Setelah kejadian malam yang menegangkan itu, aku kembali berkumpul dengan anak anak punk gondomanan. Cuplis mulai bisa menerima kehadiran ku. Walaupun tatapannya masih dingin kepada ku. Setidaknya, dia tidak mengusir ku lagi. Dia juga sudah baikan dengan iwan yang tidak jadi pulang ke jakarta. Mungkin benar yang aku dengar dulu, dibawah pengaruh alkohol mereka bisa lepas kontrol. Tapi setelah itu, mereka kembali baikan lagi.
Iwan dan Kipli tiap pagi menjajakan koran di lampu merah perempatan gondomanan. Aku sebenarnya ingin ikut berjualan koran, tapi aku tidak enak kalau mau ngomong itu ke mereka. Takut dianggap merepotkan atau malah menyaingi pekerjaan mereka. Aku sendiri mencoba beberapa kali memasukan lamaran, tapi sampai saat itu belum ada panggilan yang masuk. Mungkin juga karena status ku jadi anak jalanan membuat mereka berfikir ulang untuk menerima ku kerja.
cina sendiri tiap pagi ku lihat dia hanya bengong di kios servis jok motor di pojokan tempat parkir gondomanan. Dari semua yang ada di tempat ini, praktis hanya cina yang tidak bekerja. Dia cenderung lebih manja dibanding yang lain, kena panas sedikit saja dia mengeluh pusing dan wajahnya pucat. Aku beberapa kali mengajaknya mengamen, yah mungkinkarena fisiknya yang terlalu lemah dan tidak kuat berjalan jauh akhirnya dia malah merepotkan. Akhirnya dia kembali menganggur. Walaupun begitu, tiap hari aku coba mensubsidi kebutuhan makan nya, sebagai gantinya dia mau mencucikan pakaian ku Hingga suatu hari…
“eh pagi pagi udah nongkrong di sini aja kamu cin…” sapa ku saat ku lihat dia nongkrong di kios tempat servis jok motor.
“mau ngapain lagi bar…gw gak bisa kerja. Eh lu ada rokok gak?”tanya nya
“nih…”kata ku sambil memberikan sebatang rokok 76 yang ku beli tadi. Akhirnya kami berdua mengotori paru pru dengan asap penuh cita rasa.
“bar gw mau cerita, tapi lu jangan ngomong sama anak anak ya” katanya
“cerita aja, tapi kita kan keluarga, harusnya kamu juga percaya sama yang lain bukan Cuma saya “ jawab ku.
“gak bisa bar, mereka pola pikirnya beda sama lu. Mereka dari kecil hidup dijalan, terbiasa hidup di jalan, beda sama lu yang memilih masuk ke jalanan. Jadi, Cuma lu yang hampir senasib sama gw dan gw yakin lu paham keadaan gw setelah cerita”kurang lebih seperti itu lah penjelasan cina, saya lupa aslinya. Soalnya dia ngomong panjang banget waktu itu.
“oke…saya dengerin. Kalo bisa saya bantuin”jawab ku.
Akhirnya cina bercerita, saya lupa detilnya. Yang ku ingat, cina itu sebenarnya anak pengusaha kaya di medan. Nah, dia kabur dari rumah soalnya, dia malu dan gak kuat dengan tekanan keluarganya. Fisiknya yang lemah membuat dia sering di bully orang orang disekitarnya. Saya benar benar lupa, sebenarnya cina kena penyakit entah apa namanya. Pokoknya dia sering tiba tiba hilang kesadaran. Kakak kakanya pun jadi orang sukses semua, beda sama dia yang katanya kemampuan berfikirnya sangat rendah. Intinya, dia merasa tidak di inginkan di keluarganya lah, lalu dia kabur.
“lalu…maksud kamu cerita kayak gitu kenapa? Kita sekarang hidup dijalanan cin. Gak peduli latar belakang kita seperti apa. Sekarang kita semua sama, kita harus bisa survive ditempat ini”kata ku tidak tertarik dengan ceritanya. Soalnya dia terkesan menyombongkan latar belakangnya.
“oke bar, gw tahu yang lu maksud. Tapi, gw pengen pulang” katanya memelas.
Dalam hati aku mengumpat, ini jalan yang sudah kamu pilih. Menurut ku kalau dia pulang, sama saja dia menjilat ludahnya sendiri. Lagi pula dia nganggur, mau dapat ongkos darimana dia buat pulang ke medan? Luar pulau cuy, tentu butuh ongkos yang gede kesana. Hasil ngamen ku pun jelas tidak akan mampu mensubsidi ongkos yang dia butuh kan.
“sory saya gak bisa bantu kamu pulang cin, kamu kan udah milih hidup disini. Ya udah jalanin aja, ngapain juga pulang”kata ku.
“nenek gw bar…dia sakit sakitan, dia satu satunya orang yang mau nerima semua kekurangan gw. Gw takut dia kenapa kenapa setelah dia tahu gw kabur dari rumah. Gw Cuma mau memastikan keadaan beliau bar. Gw yakin lo bisa bantu gw bar”kata nya sambil menangis
Entah kenapa saat itu aku benar benar tersentuh. Aku bisa melihat cintanya yang sangat besar untuk neneknya. Akhirnya, aku sanggupi keinginan nya.
“gimana cara bantuin kamu cin? Kamu tahu sendiri berapa sih penghasilan pengamen? Buat makan berdua aja udah habis” kata ku
“gak perlu bingung bar, lu ada duit lima belas ribu? Lu bisa anterin gw pulang dengan duit segitu”katanya bersemangat
“kamu sehat cin? Rumah kamu medan kan? Ke medan Cuma ongkos lima belas ribu? Mau dilempar dari pesawat kamu?”tanya ku heran dengan usulnya.
“kita kirim surat bar, biar mereka yang jemput gw” katanya. Ide itu sama sekali tidak terlintas di pikiran ku.
“oke saya bantu kamu, tapi nanti siang yah. Saya ambil gitar dulu, coba ngamen dor to dor, nanti duitnya ambil aja buat beli amplop sama perangko.” Kata ku sambil berbalik menuju base camp.
“makasih bar…”teriak nya.
“santai aja, kita ini sodara…”jawab ku
Skip….
Seinget saya cina nulis suratnya di sobekan kertas yang udah kucel banget. Gak tahu dapat dari mana dia. Katanya dia gak pernah ke kantor pos, gak tahu cara nya ngirim surat. Akhirnya aku temani dia.
Sesampainya di kantor pos, jujur ku lihat pandangan yang tidak enak dari orang orang. Sebenarnya aku menyarankan dia untuk mengirim suratnya nanti sore setelah kantor pos tutup, lalu kita masukin lewat bis surat. Tapi, dia menolak, dia ingin segera pokoknya. Oke saya anterin , walaupun banyak pandangan tidak menyenangkan.
kejadian itu terakhir kali saya ketemu cina. seminggu kemudian cina datang dijemput keluarganya. dari penampilannya, keluarga cina emang bener bener tajir. dia jemput pakai mobil mewah, saya gak tahu apa jenis dan merek mobilnya, karena saat keluarganya cina dateng, saya lagi gak di base camp. jadi saya hanya mendengar cerita dari anak anak.
dimana pun kamu sekarang cin, semoga kini kamu bisa menjadi orang sukses.