Li Jia memerintahkan prajurit untuk membawa Putri Yuri ke kediamannya. Dia juga memerintahkan untuk memanggil tabib. Putri Yuri terbaring tak berdaya. Lengannya sudah dibalut dengan kain yang dibubuhi tanaman herbal.
Melihat putrinya dibawa pergi oleh Li Jia, Ratu Ling tampak marah. Dia tidak ingin melihat putrinya itu dekat dengan musuhnya. “Ini tidak bisa dibiarkan! Bagaimana bisa putriku sendiri dekat dengan musuhku. Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi.”
Ratu Ling lantas pergi menemui Li Jia. Dia ingin membawa kembali putrinya. Namun, Putri Yuri enggan ikut kedengannya.
“Apa kamu bodoh? Kenapa kamu lebih memihak dirinya daripada aku ibumu sendiri?”
“Kalau kamu ibuku, tidak mungkin kamu memperlakukanku seperti ini. Aku hanya ingin kasih sayang dan perhatianmu, tapi kamu tidak memberikannya. Bagiku, Nyonya Wang adalah ibuku,” ucap Putri Yuri sambil menggenggam tangan Li Jia.
Mendengar hal itu, Ratu Ling semakin tersulut emosi. Dia mengepalkan tangannya saat dirinya mendapat penolakan dari putrinya sendiri.
“Apa kamu tidak tahu siapa dia? Dia adalah wanita yng sudah mengambil ayahmu dariku. Dia juga yang membuat ayahmu tidak memedulikanmu. Apa kamu tidak menyadari itu?”
Putri Yuri terkejut, tetapi dia tidak ingin percaya dengan apa yang dikatakan ibunya. Dia menganggap kalau itu hanya untuk membuatnya ragu pada Li Jia.
“Apa kamu tidak percaya padaku? Apa perlu aku membuktikannya padamu?”
“Apa yang ingin kamu buktikan?” Ratu Ling terkejut saat Kaisar Wang Zhu tiba-tiba datang dan berdiri di depannya. Lelaki itu lantas menariknya dan membawanya keluar. “Apa kamu ingin putrimu tahu siapa kamu sebenarnya?”
“Apa maksudmu?”
“Apa kamu lupa dengan apa yang kita lakukan di masa lalu? Aku bahkan sudah melarang semua orang untuk membicarakan masa lalu kita dan dengan mudahnya kamu akan mengatakan hal itu di depan putrimu sendiri?”
Ratu Ling terdiam. Emosinya hampir saja membuatnya membuka keburukannya di masa lalu. Padahal, dengan kekuasaan yang dimiliki Kaisar Wang Zhu, lelaki itu telah membungkam seluruh negeri untuk tidak mengungkit tentang raja sebelumnya.
“Kalau begitu, katakan pada istrimu agar tidak mendekati putriku. Sudah cukup dia mengambilmu dariku dan aku tidak akan membiarkannya mengambil putriku dariku lagi. Mengerti!”
Ratu Ling kemudian pergi. Kaisar Wang Zhu lantas menemui Li Jia. Wanita itu begitu perhatian pada Putri Yuri. Bukan karena pura-pura, tetapi karena rasa simpati yang disebabkan perlakukan buruk oleh ibunya sendiri.
“Putriku, kembalilah ke kamarmu,” ucap Kaisar Wang Zhu pada Putri Yuri. Gadis itu lantas pergi.
“Sebaiknya, jangan terlalu memberikan perhatianmu pada Putri Yuri karena Ratu Ling sangat tidak menyukainya,” ucap Kaisar Wang Zhu pada Li Jia.
Li Jia hanya diam karena dia tahu kalau Ratu Ling sangat membencinya. Namun, kebencian wanita itu tidak lebih besar dari kebencian yang dia rasakan padanya.
Ratu Ling merasa terusik saat melihat kedekatan putrinya dengan Li Jia. Walau sudah berusaha untuk membuat putrinya membenci Li Jia, tetapi gadis itu tidak memercayainya. Bahkan, hubungan gadis itu dengan Li Jia semakin dekat.
“Ini tidak bisa dibiarkan!” gumam Ratu Ling kesal. Dia berusaha mencari cara agar putrinya itu menjauh dari Li Jia.
Sementara di halaman istana, banyak pemuda yang akan mengikuti ujian penerimaan pejabat baru. Keputusan Kaisar Wang Zhu untuk menerima pejabat tak hanya dari kalangan bangsawan dan pelajar saja. Akan tetapi dari semua kalangan.
