Pendekar Cinta dan Dendam episode 55

Chapter 55 (The End)

Setibanya di gerbang Wilayah Utara, Liang Yuwen dan pasukannya dihadang oleh pasukan Wilayah Utara. Mereka melarang siapa pun masuk ke wilayah itu.

“Cepat serahkan Ratu Ling dan Yuan! Jika tidak, kami akan menyerang wilayah kalian!” seru Liang Yuwen di depan gerbang Wilayah Utara. Namun, seruannya tidak digubris.

Sementara Putri Yuri sudah dipersiapkan untuk menikah dengan putra mahkota kerajaan Zia. Dia telah bertekd untuk menerima pernikahan itu.

“Tuan Putri, di depan gerbang ada pasukan dari istana yang mencari Ratu Ling dan Tuan Yuan. Apa yang harus kita lakukan?” tanya salah seorang petinggi.

“Tuan Putri, apa kita akan menyerah begitu saja? Lalu, bagaimana dengan rencana ratu? Kita tidak bisa berada di bawah perintah ayahmu lagi karena dia sama sekali tidak peduli pada kami. Lagipula, sebentar lagi kaisar dan istrinya itu akan mati.”

“Apa maksudmu?” Putri Yuri terkejut dengan ucapan lelaki itu.

“Ratu akan membunuh mereka. Karena itu, kita harus bergabung dengan Kerajaan Zia saat terjadi peperangan nanti. Sekarang bersiaplah karena besok Putri akan dibawa ke Kerajaan Zia,” ucap lelaki setengah baya itu.

Putri Yuri terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka kalau rencana ibunya sudah terlalu jauh. “Ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak akan membiarkan ini terjadi!” gumamnya seraya bergegas meninggalkan tempat itu.

“Tuan Putri, Anda mau ke mana?”

“Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Apa kalian akan menjatuhkan darah dari orang-orang yang tidak bersalah? Apa kalian pikir bisa menang melawan Pangeran Wang Yi?”

Putri Yuri lantas menemui pemimpin pasukan, yaitu Liang Yuwen.

“Putri Yuri, serahkan Ratu Ling dan Yuan pada kami! Mereka telah melakukan pembunuhan terhadap raja sebelumnya. Jadi, serahkan mereka dan jangan memaksa kami untuk menggeledah wilayah kalian,” ucap Liang Yuwen tegas.

“Kalaupun kalian menggeledah, kalian tidak akan menemukan mereka di sini. Sebaiknya kamu kembali dan perketat penjagaan terhadap Ratu Li Jia dan Kaisar, karena ibuku sudah merencanakan untuk membunuh mereka.”

“Apa maksudmu?”

“Aku akan menyelesaikan semuanya. Wilayah Utara tidak akan pernah bergabung dengan Kerajaan Zia untuk memberontak pada kalian. Bagi Wilayah Utara, raja kami adalah Pangeran Wang Yi dan aku akan menerima pernikahan dengan putra mahkota Kerajaan Zia untuk meredam pertikaian ini. Katakan pada Pangeran Wang Yi bahwa aku sangat menyesal karena perbuatan ayah dan ibuku pada keluarganya. Aku akan menanggungnya dan mengorbankan diriku agar pertikaian ini tidak berlanjut.”

Putri Yuri menitikkan air mata. Dia menangis karena cintanya akan benar-benar pupus. Dia merasa sangat tidak pantas untuk menunjukkan wajahnya di depan Pangeran Wang Yi walau cintanya pada pemuda itu terlampau besar.

“Cepat! Pergilah dan beritahukan pada Pangeran Wang Yi untuk menjaga ibunya dan Kaisar. Aku berjanji tidak akan menginjakkan kakiku lagi di istana. Cepat, pergilah!”

“Apa aku bisa memercayaimu? Bagaimana kalau ….”

“Kamu bisa memercayaiku. Berikan cincin ini pada Pangeran Wang Yi. Katakan padanya kalau aku tidak akan pernah melupakannya.” Li Jia memberikan cincin giok yang pernah dibelikan Pangeran Wang Yi untuknya. Dia lantas pergi dengan membawa kesedihan yang teramat sangat.

Liang Yuwen lantas bergegas kembali ke istana. Dia harus cepat karena bisa saja Ratu Ling akan melakukan rencananya itu.

Sementara Li Jia dan putrinya masih menjaga dan menemani Kaisar Wang Zhu. Lelaki itu semakin melemah. Tatapan matanya begitu sendu. Dia hanya menatap Li Jia tanpa memalingkan tatapannya ke tempat lain.

“Istriku, tidurlah, malam semakin larut. Kenapa kamu masih terjaga?” tanya Kaisar Wang Zhu saat melihat Li Jia masih duduk sambil membelai lembut puncak kepala Wang Jia yang sudah tertidur.

“Aku belum mengantuk. Lalu, kenapa kamu sendiri belum tidur?”

“Aku tidak ingin memejamkan mataku karena aku ingin selalu melihatmu. Bisa saja malam ini adalah malam terakhirku melihatmu. Jadi, biarkan aku terjaga dan menatapmu saja.”

Li Jia hanya diam. Entah mengapa, dia tidak bisa memejamkan matanya. Rasanya, ada perasaan aneh yang sedaritadi mengganggunya.

Liang Yuwen yang baru tiba segera menemui Pangeran Wang Yi.

“Apa? Ratu Ling merencanakan untuk membunuh ibuku?”

“Benar. Menurut Putri Yuri, ibunya akan membunuh ibumu dan Kaisar. Karena itu, kita harus memperketat penjagaan di kediaman ibumu.”

Pangeran Wang Yi lantas bergegas menuju kediaman ibunya bersama Liang Yi dan Liang Yuwen serta beberapa prajurit lainnya. Namun, mereka terkejut saat melihat prajurit yang berjaga di depan ruangan itu telah tumbang. Mereka kemudian masuk ke dalam dan melihat Li Jia telah disandera oleh Yuan.

“Lepaskan ibuku!” seru Pangeran Wang Yi geram.

Ratu Ling tertawa saat melihat Pangeran Wang Yi ketakutan. “Seharusnya aku membunuhnya sejak dulu. Dengan begitu, aku tidak perlu mengalami hal buruk seperti ini. Apa kamu tahu kalau aku sangat membencinya? Dia telah membuat ayahmu mati karena menolak menjadikanku selir. Dia telah mengambil suamiku dan juga putriku. Tak hanya dia, tapi kamu juga telah membuat putriku membangkang karena dia terlalu mencintaimu. Tapi, tidak lagi karena dia sebentar lagi akan menjadi ratu Kerajaan Zia.”

Pangeran Wang Yi mengepalkan tangannya. Ibu dan juga adiknya telah disandera. Wang Jia ketakutan saat seorang lelaki berpakajan hitam menyanderanya dengan sebilah pedang yang diarahkan ke lehernya. Begitu pun dengan Li Jia yang tidak bisa berbuat apa-apa saat Yuan mengarahkan sebilah pisau di lehernya.

“Lepaskan mereka! Jangan sakiti mereka!” Kaisar Wang Zhu yang sudah tidak berdaya berusaha untuk mendekati Ratu Ling. Lelaki itu merangkak hingga sampai di kakinya.

“Kamu boleh membunuhku, tapi jangan membunuh mereka. Aku mohon,” pintanya mengiba.

Melihat lelaki yang dulunya gagah kini tak berdaya, Ratu Ling tertawa. Bahkan, dia dengan beringas menendang Kaisar Wang Zhu. Melihat ayahnya diperlakukan seperti itu, Wang Jia berteriak histeris. Dia menangis saat melihat ayahnya meringis kesakitan. “Jangan sakiti ayahku! Aku mohon!”

Lelaki yang menyandera Wang Jia lantas menamparnya. Gadis itu terduduk lemah dan ditarik paksa untuk berdiri kembali. Melihat hal itu, Pangeran Wang Yi semakin geram. Terlebih, saat melihat darah di sudut bibir adiknya itu.

“Kalian tidak akan bisa lolos dari tempat ini!” Pangeran Wang Yi lantas mengangkat busurnya dan mengarahkan anak panah ke arah Yuan. Begitu pun dengan Liang Yuwen. Dia mengarahkan anak panah ke arah lelaki yang menyandera Wang Jia.

Sementara Liang Yi, diam-diam siap mengarahkan jarum yang disembunyikan di sela telapak tangannya. Dia akan mengarahkan jarum itu ke arah punggung tangan lelaki yang menyandera Li Jia dan Wang Jia.

Kaisar Wang Zhu dengan sisa tenaga, dia bangkit. Melihat anak dan istrinya dalam bahaya, dia tidak tinggal diam.

Kaisar Wang Zhu menatap Ratu Ling dengan senyum sinis. “Kamu memang pantas dikasihani. Sampai kapan pun, kamu selalu kalah. Aku merasa kasihan karena Yuri memiliki ibu sepertimu. Aku sama sekali tidak mencintaimu karena aku hanya mencintai Li Jia. Apa karena itu kamu ingin menyakitinya? Bukankah aku sudah bilang kalau aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri kalau kamu menyakitinya?”

Ratu Ling terkejut saat melihat tatapan mata Kaisar Wang Zhu. Lelaki itu kini berdiri tegak dengan sebilah pedang di tangannya.

Para prajurit telah mengepung tempat itu. Namun, karena penyanderaan terhadap ratu, mereka tidak bisa melakukan apa pun. Mereka hanya menunggu perintah untuk menyerang.

Pangeran Wang Yi masih mengarahkan anak panah ke arah Yuan. Setelah melihat situasi yang tepat, Liang Yi pun memberi perintah, “Sekarang!” Liang Yi melesatkan dua jarum secara bersamaan. Dua jarum yang berlainan arah itu tepat mengenai punggung tangan Yuan dan lelaki yang menyandera Wang Jia. Sontak, pisau dan pedang di tangan mereka terlepas.

Li Jia lantas menarik tangan putrinya untuk menjauh, tetapi Ratu Ling tidak tinggal diam. Wanita itu mengambil pisau yang terjatuh dan berniat untuk menikam Li Jia. Namun, Kaisar Wang Zhu segera melindungi Li Jia dengan tubuhnya. Pisau di tangan Ratu Ling telah tertancap di perut lelaki itu.

“Ayah!” pekik Wang Jia saat melihat ayahnya telah ditikam. Sementara Ratu Ling menahan sakit saat salah satu prajurit berhasil memanah punggungnya. Wanita itu terduduk bersimbah darah.

Yuan yang sudah terkena panah dari Pangeran Wang Yi masih berusaha mendekati Ratu Ling. Lelaki itu merangkak ke arahnya. “Putri Ling, maafkan aku,” ucapnya yang terdengar lemah. Namun, wanita itu sudah tidak bernyawa.

Yuan terlihat marah. Diam-diam, dia mengambil pisau yang terselip di jubahnya. Dia lantas menyerang ke arah Li Jia, tetapi tubuhnya seketika tumbang. Liang Yi telah menebas punggungnya, hingga lelaki itu terkapar bersimbah darah.

Kaisar Wang Zhu terbaring di pangkuan Li Jia. Wang Jia tampak menangis saat melihat ayahnya terluka parah.

“Jangan menangisi ayahmu yang telah berdosa ini. Putriku, jagalah ibumu dan sayangilah kakakmu,” ucapnya pada Wang Jia. Gadis itu mengangguk seraya menangis.

Kaisar Wang Zhu menatap Pangeran Wang Yi. “Keponakanku, maafkan pamanmu ini. Paman terlalu mencintai ibumu sampai tega mengambilnya darimu dan ayahmu. Maafkan Paman.”

Pangeran Wang Yi hanya diam. Kaisar Wang Zhu memahami sikapnya itu.

“Li Jia, maafkan aku. Terima kasih karena selama ini sudah menemaniku dan memberikanku putri yang cantik. Walau aku tahu kamu tidak mencintaiku, tetapi aku selalu meyakini hatiku kalau kita saling mencintai.”

Lelaki itu tersenyum seakan menertawakan dirinya sendiri. Hampir 20 tahun dirinya hidup dalam kepura-puraan cinta yang diberikan Li Jia padanya. Namun, dia tetap mencintai Li Jia hingga saat ini.

Darah segar keluar dari mut Kaisar Wang Zhu. Wajahnya mulai memucat dengan genggaman tangan yang kian dingin. Li Jia menggenggam tangannya erat. Tak terasa, dia menitikkan air mata.

“Apa kamu menangis karena aku akan mati dengan tragis? Li Jia, apa kamu masih membenciku?”

Li Jia menunduk. Air matanya jatuh. “Ya, aku membencimu. Sangat membencimu. Walau kamu mati, aku tidak akan menangisimu, tapi kenapa aku tidak bisa melakukannya? Kenapa kamu masih bertahan denganku walau kamu tahu aku tidak mencintaimu? Kenapa kamu berkorban demi menyelamatkanku?”

Kaisar Wang Zhu tersenyum. Tangannya bergetar saat mencoba menyentuh pipi Li Jia yang basah dengan air mata. “Itu karena aku terlampau mencintaimu. Bersamamu aku bahagia. Bersamamu aku bisa merasakan kasih sayang dan cinta walau itu hanya pura-pura. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Jadi, lepaskan kepergianku dengan senyummu. Aku takkan mengelak dari kematian jika kamu tersenyum padaku.”

Kaisar Wang Zhu meringis saat dirinya sudah tidak mampu mengelak dari dewa maut yang sudah bersiap mencabut nyawanya. Rasanya begitu sakit, hingga membuat genggaman tangannya kian erat.

“Pergilah dengan tenang. Sesampainya di sana, maka minta maaflah pada Wang Li. Aku yakin, dia pasti akan memaafkanmu. Katakan padanya kalau aku dan putranya baik-baik saja.”

Kaisar Wang Zhu tersenyum saat melihat Li Jia tersenyum padanya. Air matanya jatuh seiring tarikan napas terakhirnya. Lelaki itu menatap Li Jia di saat dewa maut mengambil nyawanya.

Wang Jia menangis saat melihat ayahnya telah tiada. Li Jia menitikkan air mata seraya menutup kedua mata Kaisar Wang Zhu.

Para prajurit lantas mengangkat tubuh yang sudah kaku itu dan meletakkannya di atas tempat tidur. Sementara jasad Ratu Ling dan Yuan serta anak buahnya telah dipindahkan.

“Putraku, pergilah ke Wilayah Utara dan bawa Putri Yuri kembali. Ibu sudah menganggapnya seperti putri Ibu sendiri. Jangan biarkan dia menjadi korban dari keegoisan ibunya. Cepatlah, sebelum dia menjadi ratu Kerajaan Zia,” ucap Li Jia.

Pangeran Wang Yi mengangguk. Bersama Liang Yuwen dan pasukannya, mereka bergegas menuju Wilayah Utara.

Mereka tiba saat matahari mulai terbit. Pangeran Wang Yi memerintahkan untuk membuka gerbang. Dia lantas bergegas menemui Putri Yuri.

“Apa? Putri Yuri sudah pergi ke Kerajaan Zia?”

“Benar, Pangeran. Putri Yuri baru saja pergi.”

Pangeran Wang Yi lantas memacu kudanya dan mengejar Putri Yuri yang baru saja pergi dengan kereta menuju perbatasan antara Wilayah Utara dan Kerajaan Zia. Di perbatasan, dia melihat pasukan Wilayah Utara sudah bergabung dengan pasukan Kerajaan Zia. Sementara kereta yang membawa Putri Yuri sudah berada di wilayah Kerajaan Zia.

“Putri Yuri, berhenti!” seru Pangeran Wang Yi sambil memacu kudanya menembus pasukan Wilayah Utara dan Kerajaan Zia. Dia tidak sendiri. Pasukan yang dipimpin Liang Yuwen ikut bersamanya dan menjaga keselamatannya. Pasukan itu tidak sedikit. Bahkan, jumlah mereka lebih banyak dari jumlah pasukan gabungan.

Melihat kedatangan Pangeran Wang Yi, Putri Yuri berhenti. Dia melihat pemuda itu memacu kudanya dengan kencang. Pangeran Wang Yi semakin mendekat dan Putri Yuri terkejut saat pemuda itu meraihnya dan mendudukannya di atas kuda.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Aku tidak akan membiarkanmu menjadi milik siapa pun. Kamu harus bertanggung jawab atas dosa orang tuamu. Perintahkan pasukanmu untuk menyerah dan mengusir pasukan Kerajaan Zia untuk pergi dari sini. Cepat!”

Putri Yuri lantas memerintahkan pasukannya untuk bergabung dengan pasukan Liang Yuwen. Sontak saja, pasukan Kerajaan Zia kocar-kacir karena jumlah mereka tidak sebanding.

Setibanya di Wilayah Utara, Pangeran Wang Yi menghentikan laju kudanya. Putri Yuri yang sudah mengenakan jubah pengantin lantas diturunkan. Li Jia kemudian berlutut untuk memberi hormat. Melihatnya berlutut, semua pasukan dan penduduk Wilayah Utara melakukan hal yang sama.

“Pangeran, hukumlah aku, tapi jangan hukum rakyatku. Aku akan menanggung dosa ayah dan ibuku,” ucap Putri Yuri yang kini menitikkan air mata.

“Baguslah kalau kamu menyadari itu.”

Pangeran Wang Yi berdiri di depan semua penduduk Wilayah Utara. “Aku selaku raja akan mengampuni kesalahan kalian. Aku tidak ingin terjadi pertumpahan darah karena keegoisan. Aku akan membawa Putri Yuri kembali ke istana karena ayahnya telah wafat. Dan Ratu Ling juga telah tewas di tangan prajurit karena berusaha membunuh Kaisar.”

Putri Yuri menahan air mata saat mendengar hal itu. Walau membenci ibunya, tetapi sebagai seorang anak, dia masih menyayangi ibunya. Bahkan, kini dia menangis saat mengingat ayahnya yang belum lama ini mencurahkan kasih sayang padanya.

Mereka lantas kembali ke istana. Putri Yuri hanya diam saat Pangeran Wang Yi membawanya. Dia berusaha menahan tangis agar tidak terdengar oleh pemuda itu.

“Untuk apa menahan tangismu? Menangislah,” ucap Pangeran Wang Yi yang perlahan memeluknya.

“Kenapa kamu datang? Bukankah, kamu sangat membenciku?”

Pangeran Wang Yi hanya diam dan mengeratkan pelukannya.

Setibanya di istana, mereka lantas menemui Li Jia. Putri Yuri menangis saat wanita itu memeluknya. “Maafkan Ibu karena kamu selama ini telah menderita. Mulai saat ini, Ibu tidak akan membiarkanmu pergi lagi.” Gadis itu mengangguk.

Jasad Kaisar Wang Zhu lantas disemayamkan. Li Jia dan dua putrinya mengiringi pemakaman yang juga dihadiri seluruh pejabat istana. Sementara jasad Ratu Ling dan Yuan dikembalikan ke Wilayah Utara atas permintaan Putri Yuri.

Setelah melaksanakan seluruh upacara pemakaman untuk orang tuanya, Putri Yuri lantas menemui Li Jia. “Nyonya Wang, maafkan atas kesalahan ayah dan ibuku. Aku akan menjalani hukuman untuk menebus dosa mereka,” ucapnya tulus.

“Ya, kamu memang akan menebus dosa mereka,” ucap Pangeran Wang Yi yang baru saja datang. Melihatnya, Putri Yuri menunduk.

“Ibu, apakah persiapan untuk menerima calon ratu telah siap?” tanya pemuda itu. Putri Yuri tersentak. Namun, dia hanya diam karena baginya cintanya sudah tidak layak bagi pemuda itu.

Untuk menerima hukuman, Putri Yuri harus menjadi pelayan khusus untuk melayani Pangeran Wang Yi. Saat beberapa gadis yang digadang untuk menjadi ratu selanjutnya datang, hatinya begitu sakit.

Di sebuah ruangan, para gadis sedang berkumpul. Putri Yuri ditugaskan untuk membawakan mereka camilan dan minuman. Saat dirinya akan menuangkan teh ke dalam cangkir, tiba-tiba tangannya terkena cairan panas itu. Sontak, gadis itu menahan sakit. Namun, dia berusaha menahannya. Saat dirinya keluar dari ruangan itu, dia menangis sambil menatap tangannya yang memerah. Tak lama kemudian, para gadis itu pergi. Putri Yuri kembali ke ruangan untuk mengambil cangkir.

“Duduklah.”

Putri Yuri terkejut saat Pangeran Wang Yi tiba-tiba datang dan memerintahkannya untuk duduk.

“Apa kamu ingin dihukum lagi?” tanya pemuda itu saat Putri Yuri enggan menuruti perintahnya. Terpaksa, gadis itu pun duduk.

“Mana tanganmu?”

“Apa maksudmu?”

Pangeran Wang Yi lantas duduk di depan Putri Yuri dan meraih tangannya. “Bagaimana bisa kamu seceroboh itu? Apa kamu ingin membuatku terus mengkhawatirkanmu?”

Putri Yuri hanya diam. Namun, air matanya perlahan jatuh.

“Apakah cintamu masih sama padaku, ataukah kamu sudah membenciku?”

Putri Yuri menggeleng. “Tidak! Aku tidak membencimu. Aku ….”

“Aku juga mencintaimu.”

Putri Yuri terkejut. “Aku mencintaimu sejak melihatmu di jembatan waktu itu. Walau aku membenci orang tuamu, tapi aku tidak membencimu. Maafkan aku jika sudah membuatmu menunggu,” ucap Pangeran Wang Yi sambil mengenakan kembali cincin di jari manis gadis itu.

Putri Yuri terharu. Dia menangis karena bahagia. Begitu pun dengan Li Jia. Dirinya kini tengah menikmati embusan angin dan guguran bunga di padang bunga bersama seseorang yang masih mencintainya.

Liang Yi telah membangun sebuah rumah di padang bunga. Mereka akan menempati rumah itu sesuai dengan janji di masa lalu.

“Izinkan aku menjaga Li Jia. Aku berjanji akan membahagiakannya,” ucap Liang Yi di depan makam Lian. Embusan angin meniup lembut. Lelaki itu menggenggam tangan Li Jia erat karena dia yakin Lian dan Wang Li akan mengizinkannya untuk menjaga Li Jia hingga mereka dipertemukan kembali.

Perjalanan cinta yang begitu rumit dan menyakitkan kini berakhir bahagia. Liang Yi dan Li Jia telah bersama kembali. Mereka hidup bahagia dan tidak lama lagi akan menimang cucu dari pernikahan Pangeran Wang Yi dan Putri Yuri. Sementara Liang Yuwen begitu jatuh hati pada Wang Jia. Mereka baru saja menikah.

Wilayah Utara menjadi wilayah yang sangat loyal pada raja dan ratunya. Suasana negeri aman dan sentosa.

Pangeran Wang Yi telah mengikuti jejak sang ayah. Dia hanya memiliki seorang istri. Baginya, cintanya hanya untuk istrinya, bukan untuk wanita lain. Dan inilah akhir dari sebuah kisah perjalanan cinta yang berakhir bahagia.


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu."Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun.penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset