Sarju heran tumben istrinya cemberut pagi ini hanya karena Harni anak sulungnya meminta sangu karena pelajaran olah raga praktek , Sarju memberikan uang untuk anaknya sedangkan Wartinah istrinya tidak. Wartinah mau marah tapi tak tega dan hanya cemberut saja.
Sarju : ” Sudahlah…nanti uang lembur kan keluar semoga dapat lumayan ”
Wartinah : ” Bener…! awas kalau mundur lagi…aku besok gak bisa masak…”
Sarju : ” Ya…semoga aku tak diajak luar kota, jadi bisa ambil uang lembur yang keluar tiap tanggal 15 ” . Wartinah mencium tangan Sarju dan meminta maaf karena telah menyakiti hatinya serta agak ketus sejak subuh.
Wartinah : ” Ini tehnya diminum dulu pak ..keburu terlambat nanti ” . Sarju menghabiskan sarapannya dengan lauk telur dadar kobis dan sambal kecap karena itu yang ada dan mudah mendapatkannya lagi murah, dan tiap hampir tengah bulan lauknya itu-itu saja. Sarju pamit karena sudah jam tujuh dan istrinya mencium pipi Sarju yang pating prenthol. Ia masih bersyukur istrinya masih menyayanginya meskipun hatinya sakit kalau dipanggil prenthol tapi Ia tetap menerima karena teman-temannya terlanjur memanggilnya begitu dan memang keadaannya seperti itu.
Sarju menstater motor tuanya dan berangkat kerja, sesampai di kantor Amir sudah menunggunya .
Amir : ” Thol , kamu nanti yang berangkat ke Purwodadi ya…kerja sama dengan Departemen Kesehatan , petugasnya sudah pada kumpul ”
Sarju : ” Nanti kalau ditanya dokter Rini bagaimana aku mau jawab ? karena aku luar kota terus …kemarin sudah sama dokter Maya…sekarang jatah ngelayani bos Rini keliling di Semarangan saja serta ke kecamatan Gunungpati “.
Amir : ” Biar aku yang tekel..yang penting ada sopirnya..piye…? bisa kan..?”
Sarju : ” Yo wis..tapi berangkatnya siangan ya..?”
Amir : ” Eh ..sekarang ..kamu siap-siap mobil keluarkan biar tiem medis tenang dan peralatannya biar masuk dulu “. Sarju langsung mengeluarkan mobil sebelum berangkat Sarju ke kamar kecil dulu , disana dia ketemu mbak Nanik bagian keuangan dan memanggil Sarju.
Nanik : ” Thol kamu jadi menggantikan Amir..? yok ambil lemburan dulu biar tenang berangkatmu ” Sarju senang sekali karena bisa memberikan uang belanja untuk istrinya.
Sarju : ” Iya mbak…. asik trima kasih mbak Nanik…ini aku nomor satu jadinya ya…ngambil lemburannya…?’
Nanik : ” Cepat tanda tangan dan dihitung….” Sarju segera tanda tangan dan menghitung uangnya
Sarju : ” Terima kasih mbak Nanik…kamu memang top markotop sebagai seorang teman ” Nanik cuma mesem saja dan menyuruh Sarju segera keluar ruangannya karena Ia mau shollat duha.
Elis mencari-cari Sarju mengajak segera berangkat karena sudah di telepon Masyarakat Budha di Juwangi untuk dilakukan vaksin tahap pertama karena itu wajib , tak benyak yang mau berpartisipasi untuk vaksin, padahal mereka sudah susah payah menuju Juwangi yang jalannya kurang menyenangkan dan membuat Elis mabuk, Sarju bersama koordinatornya mas Bambang mencari sesuatu yang Sarjupun tak tahu ternyata menjemput 7 orang yang akan vaksin karena lokasinya jauh di pedesaan ke dalam yang sebagai anggota sosial dari Budha sambil membawakan makanan siang untuk petugas dari Jawatan Sosial dan Kesehatan.
Mbok Reno : ” Mas Sarju makan di sini saya tak nyiapkan makan siang dulu buat bu dokter”
Sarju : ” Terima kasih mbok Reno ayo mas Bambang..makan siang dulu ”
Mas Bambang : ” Ayo mas Sarju monggo di kedapi( diincipi ) masakannya mbok Reno “. Cukup satu sampai tiga sendok Sarju merasakan kenikmatan masakan Mbok Reno karena merasa sungkan pasalnya dokter juga belum makan.
Sarju dan mas Bambang membawa rombongan vaksin menuju lokasi lagi dan Mbok Reno menyiapkan makan siang dari dinas Sosial dan Dinkes. Sarju membantu mbak Yuki mengambilkan formulir pemeriksaan serta memanggil daftar penerima vaksinasi. Mas Bambang salut pada Sarju yang rajin membantu dan dokter Maya juga dibantu membacakan pesertanya. Jam 16 sudah selesai semua ada yang tertinggal 2 orang karena sakit dan 3 orang karena tensi tinggi padahal sudah disuruh istirahat tensi masih tinggi.
Mereka menuju perjalanan pulang dr Maya memberikan kaos dari Budi Darma sebagai bentuk ucapan terima kasih telah selesai menjalankan tugas yang diserahkan mas Bambang dan diterima dokter Maya wakil dasi dinsos mereka mengdapat kaos satu-satu juga amplop dari dinkes atas kerjasamanya. Olala Sarju bakal mendapat amplop yang berisi uang tunai sebesar 150.000, semua mendapatkan sama hanya dokter yang lain . Sesampai di kantor Sarju mendapatkan lagi uang kelebihan jam kerja sebesar 25.000 yang diserahkan Anita wakilnya mbak Nanik yang bertindak sebagai administrasi.
Sampai rumah jam tujuh malam Sarju langsung mandi agar selalu bersih ditemani istrinya karena lampunya mati dari PLN , Wartinah mengidupkan baterai membantu Sarju agar tak terpeleset, maklum kamar mandinya sebagian tegelnya sudah pada rompal minta diperbaiki tapi belum ada dana. Hari Minggu Sarju membeli pasir dan semen untuk memperbaiki kamar mandi. Di pelurnya pelan-pelan sampai rata semua dan melarang Parjo si kecil mainan air.
Amir main ke rumah Sarju bersama istrinya.
Amir : ” Mbak bapake ada…? ”
Wartinah : ” OO mas Amir…mari masuk..eh sama mbak Menik to..mongggo mbak… silahkan duduk” Wartinah memanggil Sarju yang baru selesai melur dan bergegas mencuci tangannya yang kotor, dan menyalaminya .
Sarju : ” Tumben…kamu kesini …?! ” Tapi yang jawab malah Menik : ” Anu mbak Wartinah dan mas Sarju…tahu rumahnya pak Lingga ..?”
Wartinah : ” Pak Lingga juragan bolang-baling ya? ”
Menik : ” Iya…mbak”
Wartinah : ” Sudah pindah di Kalibanteng…setahun yang lalu…” Harni mengeluarkan minuman yang langsung diminum Amir karena haus mencari alamat pak Lingga
Sarju : ” Ayook diminum mbak , adanya cuma air..” Sarju sambil menghidupkan kipas karena cuaca sangat panas dan meminum sirup buatan Harni.
Amir : ” Kamu tahu ‘gak alamat pak Lingga..? ”
Sarju : ” Aku ‘gak tahu…katanya dikeponakannya…RT dan RWnya aku tak ingat tapi masyarakatnya beken kalau sama anaknya yang dipanggil *Mas Sondong * mie ayam karena jual mie ayam di rumahnya, bu Lingga buat telur puyuhnya serta gorengan, pak Lingga tukang cucinya keduanya melayani pembeli sedang istrinya Mastuti menjadi kasir, temen-temen dinsos kan langganan Mie ayam mas Sondong masak kamu tak tahu…” Menik ngobrol dibelakang sambil membantu masak Wartinah.
Setelah cukup lama Menik minta pulang dan Amir menyudahi pembicaraannya dengan Sarju.
Sarju : ” Hati-hati ya Mir…’gak usah ngebut….”
Amir : ” Ya..makasih Ju…monggo mbak Wartinah saya pulang dulu ” Wartinah melambaikan tangannya pada Menik yang nglendot dipunggung suaminya.
Sepulang Amir Wartinah menangis meminta maaf pada Sarju karena sudah meminjamkan uang Harni yang untuk masuk SMP di pinjam Menik satu juta. Sarju lemes dan agak kesal pada Amir yang menyuruh Menik merayu Wartinah, padahal Amir sudah menerima pinjaman dari kantor sebanyak lima juta yang dipakai memperbaiki rumah.
Sarju : ” Ya sudah besok lagi jangan kau turuti maksud Menik maupun Amir…aku akan minta tolong dokter Rini dan dokter Maya yang selalu menolong kesusahanku….atau dokter Thoyibah yang sudah pensiun “. Sarju menghela nafas panjang merenungi nasibnya karena uang Ia kumpulkan selama setahun dan dititipkan istrinya yang sama uang kenceng eh…malah kabur lagi.
Wartinah : ” Masalahnya Menik bilang jangan disampaikan Amir suaminya kalau Menik pinjam uang sama Wartinah karena malu sama kamu pak…”
Sarju : ” Ya sudah..iklaskan ..tak usah berharap uang kembali…aku akan ajak Harni jalan-jalan ke rumah dokter Thoyibah tolong buatkan mendoan dan bakwan untuk oleh-oleh dari kamu ”
Wartinah : ” Aku ikut ya pak…?”
Sarju : ” Mau mbonceng di setang..? ” Wartinah memukul pantat Sarju yang tertawa karena Wartinah tak jadi ikut.
Rumah dokter Thoyibah penuh orang.. Sarju maju mundur mau masuk untung Fatonah pembantunya melihat dan disuruhnya masuk ke dalam. Sarju dan Harni ikut mambantu menyediakan makanan dan minuman yang meringankan kerja Fatonah. Dokter Thoyib melihat Sarju membantu mengambilkan minuman dan dipanggilnya .
dr. Thoyib : ” Lo Ju ..kamu datang..matur nuwun mana istrimu ..kau ajak..?”
Sarju : ” Sama Harni dok..anak wedok..”
dr.Thoyib : ” Ya sudah suruh sini..Andi..Andi..sini nak..kalau kamu mau beramal ini jangan lupa..dua orang ini perlu bantuan…” dr Thoyib memanggil anaknya yang hendak pindah naik jabatan di Cepu sebagai kepala Pertamina di sana. Sarju dan Harni menerima sumbangan dari mas Andika putra dr Thoyib. Ketika sampai dirumah dibukanya amplop itu yang masing-masing berisi 1 Juta Sarju memanjatkan puji syukur kepada Tuhan atas kemurahan rizki padanya.