Pengantin Berdarah Episode 3

Part 3

“Ndiiii, Andiii!” Suaranya sedikit aneh. Aku menengok keluar tapi nggak ada suara apapun.

“Nggak usah keluar,” kata Ibu. Aku pun menuruti dan memilih salat subuh berjamaah. Selesai itu aku pamit mau tidur, sementara Ibu mengaji, suara wanita itu makin kuat di kamar.

“Ndii, kembalikan cincin itu, atau ibu kamu jadi taruhannya,” kata suara wanita itu, jelas sekali, ternyata seorang gadis muda, tapi aku tidak mengenalnya.

“Ka-kamu siapa? mau apa?” tanyaku gugup, hampir kencing di celana.

“Bawa kembali cincin yang sudah diambil Rusdi ke tempatnya semula!”

Tiba-tiba aku seperti tidak sadar, tapi aku seperti dibawa ke suatu tempat, gelap dan sepi. Ada beberapa monyet bergantungan, aku terus dibawa ke ujung lorong. Ada meja penuh sesajen, dan seorang wanita tua dengan tembakau di bibirnya menatapku.

“Mana cincinnya?” Suaranya persis seperti Wina saat kerasukan kemarin.

“Mana! Berani kamu mengantar nyawa ke sini?”

“Dia tidak tahu apa-apa. Yang mengambil cincin pun bukan dia. Tetapi lelaki yang ada di rumah sakit itu!” jawab sang gadis.

“Aku tahu bocah keparat! Tapi dia menyimpannya dan tidak mau mengembalikannya padaku!”

Gadis itu memberi isyarat kalau aku disuruh mengeluarkan cincin yang dari Rusdi. Saat kubuka kotak, tempat itu mendadak terang sekali, dan aku bisa melihat makhluk yang beraneka ragam wujudnya. Wanita tua itu pun langsung tunduk dan seperti menyembah kepadaku.

“Kami siap melayanimu, Tuan,” kata si wanita tua itu, tanpa berani menatapku.

“A-apa-apaan ini! Kamu siapa? Aku bukan tuanmu!” teriakku.

Semua makhluk yang bisa kulihat, mereka pun ikut menyembahku, hanya gadis muda itu yang tampak tidak suka.

“Kembalikan cincin itu! Maka kamu akan terbebas dari perjanjian darah ini,” katanya.

“Kami siap melayanimu, Tuan. Dunia ada dalam genggamanmu. Hanya Tuan yang bisa membuat kotak cincin itu bercahaya,” ucap wanita tadi. Mendadak di hadapanku seperti ada layar terlhat, uang dan emas di mana-mana. Dan wanita tua itu katakan aku adalah pemiliknya.

“Kembalikan cincin itu, Ndi. Sebelum terlambat. Taruh sekarang dan pergi!” katanya dengan tegas, tapi sisi hatiku yang lain mengatakan, aku harus memiliki cincin itu, apa pun resikonya.

“Aku hanya bisa menemanimu sampai sini, kamu milik mereka sekarang.” Gadis itu pergi, aku hanya diam. Dan semua tampak gelap kembali, aku pun tertidur.

Jam enam aku bangun dan bersiap berangkat kerja. Hari ini pas Sabtu aku gajian, sebagai karyawan pabrik dengan gaji dua minggu sekali, tentu hari gajian menjadi momen yang menyenangkan.

Kerja seperti biasanya, sebagai mekanik, kalau tidak ada alat yang dibetulkan ya diam nggak ada kerjaan. Entah kenapa, hari ini sepertinya tidak ada yang memberiku pekerjaan. Sepertinya semua orang takut atau segan denganku.

Saat menerima gaji pun rasanya aneh, amplopku terlihat lebih tebal dari biasanya. Saat kuhitung ternyata tiga kali lipat dari biasanya, aku pun diam saja. Baru mau melangkah, salah satu teman operator memberiku undangan pernikahan.

“Ndi, besok datang ya, aku tunggu.”

Saat mendengar kata pernikahan, darahku seperti berdesir, seakan alirannya terhenti dan aku linglung. Cepat cari pegangan dan mengiyakan undangannya. Rasa-rasanya aku ingin cepat pagi dan menghadiri pernikahan mereka.

Jika habis gajian biasanya aku akan jalan-jalan, kali ini tidak. Aku hanya tidur di kamar dan berharap cepat pagi. Rasanya ada yang salah, aku seharian ini seperti enggan salat. Bahkan saat ditanya Ibu, aku berbohong bilang sudah salat.

Jam delapan, datang tamu, seorang perempuan. Aku ingat wajahnya, gadis yang ada di mimpiku semalam.

“Masih ingat aku?” sapanya.

“Iya, gadis dalam mimpi.”

“Andi, kamu laki-laki pilihan mereka. Pertimbangkanlah, kamu masih punya nurani, jangan biarkan dirimu tersesat lebih jauh.”

“Maksud kamu apa?”

“Ayolah, sehari ini kamu salat nggak? Selama ini kamu tidak pernah tinggalkan salat kan? Dan besok, kamu tidak tahan menunggu besok kan?”

“Kok kamu tahu?”

“Cincin itu kamu peroleh dari kematian pengantin dan dendam sang laki-laki. Kalau kamu bersekutu dengan mereka, maka kamu akan mencari pengantin-pengantin lainnya untuk membalas dendam!”

Ega nama wanita itu, dia memiliki kekuatan supranatural. Bisa melihat hal-hal ghaib, dan dia sudah mengamati apa yang dilakukan sepupunya, Bayu, suaminya Wina. Yang akhirnya bisa membuatnya melihat ke cincin yang aku pegang.

Aku membenarkan ucapan Ega, tapi ada hasrat lain yang tak bisa kugambarkan, ingin melihat apa yang akan kulakukan. Ega hanya memejamkan mata dan pamit.

“Jika besok kamu kalah, kamu akan menanggung akibatnya seumur hidup!” katanya langsung pergi.

Aku hanya tersenyum, dan berharap cepat pagi. Tidur tanpa salat tanpa makan, aku sedikit heran dengan diri sendiri, tapi aku penasaran apa yang akan terjadi besok.

Jam delapan pagi aku terbangun, mandi dan bersiap pergi. Saat Ibu bertanya, hanya kujawab ya, tanpa melihat ke arahnya.
Jam sepuluh sampai di tempat nikah, prosesi ijab sudah selesai, tinggal tamu undangan yang silih berganti datang. Saat aku berjabat tangan dengan kedua pengantin, darahku seperti berhenti mengalir.

Jam dua, aku menunggu agak jauh dari rumah pengantin. Astaga! kulihat Wina, iya Wina. Untuk apa dia datang? Ada urusan apa? Tanpa disangka-sangka dia menyeringai dan melihat ke arahku.

Wajah itu lagi! Apakah itu Wina? Tak lama dia berjalan pulang, tiba-tiba dari arah kursi pengantin ada keributan. Pengantin perempuan pingsan. Sementara aku malah fokus ke pengantin laki-laki.

“Aku yang duluan, kamu pecundang,” kata Wina. Ntah kapan dia berjalan, tapi sudah ada di sampingku. Berkali-kali dia mflihat dan tersenyum, tapi rasanya aneh sekali. Ada apa dengan Wina? Bukankah ia sakit? Habis keguguran? Hari makin gelap, tamu-tamu mulai pulang, tenda pun mulai diturunkan.

Aku dan Wina masih berdiri, menunggu entap apa yang kutunggu. Sesaat setelah adzan maghrib, seorang gadis, tanpa baju, berambut panjang, menghampiri Wina. Astaga, itu sang pengantin, apa yang terjadi? Sebenarnya ini permainan apa? Kenapa keluarganya tidak ada yang melihat?

“Andi, pergi dari situ!” teriak Ega. Dia berlari ke arah pengantin perempuan dan mendorongnya ke arahku.

“Andi, serahkan gadis itu! Atau ibumu akan mati!” teriak Wina. Kali ini suara melengking itu kembali terdengar. Dan lagi-lagi Wina berjalan dengan tangannya.

Ega mengikatku dengan tali entah terbuat dari apa, sulit sekali kulepas. Tiba-tiba Nenek yang makan tembakau itu seperti keluar dari tubuhku.

“Bocah, kamu terlalu berani, kamu sudah bosan di dunia manusia!”

Kulihat Ega diserang Wina dan wanita tua itu. Seperti ada kekuatan yang menyuruhku menghabisi Ega. Tapi wajah Ibu seperti terlintas di kepalaku. Aku buka kotak cincin itu, Nenek tembakau pun menghentikan perkelahiannya. Ega lengah, dan Wina berhasil meremas perut sang gadis.

Terlambat, tapi Ega tersenyum. Dia segera mengajakku pergi, meninggalkan Wina yang tengah memakan isi perut sang pengantin.

Kejadian seperti cepat sekali berlalu. Tiba-tiba sudah pagi, Ibu memberitahu, Wina sudah sehat dan tadi pagi ke rumah. Sementara dari teman pabrik aku dengar kabar, pengantin perempuan meninggal karena terjatuh di luar rumah tadi malam.

Saat iseng kutanya, apa ada luka? Katanya tidak ada, tapi darahnya seperti kering. Sementara suaminya menghilang.

Wina? Di mana Wina yang sebenarnya? Ega, siapa dia?


Pengantin Berdarah

Pengantin Berdarah

Status: Hiatus Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Adzan maghrib baru selesai berkumandang, Rusdi datang ke rumah, tumben jam segini dia datang. Yah paling lagi-lagi cerita tentang hubungannya dengan Wina. Dari dulu aku biasa mendengar keluhannya, dari awal mereka pacaran saat kuliah sampai sudah kerja. Jadi kalau dia mengadu aku hanya tertawa. Bagaimana tidak? Mereka sudah biasa putus nyambung, sekarang putus besok jadian lagi.Namun kedatangan Rusdi kali ini agak beda, wajahnya terlihat kusut, ada sedikit memar di wajahnya, bajunya pun tampak lecek, tumben dia tidak rapi seperti biasanya. Penasaran dengan cerita kelanjutannya? Yuk dibaca kelanjutan keseruan dari cerita ini..

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset