Di saat Li Quan sedang bertarung dengan kedua makhluk itu, seekor rubah putih tampak berlari menuju goa di mana Zhi Ruo sedang duduk menanti kepulangan suaminya dengan perasaan cemas. Rubah putih yang terlihat menggemaskan itu perlahan berjalan mendekati Zhi Ruo sambil mengelus-eluskan kepalanya di kaki gadis itu. Tanpa curiga, Zhi Ruo tersenyum dan mengelus kepala rubah putih itu.
“Kamu kenapa bisa ada di sini? Kasihan, apa kamu lapar?” Tatapan mata rubah mengarah padanya dengan tatapan memelas seakan mengiakan pertanyaan Zhi Ruo.
“Baiklah, aku akan memberimu makan. Ayo, ikut aku!”
Zhi Ruo masuk ke dalam goa dan mengambil beberapa potong daging dan diletakkan di atas piring. “Makanlah.” Sejenak, Zhi Ruo merasa terhibur dengan kehadiran rubah putih yang menggemaskan itu.
“Jangan manja, cepat perlihatkan wujudmu!” ucap Li Quan yang tiba-tiba datang. Melihat suaminya datang, Zhi Ruo lantas berlari ke arahnya dan memeluknya.
“Maafkan aku karena sudah membuatmu cemas. Ini buah-buahan untukmu.” Li Quan menyerahkan sekantong buah-buahan yang masih segar pada istrinya itu.
Li Quan lantas berjalan ke arah rubah putih yang tidak peduli dengan kehadirannya, hingga membuat Li Quan mengambil piring makannya. “Apa kamu akan makan seperti itu? Ayo, perlihatkan wujudmu agar istriku bisa mengenalimu!”
“Suamiku, apa maksudmu?” tanya Zhi Ruo yang penasaran dengan ucapan suaminya itu. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada rubah putih yang perlahan berubah wujud menjadi seorang gadis muda yang cantik. “Kamu?” Zhi Ruo terkejut saat melihat gadis muda yang kini tersenyum padanya.
“Suamiku, apa dia adalah siluman rubah?” tanya Zhi Ruo sambil menatap gadis itu tanpa kedip.
“Dia adalah Ling, siluman rubah yang akan menjagamu. Mulai saat ini, dia yang akan menemanimu di saat aku tidak ada. Jangan khawatir, karena dia tidak akan menyakitimu.”
Zhi Ruo lantas mendekati gadis muda itu dan menatapnya kagum. “Kamu sangat cantik. Apa kamu mau menjadi temanku?” tanya Zhi Ruo yang terlihat begitu polos.
“Nyonya, aku akan menjadi teman yang akan melindungimu. Namaku Ling dan aku akan setia pada Nyonya.” Gadis cantik itu tiba-tiba menunduk dan memberi hormat padanya, tapi Zhi Ruo segera meraih tangan gadis itu dan memeluknya.
“Akhirnya aku punya teman. Baiklah, kamu pasti lapar, ayo kita makan!”
Zhi Ruo begitu senang saat melihat gadis yang lebih muda darinya itu. Dia senang karena tidak akan sendiri jika ditinggal suaminya. Setidaknya, dia kini sudah mempunyai teman yang akan menemaninya.
Ling adalah siluman rubah yang pernah ditolong Li Quan saat dirinya hampir saja terbunuh oleh makhluk hitam yang tak sengaja ditemuinya. Saat itu, dia tidak menyadari kalau dirinya telah keluar dari hutan larangan hingga ditemukan oleh mereka. Hutan larangan adalah surga bagi siluman lemah seperti dirinya.
Sebenarnya, sebagai siluman dia mempunyai kekuatan, hanya saja untuk melawan makhluk hitam yang menyeramkan itu dia belum mampu. Sejak ditolong oleh Li Quan, dia menjadi salah satu anak buah Li Quan yang sering ditugaskan untuk menjaga perbatasan hutan jika ada manusia yang akan memasukinya. Tak perlu membunuh, cukup ditakut-takuti saja, manusia pasti akan lari dan tidak akan berani memasuki kawasan hutan itu lagi.
