Pendekar Cinta dan Dendam episode 9

Chapter 9

Li Jia masih menemani Pangeran Wang Li yang belum mau beranjak dari tempat itu. Pangeran Wang Li seakan begitu menikmati setiap waktunya bersama Li Jia, tanpa mengetahui kalau sebenarnya gadis itu sudah mulai merasakan sakit di kakinya. Sementara Lian yang selalu memerhatikan majikannya itu terlihat mulai gelisah.

“Terima kasih karena kamu sudah menemaniku di sini,” ucap Pangeran Wang Li dengan tatapan yang begitu hangat.

“Tidak perlu berterima kasih. Untuk ada di sini saja itu sudah merupakan sebuah kehormatan bagiku,” jawab Li Jia. Bagaimana tidak, seorang penari dari Rumah Pelangi seperti dirinya kini duduk bersama seorang pangeran.

Pangeran Wang Li mengajak Li Jia menikmati pemandangan di taman. Tanaman bunga yang tertata apik membuat pemandangan di tempat itu sangat indah. Bunga yang mulai mekar mengundang kupu-kupu untuk menikmati serbuk sari, hingga membuat tempat itu layaknya taman surgawi.

“Aku harap kita bisa menikmati taman ini lagi bersama. Ah, tapi apa itu mungkin kita bisa melakukannya jika aku telah menjadi raja?” Pangeran Wang Li memetik satu tangkai bunga dan memberikannya pada Li Jia. Gadis itu lantas menerimanya dengan seuntai senyum di balik penutup wajah.

Pangeran Wang Li tampak menikmati kebersamaannya dengan Li Jia. Mereka berjalan bersama walau Li Jia berusaha menahan sakit di kakinya. Setelah puas berjalan-jalan, Pangeran Wang Li akhirnya memutuskan untuk kembali.

“Kembalilah ke kamarmu dan terima kasih karena sudah menemaniku. Aku akan meminta Liang Yi untuk memberikan hadiah padamu. Maaf, aku harus kembali melakukan tugasku. Li Jia, kalau aku memerlukanmu, apa kamu bersedia datang menemuiku lagi?” tanya Pangeran Wang Li dengan tatapan berharap.

“Aku pasti akan datang, Pangeran. Bukankah kita adalah teman?”

Pangeran Wang Li tersenyum dan mengangguk perlahan. “Baiklah, teman. Aku pergi dulu. Liang Yi akan mengantarmu kembali ke Rumah Pelangi.”

Li Jia menunduk saat pemuda itu pergi. Lian lantas menemuinya sementara Liang Yi harus menemani Pangeran Wang Li, tetapi pemuda itu sempat melihat ke arah Li Jia karena mengkhawatirkan kakinya. Lian lantas membawa Li Jia untuk beristirahat di kamar. Pemuda itu berjalan sambil memapahnya.

Setibanya di kamar, Li Jia duduk dan memgurut kakinya yang terasa ngilu karena memaksakan diri untuk berjalan.

Melihat Li Jia mengurut kakinya membuat Lian segera meraih kaki majikannya itu dan menempel daun herbal yang sengaja ditinggalkan Liang Yi tadi malam. Setelah dirasa cukup, Lian kemudian menutupi kaki gadis itu dengan kain dan mengikatnya. Li Jia menatap Lian yang begitu perhatian padanya. Tanpa diminta, Lian sudah tahu apa yang dibutuhkan olehnya. Karena itu, Li Jia sangat bersyukur dengan kehadiaran pemuda itu di sisinya.

“Terima kasih. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau tidak ada kamu di sisiku,” ucap Li Jia sambil memerhatikan tangan Lian yang sementara mengikat kain di kakinya itu.

“Jangan khawatir. Aku tidak akan pergi dari sisimu. Bukankah, aku sudah berjanji untuk tetap ada di sampingmu?” ujar Lian sambil menatap gadis itu. “Istirahatlah. Sebentar lagi kita akan kembali ke Rumah Pelangi.”

“Lian, terima kasih,” ucap Li Jia yang membuat pemuda itu tersenyum kepadanya.

Sementara Pangeran Wang Li sedang bersama dengan Liang Yi. Mereka berdua sudah bersahabat sejak masih kecil. Liang Yi adalah sahabat yang paling disayangi oleh Pangeran Wang Li. Walau mereka berbeda status, tetapi Pangeran Wang Li sangat mengaguminya karena sikapnya yang lebih dewasa dan selalu membantunya dalam hal apa pun.

Di saat Pangeran Wang Li bersedih karena kematian ibunya, Liang Yi-lah yang selalu menghiburnya. Di saat dia membutuhkan saran, Liang Yi-lah yang selalu dicarinya. Liang Yi bagaikan seorang kakak baginya. Karena itu, ketika sedang berdua saja, mereka selalu berbicara tidak formal layaknya kakak dan adik.

“Sepertinya aku akan sering-sering membawa gadis itu ke sini,” ucap Pangeran Wang Li dengan senyum yang terlihat menawan.

“Kenapa? Apa karena kamu menyukainya atau jangan-jangan kamu sudah melihat wajahnya dan jatuh cinta padanya?” tanya Liang Yi yang membuat Pangeran Wang Li tertawa lepas.

“Apa kamu pikir seorang pangeran sepertiku akan mudah untuk jatuh cinta? Kamu tahu ‘kan kalau seorang pangeran tidak bisa menikah dengan pilihannya sendiri. Apalagi gadis itu berasal dari tempat yang bagi semua orang adalah tempat hina,” ucapnya datar.

“Baiklah, aku percaya semua perkataanmu itu. Namun, aku ingatkan jangan sampai kamu jatuh cinta padanya karena jika sampai itu terjadi, maka kamu pasti akan terluka,” ucap Liang Yi yang mencoba mengingatkan sahabatnya itu.

“Tenanglah, aku akan selalu mengingat nasehatmu itu.”

Pangeran Wang Li rupanya mulai merasa akrab dan nyaman dengan Li Jia yang membuatnya ingin lebih dekat dengan gadis itu. Pangeran Wang Li sangat cepat menilai seseorang. Dengan sekali bertemu saja, dia bisa tahu kebaikan dan keburukan seseorang dari sikap dan tutur katanya. Dan Li Jia telah berhasil membuatnya yakin kalau gadis itu adalah gadis yang baik.

Sejak saat itu, mereka menjadi dekat. Setiap Pangeran Wang Li memintanya datang ke istana, Li Jia akan menyanggupinya.

“Li Jia, apa kamu tidak ingin keluar dari tempat itu?” tanya Pangeran Wang Li saat gadis itu datang ke istana.

Li Jia terdiam karena dia sadar Rumah Pelangi adalah rumahnya. Dia hidup seorang diri dan tidak punya rumah untuk pulang serta saudara untuk dikunjungi. Dia hanya seorang gadis yatim piatu yang berusaha mencari pembunuh kedua orang tuanya dan penduduk di desanya.

“Aku akan keluar dari tempat itu jika sudah menemukan apa yang aku cari.”

“Memangnya apa yang kamu cari?” tanya Liang Yi.

Li Jia menatapnya. “Apa aku harus mengatakannya padamu? Kalau aku bilang ingin mencari pembunuh orang tuaku apa kamu dan ayahmu akan membantuku?” Li Jia mengepalkan tangannya. Peristiwa masa lalu kembali menggores hatinya.

“Katakan saja. Aku dan ayahku pasti akan membantumu. Apa kamu tidak percaya pada kami?”

Li Jia tersenyum. “Entahlah. Rasanya terlalu sulit untuk percaya pada siapa pun. Ah, sudahlah.”

Liang Yi menatapnya. Dia merasa kalau gadis itu sedang menyembunyukan sesuatu.

“Apa kamu juga tidak percaya padaku?” tanya Pangeran Wang Li.

“Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya. Bukankah aku datang ke sini untuk menemani kalian?” Li Jia mengelak secara halus untuk tidak lagi membicarakan masalah itu.

“Apa kamu masih tidak ingin menunjukkan wajahmu itu pada kami ?” tanya Pangeran Wang Li mengalihkan pembicaran.

“Kenapa? Apa kalian masih penasaran dengan wajahku? Apa kalian masih mau bersahabat denganku kalau ternyata wajahku jelek? Atau, kalian mau setelah melihat wajahku, kalian akan bertengkar karena jatuh cinta padaku?” tanya Li Jia panjang lebar yang sontak saja membuat mereka tersenyum kecut.

“Apa ada orang yang pernah melihat wajahmu?” tanya Liang Yi penasaran.

“Tentu saja ada dan dia orang yang spesial bagiku,” jawab Li Jia santai, hingga membuat Pangeran Wang Li menatapnya.

Walau telah bersahabat, tetapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya pada mereka. Dia hanya ingin bersahabat tanpa ada beban. Dan juga, dia belum siap untuk menunjukkan wajahnya pada orang lain. Karena jauh di dalam hatinya, dia telah berjanji akan menyembunyikan wajahnya untuk semua orang, terkecuali untuk seseorang yang sudah membuatnya jatuh cinta dalam diam.

“Lian, apa menurutmu aku tidak adil karena tidak memperlihatkan wajahku pada mereka?” tanya Li Jia saat mereka dalam perjalanan pulang menuju Rumah Pelangi.

Lian tidak menjawab. Raut wajahnya terlihat gusar. Dia seakan tidak rela kalau wajah gadis itu diperlihatkan pada orang lain, tetapi dia tidak mungkin mengatakannya pada Li Jia karena dia tidak berhak untuk melarang.

“Lian, apa kamu tidak keberatan kalau wajahku dilihat orang lain?” tanya Li Jia kembali seakan ingin mendengar jawaban pemuda itu.

“Kenapa bertanya seperti itu padaku? Aku tidak punya hak untuk mengiakan atau melarang karena semua terserah padamu,” jawab Lian yang membuat Li Jia sedikit kecewa.

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan menunjukkan wajahku pada mereka saat pangeran mengundangku lagi ke istana,” ucap Li Jia yang membuat Lian tiba-tiba menghentikan kudanya dan dia pun memilih turun dari punggung kudanya itu.

“Kenapa kamu turun? Ayo naik!” seru Li Jia sambil memandangi pemuda itu, tetapi Lian tidak peduli dan terus berjalan di samping kuda.

“Lian, apa kamu marah padaku?” tanya Li Jia dengan suaranya yang terdengar sedih.

“Kenapa? Memangnya kalau aku memintamu untuk tidak memperlihatkan wajahmu pada orang lain, apa kamu akan melakukannya?” tanya Lian seakan dia sedang cemburu.

“Aku akan melakukannya kalau itu yang kamu inginkan. Aku tidak keberatan kalau selamanya harus menutup wajahku di depan orang lain. Aku tidak keberatan, asalkan kamu selalu ada di sampingku. Aku …. ” Li Jia terdiam sambil menahan tangis.

Mendengar perkataan gadis itu membuat Lian menghentikan langkahnya. Sejurus, dia memandangi gadis itu.

“Apa aku tidak pantas mencintaimu karena aku hanyalah seorang wanita penghibur?” tanya Li Jia sambil menangis, hingga membuat Lian naik kembali ke atas punggung kudanya.

“Maafkan aku. Jangan menangis, aku tidak ingin melihatmu menangis. Selama ini, aku diam-diam mencintaimu dan selalu menahan cemburu saat melihatmu menari di depan laki-laki lain, tetapi aku sadar tidak pantas untuk mencintaimu karena kamu ibarat bulan purnama yang mustahil untuk aku miliki,” bisik Lian lembut di belakang telinga Li Jia, hingga membuat gadis itu kembali menitikkan air mata.

Lian tidak menyangka kalau Li Jia merasakan hal yang sama dengannya. Walau dia berusaha untuk mengingkari perasaanya, tetapi nyatanya rasa itu semakin kuat hingga membuatnya harus menahan rasa cemburu.

“Aku sangat mencintaimu dan berharap kita meninggalkan Rumah Pelangi dan hidup bersama di padang bunga. Apakah kamu juga menginginkannya?” tanya Lian. Li Jia mengangguk pelan.

“Aku menginginkannya,” jawab Li Jia. Lian lantas memeluknya. Keduanya tampak bahagia.

Sejak saat itu, Lian menjadi orang yang spesial bagi Li Jia. Di depan orang mereka bersikap layaknya seorang majikan dan pengawal, tetapi di saat mereka sendiri, mereka tak sungkan-sungkan untuk bergandengan tangan atau bahkan saling melempar senyum layaknya orang yang sedang kasmaran.

Li Jia sangat mencintai pemuda itu. Entah mengapa, dia tidak ingin pemuda itu jauh dari pandangannya. Dia merasa tidak nyaman kalau pemuda itu jauh darinya. Dia merasa dimanjakan dengan kehadiran Lian yang selalu ada untuknya.

“Lian, berjanjilah padaku kalau kamu tidak akan pernah pergi dariku. Aku tidak tahu apa aku bisa hidup tanpamu,” ucap Li Jia sambil memeluk pemuda itu.

“Aku berjanji akan selalu ada di sisimu. Aku tidak akan pergi darimu dan selalu menjagamu,” jawab Lian sambil memeluknya erat. Di hatinya, hanya ada gadis itu. Di setiap ingatannya, hanya ada wajah gadis itu. Li Jia telah mengalihkan dunianya. Dia ingin membawanya dari Rumah Pelangi dan hidup bahagia bersama. Dia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan gadis yang sangat dicintainya. Dia ingin hidup lebih lama untuk bisa membuat gadis itu bahagia.

Begitu banyak khayalan bahagia yang terlintas di benaknya, hingga kadang membuatnya tersenyum. Begitu banyak impian yang ingin dibangun bersama Li Jia yang membuatnya lebih bersemangat.

Namun, terkadang dia merasa sangat cemburu ketika Li Jia harus menari di depan lelaki lain. Di saat seperti itu, dia memilih untuk memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin melihat tubuh wanita yang dicintainya itu meliuk-liuk di depan lelaki lain.

“Istirahatlah, kamu pasti lelah karena baru saja menari,” ucap Lian lembut.

Li Jia tersenyum. Walau lelah, tetapi saat melihat Lian semua rasa lelah itu seketika musnah. Melihat Lian yang ada di sisinya sudah cukup untuk membuatnya bersemangat kembali.

“Nyonya, apa boleh aku keluar sebentar? Aku ingin jalan-jalan di luar,” pinta Li Jia pada Yi Wei.

“Baiklah, tapi jangan lama-lama. Li Jia, hati-hatilah jangan sampai ada yang mengenalimu.”

“Baik, Nyonya. Aku akan hati-hati.”

Dengan menunggangi seekor kuda, Li Jia dan Lian menyusuri jalan-jalan kota. Gadis itu terlihat bahagia karena bisa keluar bersama Lian. Dia ingin menikmati waktunya bersama pemuda itu.

Di padang bunga, mereka berhenti. Setelah menurunkan Li Jia dari atas kuda, Lian meraih tangan kekasihnya itu dan mengajaknya duduk di atas batu. Padang bunga yang terlihat sunyi masih sama seperti saat terakhir mereka ke sana. Indah dengan aroma semerbak bunga tercium begitu wangi yang menggelitik hidung mereka.

“Aku pasti akan sering-sering mengajakmu ke sini. Bahkan kalau kamu mau, aku akan membangun sebuah rumah untuk kita di sini,” ucap Lian sambil mengeratkan pelukannya.

Li Jia tersenyum mendengar ucapan kekasihnya itu. Perlahan, dia membalikkan tubuhnya dan menatap wajah kekasihnya itu. Sorot mata sebiru lautan membuat Lian tak bisa berpaling. Perlahan, Lian mendekatkan wajahnya dan mencium mesra kening gadis itu. “Aku mencintaimu,” ucap Lian yang membuat Li Jia memeluknya erat.

Di depan kekasihnya itu, Li Jia tidak ragu untuk memperlihatkan wajahnya. Dia seakan bangga bisa menunjukkan wajah cantiknya untuk kekasihnya itu. Bahkan, dengan indahnya dia menari di depan kekasihnya di antara bunga-bunga. Di atas batu tempat Lian duduk, dia bisa menikmati kecantikan wajah dan keindahan tarian yang sengaja Li Jia persembahkan untuknya.

Lian tersenyum bahagia melihat gadis itu menari untuknya. Sesaat, khayalan indah mulai bermain di benaknya. Suatu saat nanti, dia akan melihat Li Jia menunggunya pulang sambil berdiri di depan rumah yang akan dibangun untuk keluarga mereka kelak. Dia akan melihat anak-anak mereka bermain dengan ceria di antara bunga-bunga. Dia ingin menghabiskan hari tuanya di tempat ini bersama Li Jia. Perlahan, sebuah senyuman terukir di sudut bibirnya. Betapa semua khayalan itu telah membuatnya tersenyum bahagia.

Li Jia mendekati Lian yang masih duduk memandanginya tanpa kedip. Diraihnya tangan kekasihnya itu dan diajaknya untuk menari. Mereka terlihat bagaikan sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Melihat senyum di wajah Li Jia membuat Lian kembali memeluk gadis itu. Dia seakan tidak ingin melepaskan pelukannya. Melihat sikap Lian, Li Jia pun membalas pelukannya dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang kekasihnya itu.

“Aku berharap, selamanya kita akan seperti ini,” ucap Lian lembut hingga membuat Li Jia mengangguk dan mengeratkan pelukannya. Li Jia menenggelamkan tubuhnya dalam dekapan tubuh Lian yang kekar. Rambut panjangnya terurai karena embusan angin yang bertiup. Sesaat, mereka hanyut dalam pelukan hingga mereka tersadar kalau sudah waktunya untuk kembali.

“Kita harus segera kembali,” ucap Lian. Li Jia seakan tidak ingin pergi. Dia masih ingin berada di tempat itu. Karena kecewa, Li Jia melepaskan pelukannya dan berjalan meninggalkan Lian. Melihat tingkahnya, Lian kemudian mengikutinya dan meraih tubuh gadis itu dalam bopongannya.

“Jangan marah. Aku akan membawamu ke sini lagi, aku janji,” ucap Lian sambil membawa Li Jia dan mencium keningnya dengan mesra. Li Jia tersenyum sambil melingkarkan kedua tangannya di leher kekasihnya itu.

Hari itu adalah hari yang membahagiakan bagi mereka. Keduanya bisa melepaskan perasaan cinta yang selama ini terpendam. Mereka bebas berpelukan tanpa harus takut dilihat orang. Dan berharap kebersamaan mereka suatu hari nanti akan berakhir bahagia.


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu. "Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun. penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset