Petualang Masa Lalu episode 20

Chapter 20 : Cerita Menik

Huft…jadi ga bisa ngikut ngintipin isi pagar halimun.
Si Zulaikha kenapa ga ngajak aku sih? Bikin penasaran aja.
Ga enak tahu, cuman nungguin doang.

Gara-gara gabut, aku minta ijin Ki Santiko untuk membuka-buka naskah kuno miliknya.
Untunglah Ki Santiko mengijinkan, walaupun dengan senyum geli.
Jelas lah… Aku khan ga bisa bacanya. Jadi buat apa buka-buka naskah kuno itu coba?
Jawabannya….iseng aja daripada gabut.
Kupikir, pasti ada mirip-miripnya lah, huruf jawa kuno dan jawa modern.
Tuh khan bener… Emang agak mirip.
Setelah kutelaah dengan jalan pikiranku sendiri, ternyata membaca naskah jawa kuno itu tak sesulit yang kuduga.
Beneran… Jauh..jauh…lebih sulit dari dugaanku.
Intinya, aku ga bisa baca sama sekali….

Aku malah mengagumi seni penulisannya. Aku berpikir, nulisnya pake apa ya, kok bisa awet gini.
Bayangin aja, kulit kayu dan daun lontar kok ya bisa dibuat sebagai media menulis.
Ternyata, orang jaman dulu itu hebat banget lho.

“Gimana Nak Aji? Apa yang didapat dari naskah-naskah itu?”
“Haha…tidak ada Ki. Saya cuma bingung, nulisnya pakai apa kok bisa awet begini!”
“Haha…nak Aji ini lucu. Itu menulisnya pakai guratan pisau kecil, lalu diberi getah suatu tanaman sehingga bisa dibaca.”
“Oh..gitu ya Ki? Benar-benar tak terpikirkan oleh saya Ki. Apakah masih begitu sampai sekarang Ki?”
“Masih juga sampai sekarang… Tapi bahannya lebih halus dari jaman dahulu.”

Aku masih bertanya-tanya pada Ki Santiko tentang keadaan jaman ini.
Banyak menambah pengetahuanku.
Kata Ki Santiko, saat itu sudah ada kertas juga, tapi hanya terbatas di kalangan keraton dan pujangga-pujangga keraton yang menggunakannya.
Harganya sangat mahal, karena harus membeli dari para saudagar China yang berjualan di daerah pesisir pulau Jawa.
Penanggalan saat itu, mayoritas masih memakai tahun Saka. Penanggalan agama Hindu.
Penanggalan Hijriah masih sangat jarang, kecuali di kerajaan-kerajaan Islam. Saat itu belum ada penanggalan Jawa.
Entah tahun berapa tempat aku terdampar saat ini.

Tak terasa sudah waktu maghrib, dan kami melakukan sholat berjamaah. Dilanjutkan sholat Isya lalu makan…hehe.
Selesai makan, kami duduk di teras rumah Ki Santiko sambil menikmati wedang jahe buatan Nyi Santiko.
Saat itulah, 4 sosok jin muncul di hadapan kami dan mengucapkan salam.
Setelah kami jawab salam itu, mereka duduk bersimpuh di tanah dekat kami.
Mereka adalah 2 jin telik sandi beserta Zulaikha dan Menik.
Wajah dan tubuh mereka tampak kusut. Pakaian mereka sobek di sana sini.

“Hei…apa yang terjadi?” tanyaku pada mereka.
“Kami tadi ketahuan menyusup dan kami sempat bertarung dengan mereka.” kata Zulaikha
“Mereka siapa?” tanya Ki Santiko
“Siapa ya? Orang-orang yang punya ilmu panglimunan itu Ki. Saya ga tahu namanya. Mereka ada 3 orang dan salah satunya memiliki kemampuan seperti Ki Santiko dan mas Aji. Bisa melihat makhluk ghaib.” kata Zulaikha.
“Jadi bagaimana ceritanya kalian bisa kepergok?” tanyaku.
“Biar Menik aja yang cerita deh..!” elak Zulaikha.

“Sebentar, apakah kalian berempat setelah masuk ke pagar halimun itu berpencar?” tanya Ki Santiko.
“Benar Ki…!” sahut Zulaikha.
“Kalau begitu, untuk mempersingkat waktu, aku akan mendengarkan dari kedua telik sandiku. Dan Nak Aji mendengarkan cerita cah ayu ini. Bagaimana?” tanya Ki Santiko.
“Begitu juga baik Ki!” kataku mengiyakan.