Setelah melalui beberapa seleksi, kini yang tersisa hanya setengahnya saja. Itu pun mereka masih harus menjalani beberapa ujian lanjutan.
Setelah melalui banyak ujian, kini yang tertinggal hanya 35 orang saja, termasuk Pangeran Wang Yi dan Liang Yuwen. Mereka dengan mudah berhasil lolos hingga ujian akhir. Dan ujian kali ini adalah ujian yang akan menguji kekuatan fisik dan kemampuan strategi dalam bertarung.
Sepuluh orang sudah berdiri berjejer menghadap sasaran panah yang berjarak sekitar 100 meter di depan mereka. Di antara kesepuluh orang itu, Liang Yuwen termasuk salah satunya. Sementara Pangeran WangYi masih harus menunggu giliran berikutnya.
“Jika siapa berhasil menancapkan anak panah di dalam garis merah sebanyak tiga kali, maka dia akan lolos ke ujian selanjutnya,” ucap seorang lelaki yang menjadi juri di ujian kali ini.
Para peserta ujian mulai bersiap-siap. Liang Yuwen dengan lincahnya mengangkat busur yang sudah dikaitkan dengan anak panah. Tatapan matanya begitu tajam mengarah ke lingkaran merah. Setelah dirasa pas, dia kemudian melepaskan anak panah yang mendarat tepat di dalam lingkaran merah. Tak hanya satu, tetapi tiga anak panah berhasil tertancap di lingkaran merah, hingga membuatnya lolos ke ujian selanjutnya.
Pangeran Wang Yi menatapnya bangga. Liang Yuwen lantas tersenyum dan mendekatinya. “Kakak, berusahalah. Langkah kita hampir sampai,” ucap Liang Yuwen memberinya semangat.
Tiba saatnya bagi Pangeran Wang Yi untuk menunjukkan kehebatannya. Tatapannya lurus ke arah lingkaran merah sembari menarik anak panah yang sudah terkait di tali busur. Anak panah itu melesat menembus lingkaran merah, hingga membuat kayu yang dicat merah itu retak.
Semua orang menatap kagum padanya. Tak terkecuali Kaisar Wang Zhu yang menyaksikan secara diam-diam. “Siapa pemuda itu? Apakah hasil ujiannya memuaskan?” tanyanya pada salah satu juri yang berdiri di sampingnya.
“Dia bernama Lian. Dia sangat pintar dan hasil ujiannya sangat memuaskan. Tak hanya dia saja, tetapi adiknya yang bernama Liang Yuwen tak kalah hebat. Untuk saat ini, mereka berdua yang memegang skor tertinggi di antara semua peserta ujian lainnya.”
Kaisar Wang Zhu menatap mereka. Dia cukup kagum dengan kemampuan kedua pemuda itu. “Tetap perhatikan mereka. Kalau mereka lolos dalam ujian ini, maka aku akan menemui mereka langsung.”
“Baik, Yang Mulia.”
Kaisar Wang Zhu kemudian pergi. Melihat kemampuan kedua pemuda itu, dia sangat yakin kalau mereka akan mudah diterima menjadi pejabat istana.
“Baiklah, untuk ujian memanah hanya 15 orang yang berhasil. Menurut keputusan juri, kalian yang tidak lolos akan ditempatkan di bagian personalia istana. Sedangkan bagi yang lolos masih harus diuji karena Kaisar ingin menjadikan kalian sebagai pengawal pribadi sekaligus untuk menggantikan posisi panglima bagi prajurit tempur,” jelas salah satu juri. Penjelasannya membuat kelima belas orang itu tersenyum karena posisi panglima adalah posisi tertinggi untuk pejabat pemula.
“Kakak, kita harus berhasil mengalahkan mereka. Jika kita bisa mendapatkan posisi itu, maka dengan mudah kita bisa mengambil perhatian Kaisar,” bisik Liang Yuwen pada Pangeran Wang Yi. Pemuda itu mengangguk dan bertekad untuk bisa menjadi orang yang terpilih.
“Baiklah, aku akan membacakan nama-nama yang akan bertanding.”
Juri itu kemudian membacakan nama. Liang Yuwen mendapat lawan tanding yang cukup tangguh. Lelaki bertubuh tegap dengan badan yang kekar. Sementara Pangeran Wang Yi mendapat lawan tanding dari salah satu prajurit terbaik karena tidak adanya lawan tanding dari peserta lainnya untuk menjadi lawannya.
Satu per satu peserta mulai unjuk kebolehan. Semua kemampuan beladiri yang dipelajari akan diperagakan. Hingga tiba giliran Liang Yuwen yang akan berhadapan dengan pemuda yang memiliki ukuran tubuh dua kali lipat dari tubuhnya.
Pemuda itu menatap Liang Yuwen dengan tatapan merendahkan. Senyuman sinis terukir di wajahnya seiring bunyi gemeretak gigi geraham yang beradu. Liang Yuwen hanya tersenyum dan menatapnya tanpa rasa takut sedikit pun.
Kedua pemuda itu kini berhadapan. Pertarungan pun dimulai. Pemuda bertubuh besar itu dengan beringas maju menyerang Liang Yuwen. Tangannya begitu kuat dan kokoh mencari sasaran untuk mendarat di tubuh pemuda itu, tetapi kelincahan Liang Yuwen yang selalu menghindar membuatnya naik darah.
“Sialan! Pemuda ini hanya menghindar dari seranganku!” batinnya sambil terus menyerang, tetapi sia-sia karena dirinya yang kini menjadi sasaran pukul dari Liang Yuwen.
Liang Yuwen dengan lincahnya mampu mendaratkan pukulan tepat di dadanya hingga membuat pemuda itu terdorong ke belakang. Tak hanya itu, pemuda bertubuh kekar itu memuntahkan darah segar yang membuat semua orang memandangnya.
Melihat darah yang keluar dari mulutnya membuat pemuda itu geram. Dengan emosi yang menggebu, dia menyerang Liang Yuwen dengan membabi buta, tetapi dia tidak bisa menyentuhnya. Bahkan, dirinya yang selalu menjadi sasaran pukul dari Liang Yuwen.
“Cukup!” seru salah satu juri menghentikan pertarungan keduanya. Liang Yuwen menghentikan gerakannya dan kembali ke tempat duduknya.
“Pemuda itu hebat juga. Rupanya, dia mempunyai ilmu tenaga dalam yang cukup tangguh hingga membuat pemuda berbadan kekar itu termundur ke belakang dan memuntahkan darah segar,” batin salah satu juri yang sedari tadi memerhatikan pertarungan mereka.
Pemuda berbadan kekar itu ternyata tidak terima dengan kekalahannya. Dia menatap Liang Yuwen dengan rasa benci yang membuncah. “Sialan! Apa aku harus kalah dari pemuda kurus itu?” batinnya kesal.
Liang Yuwen yang sadar diperhatikan olehnya hanya pura-pura acuh, karena saat ini yang diperhatikannya adalah Pangeran Wang Yi yang sudah bersiap bertanding dengan salah seorang prajurit.
Mereka kini berdiri berhadap-hadapan. Prajurit itu tersenyum sinis ke arah Pangeran Wang Yi. Namun, dia hanya tersenyum dan mulai memasang kuda-kuda. “Majulah!”
Prajurit itu menyeringai dan mulai menyerang. Dia menyasar pukulan ke arah Pangeran Wang Yi, tetapi serangannya selalu ditangkis, hingga membuatnya marah. Tidak terima serangannya selalu gagal, dia lantas mengambil sebuah tongkat kayu dan menghantamkannya ke arah Pangeran Wang Yi.
Tongkat yang panjangnya hampir dua meter itu diarahkan ke kaki Pangeran Wang Yi, tetapi pemuda itu dengan gesit melompat dan menghindar. Belum sempat dia mendaratkan kakinya di tanah, prajurit itu mengarahkan tongkat ke punggungnya. Namun, tongkat itu dengan mudah berpindah tangan. Pangeran Wang Yi telah merebut tongkat itu dalam sekali gerakan.
Sontak, prajurit itu terperanjat. Apalagi saat Pangeran Wang Yi mengarahkan tongkat itu ke punggungnya. Dia tidak sempat menghindar. Satu pukulan mendarat di punggungnya. Tak hanya itu, tongkat kayu kembali menghantam kakinya hingga prajurit itu terduduk menahan rasa sakit yang berdenyut hebat.
Melihat lawannya tak berdaya, Pangeran Wang Yi mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi dengan satu kali lompatan. Kayu itu akan dihantamkan ke kepala prajurit itu. Melihatnya diserang, prajurit itu ketakutan dan tidak berdaya, hingga dia memilih mundur sambil menutupi kepala dengan kedua tangannya.
“Cukup!” seru salah seorang juri menghentikan pertarungan. Pangeran Wang Yi berhenti. Tongkat itu hampir mengenai kepala prajurit. Dia lantas membuang tongkat itu ke tanah. Dia kemudin bergabung dengan Liang Yuwen yang menyambutnya dengan pelukan.
Kedua pemuda itu telah menjadi perhatian karena ketangguhan mereka dalam bertarung. Tak hanya itu, mereka bahkan memiliki kecerdasan yang membuat semua peserta menjadi iri dan kagum.
Setelah melewati berbagai ujian, mereka akhirnya dinyatakan lulus. Mendengar kabar kelulusan mereka, Liang Yi tersenyum puas.
“Sykurlah. Kita semakin dekat dengan rencana yang sudah disiapkan. Pengawal Yue, lakukan tugasmu. Tidak lama lagi kita akan melakukan pemberontakan,” ucap Liang Yi tegas.
“Baik, Tuan.”
Setelah dinyatakan lulus, Liang Yuwen dan Pangeran Wang Yi diperkenankan tinggal di istana. Mereka akan dilantik oleh Kaisar Wang Zhu dan akan menerima titah serta penentuan jabatan yang akan diberikan pada mereka.
Di aula istana, suasana tampak ramai. Semua pejabat istana telah hadir. Begitu pun dengan pejabat baru.
Liang Yuwen dan Pangeran Wang Yi tampak gagah dengan jubah yang mereka kenakan. Semua pejabat baru berkumpul dan akan menerima titah dari Kaisar Wang Zhu.
Melihat pemuda-pemuda berbakat itu, Kaisar Wang Zhu tersenyum. Dia kagum dengan kegigihan mereka selama mengikuti ujian.
“Selamat karena kalian telah berhasil menjadi yang terpilih. Aku kagum dengan kalian,” ucap Kaisar Wang Zhu seraya tersenyum.
“Terima kasih, Yang Mulia,” ucap semua pejabat baru serempak. Mereka menunduk memberi hormat pada lelaki itu.
Pangeran Wang Yi menahan perasaannya yang kalut. Dia mengepalkan tangannya saat melihat Kaisar Wang Zhu yang sangat dibencinya. Karena lelaki itu, dia telah kehilangan ayah dan ibunya. Dengan sekuat tenaga, dia menahan amarah yang kian membuncah.
“Kakak, tenangkan dirimu. Tidak lama lagi, kita akan bertemu dengan bibi,” bisik Liang Yuwen padanya.
Mengingat ibunya, Pangeran Wang Yi merasa tenang. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Pangeran Wang Yi menatap Kaisar Wang Zhu lekat. Dia masih mengingat wajah lelaki itu. Lelaki yang pernah disayanginya semasa kecil. Namun, lelaki itu pula yang menghancurkan masa kecilnya.
Keputusan Kaisar Wang Zhu menetapkan kalau Pangeran Wang Yi akan menempati posisi sebagai panglima prajurit istana. Sedangkan Liang Yuwen akan menjadi wakilnya. Mereka berdua dirasa cocok untuk menempati posisi itu karena mereka memiliki kemampuan bertarung yang cukup mumpuni. Sebagai mantan jenderal, Kaisar Wang Zhu melihat kehebatan dan jiwa kepemimpinan pada kedua pemuda itu.
Selesai acara pelantikan, Pangeran Wang Yi dan Liang Yuwen akan ditempatkan di istana.
“Bersiaplah, kalian berdua akan menemui Kaisar di kediamannya,” ucap salah satu kasim saat mereka baru saja keluar dari aula istana.
Mendengar hal itu, Pangeran Wang Yi terkejut. Pasalnya, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ibunya. Setidaknya, dia ingin melihat ibunya sekali saja.
“Kakak, bersiaplah untuk bertemu dengan bibi.” Liang Yuwen menepuk pundak pemuda itu sekadar memberikan semangat untuknya.
Keduanya lantas dibawa ke kediaman Li Jia di mana Kaisar Wang Zhu sudah menunggu. Tak hanya dirinya, tetapi sang istri juga ada di sisinya. Mereka kini menatap dua orang pemuda yang berdiri di depan mereka.