ratu melakukan hal yang sama, maka hamba bersedia untuk dihukum.”
Kaisar Wang Zhu melepaskan tangannya dan mengempaskan tubuh wanita itu hingga termundur ke belakang.
“Aku akan mengampuninya, tapi sesuai janjimu. Jika dia berani berbuat hal ini lagi pada istriku, tidak hanya kamu, tapi aku juga akan menghukumnya dan kalian berdua akan aku bunuh!” ucap Kaisar Wang Zhu tegas.
“Terima kasih, Yang Mulia. Aku akan pastikan, Ratu tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,” ucap Yuan sambil berlutut.
Kaisar Wang Zhu kemudian mendekati Li Jia yang sedari tadi hanya melihat dua orang yang sangat dibencinya itu hampir saling membunuh. Di dalam hatinya, dia merasa puas karena telah membuat kedua orang itu saling membenci.
“Istriku, bibirmu tidak apa-apa, kan?” tanya Kaisar Wang Zhu sambil membopong Li Jia ke dalam kamar.
“Aku tidak apa-apa. Apa kamu berhasil membawakan rusa untukku?”
Lelaki itu mengangguk. “Aku sudah membawakan dua ekor rusa dan menyuruh dayang dapur untuk memasaknya untukmu. Apa kamu senang?”
Li Jia mengangguk seraya tersenyum. Kedua tangannya dirangkulkan di leher lelaki itu dan menyandarkan kepala di dadanya yang bidang.
Sementara Ratu Ling hanya bisa menangis karena perlakuan Kaisar Wang Zhu padanya. Yuan lantas membopongnya dan membawanya ke kamar. Wanita itu tidak menolak. Bahkan dia menyandarkan kepalanya di dada lelaki itu.
“Kamu dengar sendiri ‘kan tentang janji yang sudah aku buat dengannya? Jika kamu ingin membalas wanita itu, kamu harus kuat dan menahan perasaanmu. Apa karena kaisar hatimu bisa selemah ini? Putri Ling, ingatlah tujuanmu menjadi ratu. Apa kamu tidak malu dengan ayahmu?”
Wanita itu menatap Yuan dengan air mata.
“Jangan lagi kamu mengemis perhatinnya karena di hatinya tidak ada dirimu. Sadarlah dan cobalah untuk menerima kenyataan itu. Sekarang, tugasmu hanya untuk membesarkan anakmu dan jadikan dia untuk membalaskan dendammu.”
Ratu Ling menangis mendengar ucapan lelaki itu.
“Baiklah, tetaplah ada di sisiku. Aku akan ikuti semua ucapanmu. Aku tidak akan lagi mengemis perhatian darinya. Anak ini akan aku jaga dan kudidik untuk menjadi alat pembalasan dendamku. Lihat saja, anaknya sendiri nanti yang akan menghancurkannya,” ucapnya seraya menghapus air matanya.
“Nyonya, ada apa?”
“Cepat panggilkan tabib! Perutku sakit sekali. Cepatlah!”
Dayang Lin kemudian memerintahkan salah satu dayang untuk memanggil tabib. Sementara dirinya membantu Li Jia untuk berjalan, tetapi Li Jia tidak mampu. Di depan pintu, dia terbaring sambil memegang perutnya.
Kaisar Wang Zhu yang baru tiba terlihat panik saat melihat istrinya terbaring di depan pintu sambil menjerit kesakitan. “Istriku, ada apa?” tanya lelaki itu sambil mengangkat tubuh istrinya dan membaringkannya di atas tempat tidur.
Li Jia menjerit kesakitan sambil memegang perutnya. Melihatnya kesakitan membuat Kaisar Wang Zhu semakin panik. “Dayang Lin, ada apa dengan istriku?”
“Sepertinya, Nyonya akan segera melahirkan, tapi hari ini bukan waktunya karena kelahirannya masih harus beberapa hari lagi,” jelas Dayang Lin sambil menyeka keringat di dahi Li Jia.
Melihat istrinya menjerit kesakitan membuatnya tidak tahan. Dia kemudian menggenggam tangan istrinya itu. “Istriku, kumohon bertahanlah.”
“Yang Mulia, silakan tunggu di luar. Biar kami yang akan mengurus Nyonya,” ucap tabib wanita yang datang dengan beberapa perawat.
Kaisar Wang Zhu tidak ingin meninggalkan ruangan itu. Dia tidak kuasa melihat istrinya menahan sakit.
“Yang Mulia, percayalah pada kami. Kami akan mengurus Nyonya. Yang Mulia, tunggulah di luar,” ucap Dayang Lin yang berusaha meyakinkan rajanya itu.
Kaisar Wang Zhu terlihat gelisah. Dia begitu takut jika terjadi sesuatu pada istri dan anaknya. Rasa gelisah membuatnya mondar-mandir tak tentu arah.
Sementara Li Jia masih berusaha dalam kesakitan luar biasa. Walau ini bukan persalinan pertamanya, tetapi rasa sakitnya begitu membuatnya tak tahan hingga hampir membuatnya putus asa.
“Nyonya, bertahanlah,” ucap Dayang Lin sambil menggenggam tangannya.
Li Jia menangis karena tidak tahan dengan rasa sakit yang menderanya. Matanya mulai nanar hingga membuatnya semakin lemah. “Apa aku akan mati?” batinnya.
Melihat Li Jia yang terlihat lemah membuat semua perawat dan tabib khawatir. “Bagaimana ini. Jika Nyonya sampai tidak sadarkan diri, itu akan berakibat buruk pada bayinya.”
Dayang Lin berusaha untuk terus berbicara dengan Li Jia agar wanita itu tetap tersadar, tetapi Li Jia akhirnya tidak sadarkan diri.
Samar-samar, dia mendengar suara Dayang Lin memanggilnya, tetapi dia tidak mampu untuk menjawab. Antara sadar dan tidak, dia merasakan tubuhnya tidak bisa lagi digerakan.
“Nyonya, Anda baik-baik saja?” tanya Dayang Lin sambil menyeka air matanya.
Li Jia tersadar dan mengingat pertemuannya dengan suaminya. “Suamiku, aku akan bertahan. Terima kasih karena sudah datang mengunjungiku. Aku selalu mencintaimu,” batin Li Jia.
“Nyonya, bertahanlah. Aku mohon, tetaplah tersadar agar persalinan ini cepat selesai,” ucap Dayang Lin sambil mengelus kepala Li Jia. Wanita itu mengangguk dan merasakan kembali sakit di perutnya, hingga membuatnya kembali menjerit kesakitan.
Jeritan Li Jia diiringi suara tangisan bayi. Dia terbaring lemah setelah berhasil melahirkan seorang bayi perempuan.
Mendengar suara tangis bayi membuat Kaisar Wang Zhu membuka pintu dan mendapati seorang bayi dalam pelukan Dayang Lin. “Yang Mulia, Nyonya telah melahirkan seorang putri yang sangat cantik,” ucap Dayang Lin sambil menyerahkan bayi itu kepadanya.
Li Jia membuka matanya dan menanyakan bayinya. Kaisar Wang Zhu lantas membaringkan bayi itu di sampingnya.
Li Jia menantapnya seraya menitikkan air mata. Walau bayi itu adalah anak dari lelaki yang sudah membunuh suaminya, tetapi dia tidak bisa membenci bayi yang tidak berdosa itu.
“Bayi kita sangat cantik. Coba lihat wajahnya, tidakkah kamu berpikir kalau dia sangat mirip denganmu?” tanya Kaisar Wang Zhu. Li Jia mengangguk.
“Apa boleh aku menamainya Wang Jia?” tanya Kaisar Wang Zhu pada Li Jia. Wanita itu mengangguk.
“Tidurlah, biar aku yang menjaganya. Beristirahatlah agar kamu bisa cepat pulih,” ucap Kaisar Wang Zhu sambil menggenggam tangan Li Jia. Wanita itu lantas memejamkan matanya.
Kehadiran bayi mungil membuat hari-hari Kaisar Wang Zhu begitu bahagia. Kehadiran sang putri membuatnya ingin berlama-lama bersama putrinya itu.
Mendengar Li Jia telah melahirkan seorang putri membuat Ratu Ling sedikit berlega hati. Karena jika dia bisa melahirkan seorang putra, maka otomatis takhta akan turun pada putranya kelak.
Dua minggu setelah kelahiran Wang Jia, Ratu Ling melahirkan seorang putri yang membuatnya kecewa. Harapannya untuk mendapat seorang putra rupanya harus kandas. “Ratu, Tuan Putri sangat cantik,” ucap tabib wanita yang sementara menggendong bayi mungil itu.
Ratu Ling tidak peduli. Dia kecewa karena selama proses persalinan dirinya tidak ditunggui oleh kaisar sebagaimana lelaki itu menunggui Li Jia.
“Berikan bayi itu padaku,” ucap Yuan sambil mengambil bayi mungil itu dari pelukan tabib. Yuan tersenyum melihat bayi itu. “Lihatlah, wajahnya sangat cantik,” ucap Yuan sambil menunjukan bayi itu pada Ratu Ling, tetapi wanita itu memalingkan wajahnya.
“Kenapa kamu seperti itu? Lihatlah bayimu. Apa kamu tidak menyayanginya?”
Wanita itu terdiam. Ada rasa kecewa saat melihat bayi itu. Seharusnya dengan kehadirannya bisa membuat Kaisar Wang Zhu mengunjunginya, tetapi nyatanya itu tidak terjadi.