Maka dibagilah kami menjadi 2 kelompok.
Supaya suara kami tidak saling mengganggu, kami memakai komunikasi batin.
Dan inilah cerita dari Menik…

“Ehm…ehm…!” dengan sok serius Menik berdehem, untuk menarik peehatianku.
“Awalnya begini mas, kami berempat berangkat menuju lokasi pagar halimun itu bersama. Setelah sampai di dekat pagar itu, kami membagi diri jadi 2 rombongan. Rombongan pertama tentunya aku dan mbakyu. Sementara rombongan kedua adalah dua sandi sandi apa itu?”
“Telik sandi…!” jawabku.
“Iya telik sandi… Susah amat sih. Mata-mata aja deh… Jadi kami sepakat untuk masuk melewati tempat yang berbeda, agar informasi yang kami peroleh bisa saling melengkapi.
Aku dan mbakyu, masuk dari sisi timur, dan mereka dari sisi barat.
Ketika kami masuk dengan menggunakan ilmu panglimunan kami, ternyata di dalam pagar halimun itu banyak sekali gubug-gubug darurat yang cukup banyak.
Dan banyak orang yang berlalu lalang di situ. Rata-rata adalah laki-laki dengan tampang buas.
Mereka semua menggembol senjata di tubuh mereka.”
“Ada berapa banyak orang di situ?”
“Ya aku ga ngitung lah… Pokoknya banyak. Mau diterusin apa nggak.nih?”
“Terusin…!”
“Awas, jangan main potong ceritaku…
Jadi, ada buanyak sekali orang di situ. Tapi ga ada penjagaan yang ketat. Mungkin mereka merasa ga ada yang bakal bisa menembus pagar halimun mereka.
Nah, di tengah-tengah kumpulan gubug darurat itu, kami melihat ada sebuah gubug yang ukurannya jauh lebih besar dan pembuatannya lebih bagus. Kami segera menuju ke gubug besar itu. Kami pikir, itu adalah gubug tempat pemimpin mereka berada.
Dan benar saja, di tempat itu sedang diadakan jamuan makan yang terdiri dari sekitar 20 orang saja.
Wah..ini pasti para pimpinan mereka. Dan ternyata sambil bersantap, mereka membicarakan langkah-langkah selanjutnya.
Kata seorang yang duduk di ujung meja, jika dalam 2 hari lagi Ki Gede tidak memberikan jawaban, maka mereka akan membunuh gadismu itu dan menyerbu tanah perdikan.”
‘Tunggu… Siapa yang bilang kalau Melati itu gadisku?”
“Tuh….!” jawab Menik sambil memanyunkan bibirnya ke arah Zulaikha.
Aku memandang ke arah Zulaikha, sementara Zulaikha memalingkan wajah seolah ga denger kata Menik tadi…

“Tetuskan Nik!” kataku
“Nah, karena kata-kata orang itu, kami yakin bahwa Melati ada di situ. Tapi kami belum mau mencari Melati dulu. Kami masih mendengarkan peecakapan mereka. Beberapa orang tidak setuju kalau harus menunggu.
Mereka menginginkan segera saja menyerang tanah perdikan, dan segera ambil alih kekuasaan. Tapi usul mereka tidak menggoyahkan pendirian orang di ujung meja itu. Tampaknya dia adalah pucuk pimpinan di situ. Setelah dirasa tidak ada hal penting yang harus didengarkan.lagi, kami mulai melacak keberadaan Melati.
Tapi karena banyaknya orang, kami agak kesulitan juga mencari Aura Melati di antara aura yang campur-campur tidak karuan itu.
Alhirnya kami putuskan untuk mencari ke setiap.gubug yang ada. Siapa tahu, Melati ditawan di salah satu.gubug itu.”

“Terus gimana? Ketemu apa enggak?”
“Ih…mas ini lho, main potong cerita orang aja. Bikin kesel aja deh…!”
“Iya deh maaf, ga motong lagi deh..!”
“Kami tertarik.pada sebuah gubug yang terdapat pagar ghaibnya. Siapa tahu ada di situ. Kami mendekati gubug itu dan melacak aura Melati. Dan ternyata, ada aura Melati di situ.
Sementara mbakyu berpikir caranya masuk ke gubug itu, aku segera mengambil.tindakan. Kuhancurkan pagar ghaib itu.
Sekali pukul.langsung hancur gitu kok pake mikir-mikir segala. Toh kita khan pake ilmu panglimunan, ga bakal.kelihatan lah… Iya nggak mas?”

Aku cuma geleng2 kepala. Yakin bahwa peebuatan brutal Menik ini yang bikin mereka ketahuan.

‘Pasti kalian langsung ketahuan khan?”
‘Hebat…mas kok.bisa tahu sih?”
“Ya iya lah… Mereka pasti merasa bahwa pagar ghaibnya dihancurkan, trus ga lihat siapa-siapa. Padahal.sudah ada pagar halimun. Jelas yang masuk menggunakan ilmu panglimunan.
Dan mereka segera menerapkan ilmu panglimunan mereka, dan salah seorang dari mereka melihat kalian!”

Plok..plok…plok…
Menik bertepuk tangan…

“Mas Aji memang pintar deh. Bisa tepat gitu. Jangan-jangan mas Aji di sana juga ya?” tanya Menik.
“Kamunya aja yang bodoh..!” sergah Zulaikha.
Menik melotot pada kakaknya itu…

“Lalu gimana kejadian selanjutnya?”
“Orang yang bisa melihat kami itu memanggil jin anak buahnya buat mengeroyok kami. Mulanya kami masih sanggup menghadapi. Tapi, rasanya mereka ga habis-habis. Kami terus bertempur tanpa henti. Mau lari, kami sudah terkepung. Apalagi jin anak buahnya banyak banget, jadilah kami terdesak, nyaris kehabisan tenaga.
Untunglah, saat itu jin mata-mata Ki Santiko membantu kami, hingga akhirnya kami bisa lolos daru bahaya itu. Namun, mereka tetap mengejar kami… Kami lari berputar-putar untuk menfhindari pelacakan mereka. Tapi sulit sekali. Kadang kami harus berhenti untuk menghambat mereka dan melawan mereka.
Lalu lari lagi. Dan beruntungnya, jin mata-mata itu paham daerah ini, sehingga mereka membawa kami ke suatu gua tersembunyi.
Anehnya, walaupun musuh sampai di dekat gua itu, tapi mereka tidak bisa menemukan kami. Setelah musuh pergi, kami masih berdiam di tempat itu untuk menunggu mereka semua jauh dari situ.
Aku sempat bertanya, apa musuh tidak merasakan aura kami?
Kata jin mata-mata itu, goa itu agak aneh. Jika kita masuk dalam goa itu, maka aura kita tidak dapat dirasakan dari luar goa itu. Jadi, goa itu seperti menyembunyikan aura kita…! Setelah yakin keadaan aman, barulah kami pulang kemari! Demikian cerita ini berakhir… Tamat…!” kata Menik.

“Jadi kalian belum sempat melihat Melati?”
“Ya belum lah… Keburu dikeroyok kok!” sahut Menik.
“Tapi kalian yakin kalau Melati ada di tempat itu?”
“Yakin sih….. !”
“Baiklah . terima kasih banyak ya? Kalian sampai harus menderita begini!”
“Tunggu saja, aku akan membalas mereka semua…!” ujar Menik sambil mengepalkan kedua tinjunya yang mungil.
“Iya .. Nanti ada waktunya kok!” hiburku pada Menik.

Aku menatap Zulaikha…
“Apa…?” tanya Zulaikha galak.
“Ada yang mau ditambahin ga ceritanya?”
“Ga ada, semua udah diceritain sama si kunyil satu itu!”
“Apaa…??? Mbakyu kok nyebut aku kunyil sih?”
“Lha kamu kecil gitu kok…!” kata Zulaikha sambil hihahihi…
“Udah..jangan bertengkar. Kita tunggu percakapan Ki Santiko dengan 2 telik sandi itu.’kataku menengahi pertengkaran mereka.
‘Kalian istirahatlah dulu, pulihkan kekuatan kalian!” sambungku.

Keduanya mengangguk dan mulai bermeditasi.
Kulihat Ki Santiko masih belum selesai dengan jin telik sandi tersebut.
Jadilah aku menunggu sambil mengingat kembali semua yang diceritakan oleh Menik tadi.


Petualang Masa Lalu

Petualang Masa Lalu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Hai...namaku Bayu Satriaji, biasa dipanggil Aji. Tadinya aku adalah mahaslsww Teknik Sipil di sebuah Universitas Swasta di kota XX. Aku mempunyai kemampuan super...eh...bukan ding.. Kemampuan supranatural, sebut saja begitu. Aku berasal dari kota YY, yang berjarak sekitar 4 jam perjalanan menggunakan motor. Di kota XX, aku tinggal di kost dan punya pacar satu kost bernama Desi.Merupakan seri kedua lanjutan dari cerita Sang Pamomong

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset