Petualang Masa Lalu episode 35

Chapter 35 : Kejadian Tak Terduga

Akibat rasa kantuk dan rasa nyaman karena hawa hangat yang merasuk, akupun tertidur pulas. Tak merasakan dingin lagi.

Hingga aku terbangun esok harinya, tak kulihat siapapun di situ selain Menik.
Mungkinkah Menik yang memelukku semalam?

“Nik….!” panggilku.
“Iya Mas… Ada apa?”
“Aku semalam khan kedinginan di ranjang batu ini. Tiba-tiba ada sesuatu atau seseorang yang memelukku hingga terasa hangat dan nyaman. Apakah kau tahu, siapa yang memelukku?” tanyaku sambil memperhatikan perubahan di wajahnya.
Wajahnya terlihat terkejut dan matanya melotot.

“Beneran Mas?Kok aku ga lihat apa-apa ya? Padahal semalaman aku berjaga di sini!” katanya.

Oh..bukan dia. Lalu siapa ya?

“Lalu apa atau siapa ya?”
“Ah…mas mimpi mungkin!” jawab Menik.
“Mungkin juga sih. Eh..mbakyumu belum kelihatan?”
“Belum tuh Mas. Ga tahu kemana si mbakyu. Lha wong cuman dicium kok langsung ilang tanpa jejak.” gerutu Menik.
“Bisa kamu lacak auranya gak?” tanyaku.
“Bisa sih… Tapi buat apa coba? Mas pengin nyium mbakyu lagi?” tanyanya sambil mengedip-ngedipkan sebelah matanya.
“Eh…enggak lah… Cuma khawatir, kok dia belum balik ke sini!”
“Tenang aja Mas, mbakyi itu sakti banget. Dia bisa jaga diri. Mas ga perlu khawatir.”

Benar juga sih apa yang dikatakan Menik. Seharusnya aku ga perlu khawatir.
Tapi rasa bersalah karena udah nyosor Zul, membuatku khawatir padanya. Jangan-jangan dia marah padaku, lalu pergi begitu saja.
Sebenarnya bukan masalah sih, kalo dia pergi. Tapi yang jadi masalah, siapa yang bakal mengendalikan Kunyil cilik ini?
Kalau aku harus bersama Menik terus sepanjang waktu, entah sampai kapan aku bisa mempertahankan kewarasanku….

Menik menyediakan minuman hangat untukku. Entah darimana dia dapat sereh dan gula jawa.

“Kamu dapat sereh dan gula dari mana?” tanyaku.
“Sereh ada banyak di padang rumput sana. Dan yang bikin manis bukan gula jawa, tapi madu yang kuambil dari sarang lebah!”

Wow…madu ternyata, makanya kok ada rasa yang agak beda dari wedang sereh yang umum.

“Sayang, ga ada yang buat sarapan! Masa mau makan buah!” kataku.
“Tuh ayam bakarnya masih!” kata Menik.
Ah…iya, sampai lupa sama ayam bakar tanpa bumbu itu.

Selesai sarapan, kami bingung mau ngapain.
Dan daripada gabut, aku berkeliling di sekitar goa itu.
Ketika melewati sumber air, aku dengar suara seorang gadis yang sedang bermyanyi.
Penasaran, aku mengintip ke arah sumber air.

Hwarakadah…. Ada seorang gadis sedang mandi bertelanjang di bawah pancuran.
Tentu saja aku cuma melongo melihat pemandangan indah itu.
Tapi siapa dia ya? Kok bisa ada di tengah hutan ini?
Saat aku tengah beepikir sambil menonton hiburan gratis,….

“Hei…siapa yang berani mengintipku?” teriak gadis itu.
Aku terkejut dan bersembunyi di tempat yang lebih aman.
Tapi aku masih bisa memandang kemolekan tubuh gadis itu yang sedang terburu-buru memakai pakaiannya.

Ternyata, pakaiannya adalah pakaian seorang pendekar wanita.
Apalagi dengan adanya sebilah pedang yang tersemat di pinggangnya.
Makin yakinlah aku kalau dia adalah seorang ahli beladiri a.k.a pendekar.

Selesai berpakaian, gadis itu segera melesat ke semak-semak di dekat tempatku sembunyi.
Pedsngnya terhunus dan membabat semak-semak itu. Waduh…kalau sampai ke tempat sembunyiku bisa membunuhku tuh.

“Ah….sialan. Seekor kelinci rupanya.. Aku pikir ada yang memgintipku sedang mandi…!” ujarnya pada diri sendiri.

Fyuh..untung ga ketahuan….!!!
Aku diam saja di tempatku, menunggu dia pergi… Takut kalau ketahuan ngintip…hehe.
Setelah tak menemukan orang yang mengintip, dia segera kembali ke sumber air, mengambil buntalan yang entah isinya apa, menggendongnya dan beranjak pergi.

Dia melompat dengan cepat menuju ke arah yang berlawanan dengan tempat sembunyiku.

Aku masih menunggu sementara waktu… Setelah kurasa aman, aku bangkit dari tempat sembunyiku.
Namun aku kaget saat ada sebuah suara yang membentakku.

“Oh…sembunyi di sini rupanya. Tukang ngintip…!” suara itu terdengar di belakangku.
Aku menoleh ke belakang dan alamak ..gadis pendekar itu sudah berdiri di belakangku sambil mengacungkan pedangnya padaku.

Sejak kapan dia ada di sini? Perasaan dia pergi ke arah sana….!
Aku celingukan ke arah perginya gadis itu…

“Celingak celinguk cari apa?” tanya gadis itu dengan galak.
“Eh…bukankah kau tadi pergi ke sana?”
“Huh…itu hanya untuk menjebakmu. Aku tahu kau ada di sekitar sini, jadi aku segera kembali ke sini dengan sedikit memutar. Katakan apa yang kau perbuat di sini? Mengintip aku sedang mandi ya?” tanyanya galak.

“Iya…eh…enggak. Tadinya aku juga mau mandi, tapi ada kamu sedang mandi.”
“Trus kamu melotot ngeliatin aku yang sedang mandi dan bukannya pergi?” tanyanya galak.
“Eh..iya… Maaf….!”
“Enak aja minta maaf setelah lihat semuanya. Aku bisa memberi maaf kalau kepalamu sudah tertebas pedang ini!” katanya sambil menyerangku dengan pedangnya.

Jelas aku kelabakan dicecar serangan pedang yang cepat dan mematikan. Dengan gopoh, aku meloncat kesana kemari menghindari sabetan dan tusukan pedang gadis galak itu.

“Eits…tunggu…tunggu dulu…. Aku minta maaf!” seruku.

Tapi gadis itu ga menggubris kata-kataku. Dia masih menyerang dengan ganasnya. Pedangnya menderu-deru menciptakan selapis cahaya perak yang mengurungku.
Dengan sangat terpaksa, demi keselamatanku, aku memanggil tombak kyai Cemeng.
Kukerahkan tenaga dalamku ke seluruh tubuh, terutama ke tanganku. Dengan tombak Kyai Cemeng, aku mencoba mengadakan perlawanan.
Walaupun ilmu silatku dibanding ilmu silat gadis itu bagai langit dan bumi, tapi sebisa mungkin aku harus bertahan hidup.
Aku ga mau mati di tempat yang jauh dari sanak keluarga.
Dengan seluruh kamampuan yang kumiliki, aku menangkis beberapa serangan pedangnya.
Tenaga dalamku yang sudah meningkat jauh berkat bimbingan Ki Santiko, sangat membantu dalam pertempuran itu.
Saat beberapa kali pedangnya tertangkis oleh tombakku, kurasakan bahwa pedangnya agak terpental menjauh.
Tenaga dalamku lebih tinggi setingkat dari pada gadis itu.
Aku makin percaya diri saja setelah bisa menghalau serangannya.
Melihat bahwa aku mampu mengatasi serangannya, gadis itu tampak berganti jurus. Kali ini, bagaikan kupu-kupu, dia melayang di sekelilingku sambil melakukan tebasan dan tusukan.
Kecepatannya luar biasa…
Aku mencoba untuk menyalurkan sebagian tenaga dalam ke kaki dan mataku.
Maksudku agar aku bisa bergerak lebih cepat dan mataku lebih tajam.
Aku sibuk melayani serangannya yang semakin cepat. Aku ikut mempercepat gerakanku untuk mengimbanginya.
Dan ternyata aku bisa… Aku bisa bergerak cepat
Dan mataku sekarang bisa menangkap dengan jelas gerakan pedang gadis itu, sehingga aku dapat menghindarinya atau menangkisnya.
Asli, aku ga pake jurus sama sekali. Hanya mengandalkan intuisi dan penglihatan. Setiap ada kelebat pedang aku menghindar.
Lalu menangkis….
Semua perhatianku tercurah pada pedang musuh yang bisa menghabisiku setiap saat.
Karena fokus pada pedang, aku lupa pada gerakan lain dari gadis itu.
Saat pedang dan tombak kami berbenturan, dengan lincahnya, kaki kanannya menendang perutku, hingga aku terpental. Dengan sempoyongan aku mencoba memperbaiki posisi tubuhku agar stabil. Belun juga stabil, serangan demi serangan sudah menghujaniku.
Busyet…ga ada kesempatan untuk menarik nafas sama sekali.
Aku yang sempoyongan dan belum stabil posisiku, hanya bisa menangkis secara serabutan.
Dan sebuah tendangan lagi-lagi membuatku terlempar dan terjatuh dengan sukses.
Kepalaku terasa pening, dunia seolah berputar.
Aku sempat melihat gadis itu melesat ke arahku dengan pedang terhunus

“Mati aku….!!!!” batinku saat itu.

Aku hanya memejamkan mata menunggu ajal menjemput. Aku sudah tak bisa berkutik sama sekali.

Di saat genting itu, tiba-tiba kurasakan ada sekelebat bayangan menubrukku.
Pusingku mendadak hilang, dan tenagaku seolah bertambah banyak.
Tapi, tepat saat itu serangan sudah datang begitu dekat.
Tiba-tiba saja ujung pedang itu sudah berada di depan hidungku.
Reflek, aku membuang kepalaku ke belakang sejajar dengan tanah.
Aku berbaring rata dengan tanah, dan pedang itu lewat sejengkal di atas wajahku yang sedang dalam proses turun ke bawah.
Gadis itu sedikit sempoyongan terseret oleh tusukan pedang yang luput dari sasaran.
Aku yang berada di bawah kedua kaki gadis itu, tak menyiakan kesempatan emas itu.
Kaki kananku menendang bagian belakang tubuh gadis itu.
DHUAGH….
Gadis itu terpental ke depan dan hampir terjatuh bila dia tidak segera menancapkan pedangnya di tanah sebagai penahan jatuhnya.
Aku meletik bangun dari posisiku yang berbaring tadi.
Aku segera berbalik dan balas menyerang gadis galak itu.
Dengan gopoh, dia menangkis tombakku. Namun entah darimana datangnya, tenagaku seolah bertambah kuat, hingga pedang yang digunakan gadis itu menangkis tombakku, terlempar dari tangannya…
“Ahhh…..!” teriak gadis itu.
Sebelum gadis itu pulih dari rasa terkejutnya, ujung tombak kutempelkan di lehernya yang jenjang.

‘Kalau mau bunuh, bunuhlah aku!”katanya.
Aku malah bengong… Kok aku bisa sehebat ini sih? Bisa mengalahkan pendekar jaman ini.

“Aku tak akan membunuhmu. Hanya saja jika kulepaskan, berjanjilah untuk tidak menyerangku lagi!”
“Akan kubunuh kau… Kau sudah seenaknya melihat tubuhku saat aku mandi. Daripada aku menanggung malu, mending kau bunuh aku atau kau yang kubunuh!”
“Khan aku dah bilang kalau aku ga sengaja!”
“Sengaja atau tidak, tetap saja kau sudah melihatnya!”
“Lah ..itu khan salahmu sendiri. Mandi kok di tempat terbuka. Ya, jangan salahkan orang kalau melihatmu telanjang!” balasku ngotot.

Gadis itu malah menangis sesengukan. Tonbakku kujauhkan dari lehernya.
Ga tega lihat cewe nangis….
Tiba-tiba kurasakan sesuatu keluar dari tubuhku dan ..BLETHAK….
Kepalaku sudah ditampol aja.
Aku menoleh, dan melihat Zulaikha melotot padaku.

“Baru ditinggal sebsntar aja udah genit ngintipin orang mandi!” desis Zulaikha.

Aku cuma bisa nyengir….
Ternyata tadi Zulaikha masuk ke ragaku dan membantuku melawan gadis itu, makanya bisa menang.

“Kalau tahu gitu, ga sudi aku menolongmu. Biar saja kau dibunuh gadia itu…!” kata Zulaikha sambil masih melotot.

“Aku khan ga sengaja ngeliat!” sanggahku.
“Ga sengaja tapi diterusin khan?”
“Hehe…orang bagus sih…!” sahutku cengengesan.
“Nah. .gadia itu nangis sekarang. Terserah deh. Kamu urus sendiri masalahmu!” ujarnya sambil pergi.

Setelah Ikha(aku sebut gitu aja ya) pergi, aku mendekati gadis itu setelah memungut pedangnya yang terlempar tadi.

“Nih pedangmu… Kalau kau mau bunuh aku, silahkan saja. Aku ngaku salah!” kataku.

Gadis itu masih saja menangis sesengukan.
Aku jadi.bingung sendiri dibuatnya…

“Nimas, dengan sepenuh hati aku meminta maaf atas kesalahanku tadi!” kataku.
“Kau tidak salah…hikz… Benar katamu, aku yang salah. Jadi lebih baik aku mati saja untuk menghilangkan aib ini!” katanya sambil meraih pedangnya dan mengarahkan ke lehernya sendiri. Reflek, aku pukul pedang itu dengan tongkatku, hingga terpental dan lepas dari tangannya.

“Kenapa kau menghalangiku untuk bunuh diri? Bagaimana aku bisa hidup dengan noda yang menempel di tubuhku ini?”
“Hei…aku bahkan cuma melihatnya. Sama sekali tak menyentuhmu… Bagaimana bisa disebut aib?”
“Dasar laki-laki… Bagi seorang gadis, kehormatan tubuhnya adalah yang utama. Hanya boleh dilihat oleh suaminya… Jika dilihat oleh lelaki lain, berarti dia sudah ternoda!” katanya dengan judes.
“Terus gimana supaya kamu ga bunuh diri dan ga terkena aib?”
“Kamu harus menikahi aku, atau kita bertempur sampai salah satu dari kita ada yang mati…!!” katanya.

JGERRR …..
Bagai ada petir menyambar di sampingku…
Tubuhku limbung…..hampir pingsan mendengar kata-katanya…..


Petualang Masa Lalu

Petualang Masa Lalu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Hai...namaku Bayu Satriaji, biasa dipanggil Aji. Tadinya aku adalah mahaslsww Teknik Sipil di sebuah Universitas Swasta di kota XX. Aku mempunyai kemampuan super...eh...bukan ding.. Kemampuan supranatural, sebut saja begitu. Aku berasal dari kota YY, yang berjarak sekitar 4 jam perjalanan menggunakan motor. Di kota XX, aku tinggal di kost dan punya pacar satu kost bernama Desi.Merupakan seri kedua lanjutan dari cerita Sang Pamomong

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset