Raisa dan Raina episode 4

Part 4

Suasana Rumah Sakit nampak sangat ramai oleh pengunjung, silih berganti orang-orang lalu lalang. Setengah berlari aku menghampiri receptionist dan sejenak berbincang dengan petugas disana. Setelah aku memperoleh keterangan yang cukup aku segera bergegas. Nampak didepan kamar perawatan yang aku tuju 2 orang polisi sedang berjaga. Aku segera menghampiri dan berbincang sejenak, Bapak polisi memberi anggukan kepala padaku sebagai tanda memberiku izin untuk masuk keruang perawatan. Dalam ruang perawatan nampak Wiwin (Supir Pribadi Raisa) sedang terbaring dengan luka perban dibagian perut, lengan dan dada kanannya. Dan Wiwin nampaknya sudah sadar meski kondisinya masih lemas

 

Tak sabar rasanya, segera aku menghampiri dan mencercanya dengan pertanyaan-pertanyaan

“Apa yang terjadi?, kamu kenapa?, Raisa dimana?” Tanyaku

“Maafkan aku Bu, aku gagal menjaga Raisa. Dalam perjalanan pulang Raisa memintaku untuk kerumah Raina, tapi dalam perjalanan kami dihadang oleh mobil jeep hitam dan 2 orang bertubuh tinggi besar menyeret Raisa masuk kedalam mobilnya tapi aku berhasil mengambil Raisa dari tangan mereka, namun aku tidak mampu lagi bertahan saat mereka tusukan pisau diperut. Raisa berhasil kabur dan untungnya saat kejadian melintas mobil patroli kepolisian dan mereka berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian” Jelasnya

“Terus Raisa sekarang dimana?” Tanyakku

“Saya tidak tau Bu, saya tidak sempat melihat semua kejadian karena saya keburu tidak sadarkan diri lagi, dan tersadar setelah saya ada di Ruang Perawatan ini” Jawab Wiwin

Aku mulai cemas tetapi aku bingung untuk berbuat apa. Segera kuberanjak keluar dari kamar perawatan dan menemui pihak kepolisian yang sedang berjaga, barangkali ada keterangan yang dapat kutemukan.

“Maaf Pak, apa Bapak tau keberadaan anak saya” Tanyaku
“Maaf Bu, kami tidak berkompeten untuk memberi keterangan, silahkan Ibu ke kantor polisi untuk menanyakan kejadian ini” Jawabnya

Secepat kilat aku segera berlari menuju parkiran dan segera melaju diatas jalanan dan untungnya lalu lintas lumayan sepi. 15 Menit perjalanan aku sampai di Kantor Kepolisian segera aku melapor ke Pos Jaga dan aku diarahkan menuju ruangan. Didalam ruangan hanya nampak ada 2 orang polisi sedang duduk didepan meja kerjanya

 

“Selamat Siang, Ibu! Ada yang bisa kami bantu” Ujar Bapak Polisi yang didepanku, sejenak aku membaca papan namanya “WISNU DENI DRAJAT”

“Maaf Pak, perkenalkan saya Ibu Neta. Saya adalah Ibu dari anak yang diselamatkan tadi siang oleh Supir Pribadinya yang saat ini beliau sedang ditangani di Rumah Sakit 45” Jawabku

“Oh iyya Bu, kasus itu sudah kami tangani dan menunggu untuk pengembangan kasus selanjutnya” Jawabnya

“Terus bagaimana dengan keadaan anak saya Pak” Tanyaku

“Saat kejadian anak ibu berlari menyelamatkan diri atas perintah Supirnya, namun saat ini kami belum bisa mengambil tindakan pencarian karena kasus ini belum 24 Jam” Jawabnya

 

“Terus bagaimana dengan nasib anak saya Pak?” tayaku penuh kekhawatiran
“Ibu silahkan menunggu untuk besok membuat laporan kembali, tetapi pelakunya kami sudah tahan, jika ibu berkenan untuk bertemu dengannya, silahkan! kami akan memfasilitasi” Ujarnya

“Baik Pak! saya mau bertemu dengan pelaku” Jawabku

***********************************

Aku segera mengikuti langkah polisi yang ditugaskan untuk mengantarku. Aku diantarkan pada sebuah ruangan yang cukup besar. Diruangan itu nampak beberapa polisi sedang berjaga. Nampak 2 orang laki-laki berperawakan tinggi besar duduk dan sedang tertunduk disebuah kursi panjang dan duduk berhadapan dengan seorang polisi dalam keadaan kedua tangan kebelakang yang sedang terborgol. Polisi yang duduk segera berdiri dan aku dipersilahkan duduk.
Sejenak aku melirik kiri kanan, meski beberapa Bapak Polisi sedang berjaga-jaga dengan senjata lengkap namun rasa gugup dan cemas tetap saja menghantuiku. Aku menghela nafas panjang dan berusaha untuk tenang.

 

Segera aku duduk dan aku aku sulit mengenali wajahnya karena mereka sedang tertunduk, sejenak aku lirik Bapak Polisi yang disampingku. Rupaya Bapak Polisi sangat memahami tatapanku, dan dia segera berjalan kebelakang 2 pelaku penculikan putriku. Salah satu darinya dijambak rambutnya dan wajahnya diarahkan padaku

“Apa Ibu kenal dengan pelaku” Tanya Bapak Polisi

Aku tak segera menjawab. Kuperhatikan dengan baik, namun wajahnya sama sekali tidaklah familiar bagiku. Dan aku hanya menggelengkan kepala karena aku benar-benar tidak mengenali pelaku. Kemudian Bapak Polisi melakukan hal yang sama pada pelaku kedua, dan kembali mengulang pertanyaannya
“Apa Ibu kenal?” Tanyanya

 

Kuperhatikan wajahnya, dan nampaknya wajah itu sangatlah familiar bagiku, seketika aku tersentak kaget

“Kamuuuuuuuuuuuuu” ujarku setengah berteriak

“Iyya aku! Ternyata kau masih mengenaliku. Nampaknya ini kabar baik bagiku” Ujarnya

“Dimana Raisa? Apa mau kamu? Kalau kamu menginginkan uang katakan nominalnya, berapapun aku sanggup membayarmu asal jangan mengganggu hidupku dan Raisa” Ujarku sambil menahan amarah

“Aku tak menginginkan uang, yang kuinginkan adalah Raisa” Jawabnya

“Bukannya kamu sendiri yang lebih memilih perempuan itu daripada kami, hidupku sudah tenang bersama dengan putriku dan jangan pernah bermimpi untuk aku ikhlaskan Raisa ada ditanganmu” Ujarku

“Baik, silahkan cari sendiri anakmu jika kau mampu menemukannya. Dan jaga dia baik-baik, hidupku tidak selamanya ada dipenjara. Dan saat keluar nanti maka berhati-hatilah mimpi buruk dalam hidupmu akan terus menghantuimu” Ujarnya mengancamku

“Apa sih maumu?, Jangan coba-coba mengancamku, aku bisa membuatmu selamanya mendekam dalam penjara” Ujarku

“Oh iyya, silahkan” Jawabnya menantangku

Kekesalan memuncak didadaku, nampaknya jika aku bertahan disini emosiku akan semakin meledak. Aku tak ingin terlihat rapuh dihadapan para pelaku percobaan penculikan putriku. Segera berdiri dan berlalu, dari hadapan keduanya.
Pada akhirnya pengadilan hanya memvonis 2 tahun penjara kepada pelaku percobaan penculikan Raisa. Dan Raisa telah kembali kepelukanku, diantar oleh seseorang dari pihak kepolisian. Waktu terus berulir, rasa cemasku semakin terasa seiring dengan bergulirnya hari. Tidak bisa aku pungkiri, aku mulai dibayang-bayangi ketakutan tatkala pelaku percobaan penculikan Raisa sudah bebas nantinya.

 

Setelah kejadian itu aku lebih protektiv lagi pada Raisa. Saat sekolah aku menugaskan orang kepercayaanku untuk menjaga dan mununggu Raisa hingga pulang. Hal itu kulakukan untuk keselamatan putriku, apapun kulakukan untuk menjaganya. Hingga pada suatu hari saat aku dan Raisa bersantai di ruang tengah tiba terdengar suara

“Assalamu’alaikum” Terdengar salam dari pintu utama

“Waalaikumussalam” Jawabku sambil menggandeng tangan Raisa menuju ruang tamu.

Dari balik pintu nampak Raina berdiri dengan wajah tertunduk bersama seorang wanita berperawakan tinggi besar

“Raina, masuk sayang” Ujarku sambil menariknya dan memeluk tubuh mungilnya

“Kamu kan yang membentak aku tempa hari?, masih ingat kan? kenapa bisa bersama Raina?” Tanyaku sambil menunjuk kearah perempuan yang bersama Raina. Bekas seperti luka bakar diwajahnya membuatku sangat mudah untuk mengenalinya.

“Iyya, maafkan aku Bu” Ujarnya masih dengan tertunduk

“Ada keperluan apa kesini” Ujarku, tanpa mempersilahkan masuk

“Itu mama aku Bund, maafkan mamaku karena telah menyakiti hatinya Bunda” Ujar Raina sambil mendongak memandangi wajahku. Nampak air matanya tergenang di pelupuk matanya

Kalimat Raina seketika meluluhkan hatiku, meski masih tersisa rasa sakit dengan bentakan perempuan itu tempo hari tapi tatapan bola mata Raina seketika mampu meluluhkan perasaanku.

“Demi Raina, aku memaafkanmu! Silahkan masuk dan segera ceritakan ada kepentingan apa datang kemari” Ujarku sambil menggandeng tangan Raisa dan Raina ke kekursi ruang tamu.

“Sebelumnya aku minta maaf Bu, jika aku pernah membentak Ibu tempo hari, semua kulakukan untuk menutupi identitasku yang sebenarnya. Maafkan aku karena telah merusak kebahagiaan Ibu” Ujarnya sambil tertunduk

“Maksud kamu?” Tanyaku

“Maafkan aku jika kehadiranku kembali mengoyak luka dihatinya Ibu, Tapi semua ini terpaksa kulakukan demi masa depan Raina. Sebenarnya aku adalah perempuan yang membuat Papanya Raisa meninggalkan Ibu beberapa tahun lalu, kami pindah kekota ini karena usaha Papanya Raina bangkrut. Dan aku tak pernah menyangka kalau ternyata Ibu juga ada dikota ini. Sampai pada akhirnya aku mengetahui dari suamiku klo Ibu juga ternyata tinggal disini” Jelasnya panjang lebar

Penjelasannya seketika menghujam jantungku. Sejenak rasanya detak jantungku berhenti

“Jadi, Raina ini adalah anak kamu dari Papanya Raisa” Tanyaku sambil mencoba untuk menguatkan perasaanku.

“Iyya Bu, Raisa dan Raina itu memiliki Papa yang sama” Ujarnya

Sejenak aku merasa sangat pusing, aku memijit-mijit kepalaku. Nampak Raisa hanya bengong, sementara Raina hanya tertunduk, sesekali menyeka air matanya yang terjatuh.

“Jadi, kamu datang kesini dengan keperluan apa” Tanyaku

“Dua hari yang lalu Papanya Raina meninggal dipenjara dan kami sudah kuburkan di Pemakaman Umum dekat rumah kami, kematian Papanya Raina membuatku bingung aku tak pernah tau bagaimana esok untuk menghidupi Raina. Jika Ibu berkenan aku ingin menyerahkan Raina pada Ibu dan aku janji untuk tidak akan kembali mengusik kehidupan Ibu. Sebentar subuh aku akan meninggalkan kota ini. Semoga Ibu menerima kehadiran Raina”Ujarnya sambil terisak

 

Aku memandang Raisa, nampak binar kegembiraan diwajahnya, dan dia pun menganggukan kepalanya sebagai tanda Raisa menginginkan kehadiran Raina.

 

“Baik, saya akan menerima kehadiran Raina tapi dengan catatan jangan pernah kembali untuk mengambil Raina dari tanganku. Biarkan aku yang membesarkan dan mengantarkan mereka kelak kepada kesuksesan. Biarkan aku yang mendidik mereka dengan caraku sendiri”Ujarku

“Saya janji Bu” Jawabnya sambil berdiri dan berpamitan.

Raina beranjak dari tempat duduknya dan memeluk mamanya.

“Maafkan Raina, jika pernah salah sama mama, dan jaga diri baik-baik ya ma!” Ucap Raina sambil memeluk mamanya

 

Sejenak aku membiarkan Raina memeluk mamanya. Tak lama kemudian Mama Raina melepaskan pelukan Raina dan beranjak meninggalkan ruang tamu. Kami mengantarnya sampai ke pagar halaman rumah. Dengan berderai air mata dan lambaian tangan dia pun berlalu dan langkahnya semakin jauh akhirnya menghilang dari pandangan kami.

 

“Jadi anak-anak yang baik ya sayang!,Bunda sayang kalian” Ujarku sambil mendekap keduanya dalam pelukanku.


Raisa dan Raina

Raisa dan Raina

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2019 Native Language: Indonesia
Raisa dan Raina dilahirkan dikota sama, namun karena konflik keluarga mengharuskan Raisa meninggalkan kota kelahirannya. Namun siapa sangka masa kembali dipertemukan namun, melewati berbagai konflik. Sanggupakah Bunda Raisa dan Raisa melewati masa-masa sulitnya?

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset