Putri Yuri menangis. Dia seakan tidak berarti apa-apa di depan ayah dan ibunya sendiri. Bahkan, dari kecil dia tidak diperkenankan untuk bertemu dengan ayahnya dan hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Rasa rindu dan ingin dimanja sang ayah sering membuatnya menangis dalam diam. “Apa nasibku harus seperti ini? Aku merindukanmu ayah. Aku ingin kamu memelukku sama seperti kamu memeluk gadis itu. Apa aku salah?” gumamnya sedih.
Untuk mencari perhatian ayah dan ibunya, Putri Yuri sering melakukan hal konyol. Dia sering keluar dari istana dan menghabiskan waktu di luar. Baginya, itu lebih menyenangkan daripada harus terkungkung di dalam istana. Namun, karena kejadian di mana dia membantah ibunya, dia dikurung di dalam kamar dan tidak diperkenankan untuk keluar dari kamarnya itu.
Sudah dua hari dia dikurung dan itu membuatnya bosan. Dengan segala cara, dia berusaha untuk keluar. Dan dia punya kesempatan itu saat dayang yang berjaga lengah. Dengan sembunyi-sembunyi, dia keluar dari kamar. Namun, salah satu dayang melihatnya. Mereka lantas mengejarnya.
Putri Yuri berlari menghindar dari kejaran para dayang. Dia berlari dengan tawa yang renyah. Rasanya menyenangkan jika melihat para dayang kewalahan karena mengejarnya. Namun, tawanya menghilang saat dirinya tak sengaja menabrak seseorang yang kini berdiri menatapnya. Putri Yuri berhenti dan menatap orang itu. Lelaki yang masih terlihat gagah dan tampan dengan jubah rajanya.
“Kenapa kamu berlarian di tempat ini? Memangnya, siapa yang mengejarmu?” tanya lelaki itu. Pandangannya kini tertuju pada beberapa dayang yang terlihat berlari dan berhenti di depannya.
“Maafkan kami, Yang Mulia. Kami tidak akan melakukannya lagi,” ucap seorang dayang sambil menunduk di depan Kaisar Wang Zhu. “Tuan Putri, ayo kembali ke kamarmu.” Dayang itu meraih tangan Putri Yuri, tetapi gadis itu menolak. Dia masih berdiri dan menatap ayahnya lekat.
“Tinggalkan aku! Aku ingin bicara dengan ayahku!”
Kaisar Wang Zhu menatapnya. Begitu pun dengan Putri Yuri yang kini menahan tangis.
“Ayah, tidakkah kamu merindukanku?” tanya Putri Yuri dengan air mata yang jatuh. Sungguh, dia tidak sanggup menahan kesedihan dan kegembiraan karena telah bertemu dengan ayahnya. Ayah yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari kejauhan.
Kaisar Wang Zhu hanya menatapnya dan tidak mengatakan apa pun. Dia lantas bergegas pergi.
“Ayah! Lihat aku! Apa Ayah juga tidak menginginkanku? Apa salahku hingga ayah dan ibu tidak peduli padaku?” Putri Yuri terisak. Kembali, dia harus menerima penolakan dari ayahnya sendiri.
Kaisar Wang Zhu tidak memedulikannya. Lelaki itu tetap melangkah pergi dan tidak melihatnya sama sekali. Putri Yuri terduduk dan menangis.
Melihat putrinya sendiri, Kaisar Wang Zhu menahan sedih. Bukannya dia tidak menyayangi Putri Yuri, tetapi dia belum mampu menerima gadis itu. Gadis yang mengingatkannya pada Ratu Ling yang sangat dibencinya.
“Andai kamu tidak lahir dari rahim wanita itu, ayah dengan senang hati akan menyayangimu. Karena ibumu, ayah terpaksa meninggalkanmu. Maafkan ayah,” batin Kaisar Wang Zhu sedih.
Putri Yuri masih menangis. Dia begitu terpukul dengan penolakan ayahnya. Saat dia akan berdiri, tiba-tiba Ratu Ling menghampirinya. Kembali, dia mendapat tamparan yang membuatnya termundur ke belakang.
“Bukankah aku sudah bilang untuk tidak keluar dari kamar. Apa kamu ingin membantah perintahku?”
Putri Yuri memegang pipinya. Air mata tak henti membasahi pipinya. Dia menatap ibunya dengan menahan amarah.
Melihat Putri Yuri menatapnya tajam, Ratu Ling tidak tinggal diam. Dia ingin menampar gadis itu lagi. Namun, dia terhenti saat Li Jia tiba-tiba datang.
“Apa yang kamu lakukan?” Li Jia mendekati Putri Yuri dan melindungi gadis itu dari tamparan ibunya. “Apa ini bentuk kasih sayangmu pada putrimu sendiri? Ratu Ling, apa kamu bisa sekejam itu pada putrimu sendiri?”
“Minggir kamu! Aku tidak butuh nasihatmu! Urus saja putrimu sendiri dan jangan ikut campur dengan urusanku!” Ratu Ling geram dengan sikap Li Jia. Dia lantas mendekati Putri Yuri, tetapi gadis itu mengelak dan berlindung di belakang Li Jia.
“Pergilah! Dia tidak ingin ikut denganmu. Aku akan membawanya ke kediamanku. Pergilah!” ucap Li Jia tegas. Namun, Ratu Ling tidak menggubrisnya.
“Prajurit, bawa Ratu Ling kembali ke kamarnya!” perintah Li Jia. Dua orang prajurit lantas membawanya. Walau menolak, tetapi wanita itu tidak bisa berkutik. Walau dia adalah ratu, tetapi kedudukan Li Jia lebih tinggi darinya karena itu adalah keputusan Kaisar Wang Zhu.
Li Jia menatap Putri Yuri yang menunduk di depannya. Dia lantas menyentuh pipi gadis itu. “Apa pipimu masih sakit?” tanya Li Jia lembut.
Putri Yuri mengangkat wajahnya dan melihat sosok wanita yang terlihat cantik dan lembut. Dia tertegun dengan senyum yang ditujukan padanya.
“Jangan bersedih karena perlakuan ibumu. Walau aku bukan ibumu, tapi aku akan berusaha untuk menjadi temanmu. Apa kamu keberatan?”
Putri Yuri menggeleng. Dia menitikkan air mata saat Li Jia mengatakan hal itu. Li Jia lantas memeluknya. Putri Yuri merasa nyaman saat berada dalam pelukannya. Pelukan seorang ibu yang begitu dia rindukan.
Li Jia sudah mengetahui perihal Putri Yuri yang diperlakukan tidak semestinya oleh ibunya sendiri. Walau gadis itu adalah anak dari musuhnya, tidak membuat Li Jia membencinya. Sebagai seorang wanita dan seorang ibu, dia tahu bagaimana perasaan gadis itu.
“Nyonya, terima kasih,” ucap Putri Yuri. Li Jia tersenyum sembari mengelus puncak kepalanya.
“Seorang ibu tidak akan membiarkan putrinya terluka. Dengan senang hati Ibu akan menjagamu. Kalau punya waktu, sering-seringlah mengunjungiku. Walau aku bukan ibumu, tapi mulai saat ini aku akan menganggapmu sebagai putriku. Jadi, kapan pun kamu membutuhkan bantuan, datanglah pada Ibu. Mengerti?”
Putri Yuri menunduk seraya mengangguk. Dia tidak sanggup menahan air mata yang sedari tadi jatuh. Li Jia lantas memeluknya. “Ibu akan membantumu agar ayahmu mau menerimamu. Maaf, jika Ibu terlambat membantumu.”
Putri Yuri memeluk Li Jia erat. Dia menangis dan tidak ingin melepaskan pelukannya. Rasanya begitu nyaman. Li Jia memahaminya. Dia mengelus lembut punggung gadis itu.
“Apa boleh aku memanggilmu ibu?” tanya Putri Yuri. Li Jia mengangguk.
“Kamu adalah putri dari suamiku dan itu berarti kamu juga putriku.”
Li Jia melepaskan pelukannya dan menatap wajah Putri Yuri yang basah dengan air mata. Li Jia menyeka pipi gadis itu seraya tersenyum.
“Apa kamu mau Ibu mempertemukanmu dengan kakakmu?” tanya Li Jia. Putri Yuri tampak bimbang. Namun, dia mengangguk. Kedua wanita itu lantas menemui Wang Jia.
Gadis cantik bermata biru itu sedang asyik memetik bunga di taman. Bunga-bunga yang bermekaran membuatnya tidak sabar untuk memetiknya dan meletakkannya di dalam sebuah vas.
Melihat ibunya datang, Wang Jia mendekatinya. Gadis itu tersenyum yang terlihat begitu manis. Wajahnya terlihat mirip dengan ibunya semasa muda. Putri Yuri tampak kagum dengan kecantikan gadis itu.
“Ibu.” Wang Jia merangkul tangan ibunya dan bermanja di rangkulan ibunya itu. “Siapa gadis itu, Bu?”
Li Jia tersenyum. “Dia adikmu.”
Wang Jia menatap Putti Yuri. Dia tidak terkejut karena dia sudah tahu kalau ayahnya memiliki putri selain dirinya. Namun, dia tidak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan adiknya itu secara langsung.
Wang Jia lantas mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Gadis itu tersenyum. Binar matanya tampak teduh. Seteduh lautan yang memancarkan kilauan dari pantulan cahaya matahari.
Putri Yuri tersenyum dan menerima uluran tangannya. Tak hanya itu, Wang Jia lantas memeluknya. “Aku senang karena memiliki seorang adik. Ayo, kita petik bunga-bunga itu. Ibu sangat menyukainya. Karena itu, aku memetiknya dan meletakkannya di vas.” Gadis itu lantas mengajak Putri Yuri ke taman. Mereka berdua begitu akrab. Li Jia tersenyum melihat keakraban mereka.
Walau membenci Ratu Ling, tidak membuat Li Jia membenci putri musuhnya itu. Dia tahu bagaimana keadaan gadis muda itu. Namun, dia menunggu waktu yang tepat untuk menarik perhatiannya.
Satu per satu milik Ratu Ling akan diambilnya. Lelaki yang dicintai, bahkan putri musuhnya itu akan diambilnya. Li Jia bertekad untuk mengambil apa yang dimiliki Ratu Ling dan membuatnya menyesal atas perbuatannya di masa lalu.
Putri Yuri sangat bahagia. Untuk sesaat, dia melupakan mesedihan yang selama ini bergelayut di hatinya. Dia merasa diterima setelah selama hidupnya selalu menerima penolakan.
Saat makan siang, Li Jia mengajak gadis itu untuk makan siang bersamanya. Bersama Wang Jia, ketiga wanita itu menikmati makan siang di kediamannya.
Li Jia memperlakukan kedua gadis itu dengan adil. Dia tidak membedakan keduanya. Putri Yuri begitu tersentuh saat melihat Li Jia memberikannya sepotong daging di atas mangkuknya.
“Makanlah,” ucap Li Jia seraya tersenyum.
Putri Yuri tersenyum seraya mengangguk. Baru kali ini, seseorang memerhatikannya. Rasanya, dia ingin menangis atas perhatian yang diberikan Li Jia dan kakaknya. Mereka begitu baik dan memperlakukannya dengan ramah.
“Ayah kalian tidak bisa ikut makan siang bersama karena ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Karena akan ada penerimaan calon pejabat istana, makanya dia sangat sibuk,” jelas Li Jia pada kedua gadis itu. Namun, tiba-tiba lelaki yang baru dibicarakan muncul di depan mereka.
“Suamiku, apa pekerjaanmu sudah selesai?” tanya Li Jia sambil mendekati suaminya itu.
“Belum. Ah, aku tidak ingin melewatkan makan siang dengan istri dan juga putriku,” jawabnya sambil merangkul istrinya itu. Sesaat, pandangannya tertuju pada Putri Yuri yang berdiri sambil menunduk.
“Apa kamu keberatan putriku ada di sini?” Li Jia lantas mendekati Putri Yuri dan meraih tangannya. “Bukankah, dia juga putriku. Apa dia harus …. ”
“Duduklah.” Kaisar Wang Zhu meraih tangan istrinya dan memintanya untuk duduk. Begitu pun dengan Putri Yuri.
“Dia boleh ada di sini. Selama kalian senang dan bahagia, aku tidak akan melarang apa pun yang kalian lakukan.”
Li Jia tersenyum dan mengangguk di depan Putri Yuri. Gadis itu menitikkan air mata. Untuk kali pertama, dia akan makan siang dengan ayahnya yang selama ini dia rindukan. Dia merasa telah menemukan keluarga yang selama ini begitu didambakan. Keluarga yang menyayanginya. Keluarga yang mencintainya.
Selesai makan siang, Kaisar Wang Zhu tidak langsung pergi. Dia masih ingin duduk bersama istrinya dan memerhatikan dua putrinya yang tampak tertawa akrab.
“Dia sangat cantik. Aku sudah berjanji padanya untuk membujukmu agar lebih memerhatikannya. Dia sangat merindukanmu,” ucap Li Jia yang masih menatap kedua gadis itu.
Kaisar Wang Zhu menatap istrinya dan melihat sosok yang sangat lembut. Sosok yang membuatnya luluh.
“Apa kamu tidak membencinya?”
Li Jia menatap suaminya itu. “Apa aku pantas membenci anak yang sama sekali tidak berdosa? Bagaimanapun, dia putrimu dan aku tidak ingin melihat mereka saling bermusuhan. Mereka adalah anak-anakmu. Karena itu, berilah kasih sayangmu pada mereka.”
Lelaki itu tersenyum. Dia mengangguk. Diraihnya tangan Li Jia dan mengajaknya menemui dua putrinya itu. Kaisar Wang Zhu mendekati kedua putrinya dan memeluk mereka.
Putri Yuri terkejut saat lelaki itu memeluknya. Dia terdiam dalam pelukan sang ayah yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.
“Maafkan, Ayah. Kalian berdua adalah putri-putriku yang sangat Ayah sayangi. Apa pun yang terjadi, kalian harus saling menyayangi dan saling menjaga.”
“Iya, Ayah. Aku bahagia karena memiliki seorang adik yang cantik. Jangan khawatir, kami akan saling menjaga dan menyayangi,” ucap Wang Jia sambil menggenggam tangan Putri Yuri.
Putri Yuri begitu tersentuh. Dia menggenggam erat tangan Wang Jia. Dia berjanji akan menyayangi dan menjaga gadis itu.
Kaisar Wang Zhu menatap Putri Yuri dan mengecup dahinya. “Maafkan Ayah karena sudah membuatmu menunggu lama. Ayah janji, mulai saat ini tidak akan meninggalkanmu lagi.”
Putri Yuri menangis dan memeluk lelaki itu. Tangisnya terdengar pilu. Tangisan yang ingin dicurahkan setelah sekian lama menangis dalam diam.
Sejak saat itu, Putri Yuri sering datang berkunjung di kediaman Li Jia. Dia begitu menyayangi wanita yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Begitu pun dengan Wang Jia yang sangat disayanginya. Kakak yang selalu membuatnya tersenyum. Kakak yang selalu ada di saat dia membutuhkan sandaran.
Ratu Ling yang mendengar kabar tentang kedekatan putrinya dengan Li Jia rupanya tidak tinggal diam. Dia tidak terima jika putrinya itu dekat dengan Li Jia. Bahkan, dia melarang putrinya untuk keluar dari kamarnya.
“Biarkan aku keluar! Aku ingin menemui ibuku!” teriak Putri Yuri sambil berusaha membuka pintu. Namun, teriakannya tidak digubris.
“Dia bukan ibumu. Akulah ibumu! Apa kamu ingin membangkang perintahku?” Ratu Ling tidak terima saat putrinya menyebut musuhnya sebagai ibunya.
“Dia ibuku! Dia menyayangiku dan aku pun menyayanginya. Kalau kamu ibuku, kamu tidak akan memperlakukanku seperti ini!”
Ratu Ling tidak tahan dengan ucapan putrinya yang begitu mengagungkan Li Jia. Dia lantas membuka pintu. “Seharusnya kamu tidak terlahir ke dunia. Kalau tahu kamu akan dekat dengannya, lebih baik aku tidak melahirkanmu ke dunia ini. Lebih baik kamu mati!”
Putri Yuri tersentak. Mendengar hal itu, hatinya terkoyak. Dia menitikkan air mata. “Kalau itu yang kamu inginkan, silakan bunuh aku! Aku tidak ingin hidup seperti ini. Ayo, bunuh aku!” Putri Yuri merasa putus asa. Dia lantas mengambil vas dan memecahkannya. Pecahan vas yang tidak terlalu besar kemudian diambil olehnya.
“Kalau kematianku dapat membuatmu tersenyum puas, maka aku akan melakukannya. Aku akan mati di depanmu!”
Putri Yuri mengiris pergelangan tangannya, hingga berdarah. Dia terduduk dengan wajah yang mulai memucat. Melihatnya lemah tak berdaya, Ratu Ling hanya diam. Dia tidak peduli dengan keadaan putrinya yang kini kesakitan. Putri Yuri hanya bisa melihat ibunya dengan air mata.
“Apa yang kamu lakukan?” Li Jia tiba-tiba datang dan mendekati Putri Yuri yang menatapnya dengan derai air mata.