Hutan larangan adalah tempat di mana sebuah kekuatan dahsyat tersimpan. Kekuatan yang tersimpan dalam bentuk bongkahan cahaya seperti butir mutiara. Konon katanya, kekuatan itu bisa membuat pemiliknya memiliki kekuatan yang besar. Kekuatan yang bila disalahgunakan akan berakibat fatal pada tatanan dunia. Itulah sebabnya, makhluk jahat tak kasat mata sangat berambisi masuk ke hutan larangan untuk mendapatkan kekuatan itu. Kekuatan yang membutuhkan waktu seribu tahun agar sempurna.
Li Quan dihukum dan ditugaskan untuk menjaga kekuatan itu dan akan membawanya ke Istana Langit setelah masa hukumannya berakhir. Dan waktunya tersisa dua purnama lagi. Walau terlihat tenang, tapi dia sangat khawatir jika hari itu telah tiba. Bagaimanapun, dia harus kembali ke Istana Langit dan mungkin saja dia tidak akan pernah kembali pada istrinya.
“Suamiku, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Zhi Ruo saat melihat suaminya yang terlihat murung.
“Tidak ada, jangan khawatir,” jawab Li Quan sambil menggelengkan kepalanya. Dengan lembut, dia memeluk tubuh istrinya itu. “Tidurlah, ini sudah malam dan jangan pikirkan apa pun karena aku tidak ingin kamu sakit.” Zhi Ruo mengangguk dan menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan suaminya itu.
Di saat istrinya sudah tertidur, Li Quan masih terjaga dan mencoba mencari jalan keluar untuk masalahnya itu, tapi tiba-tiba dia melihat cahaya putih yang bersinar terang di mulut goa. Sontak, dia bangkit dan keluar melihat cahaya itu.
“Ayah?” Seorang lelaki paruh baya berjubah putih tampak berdiri di depannya. Wajahnya berkharisma.
“Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa kamu berani menikahi manusia? Dia tidak pantas untukmu karena kalian berbeda. Li Quan, apa belum cukup kamu membuat ayahmu ini malu?” Suara lelaki itu terdengar tegas. Pertanyaannya sontak membuat Li Quan gentar. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang.
“Ayah, aku mencintainya dan kami baru saja bertemu setelah sekian lama berpisah. Jika takdirku memang bukan bersamanya, lalu kenapa aku dipertemukan kembali dengannya? Bukankah, pertemuan kami adalah suratan takdir?” Li Quan tidak ingin mengalah dan mencoba meyakinkan ayahnya itu.
“Takdir? Baiklah, jalani takdirmu karena takdir kalian sisa dua purnama lagi. Setelah itu, tinggalkan dia dan bawa kekuatan itu kembali ke Istana Langit!” Seketika, lelaki itu menghilang seiring suara petir yang menyambar keras, hingga titik air hujan turun dengan derasnya.
Li Quan masih berdiri menatap kilatan cahaya putih yang menggelegar. Dia sadar, ayahnya sangat marah, hingga menurunkan hujan dan petir yang menyambar dengan dentuman yang sangat keras. Perlahan, dia terkejut dengan sentuhan hangat yang kini bersandar di punggungnya.
“Suamiku.” Zhi Ruo kini memeluknya erat. Dengan menahan air mata, Zhi Ruo berusaha untuk tetap tegar. Semua percakapan Li Quan dengan ayahnya ternyata didengar oleh gadis itu. “Maafkan aku karena sudah membuatmu mengalami masalah. Aku …. ” Zhi Ruo kembali mengeratkan pelukannya, seakan dia tidak ingin melepaskan suaminya.
Li Quan lantas berbalik dan merangkul tubuh istrinya itu dan dia sangat memahami kekhawatiran yang dirasakan istrinya. “Maafkan aku, tapi aku janji akan menemuimu secepatnya. Aku pasti akan kembali dan kita akan bersama lagi. Aku janji!” Li Quan mengecup dahi sang istri yang kini menangis dalam pelukannya.
Walau enggan untuk berpisah, tapi perintah sang ayah tidak bisa ditolak olehnya. Kini, kebersamaan mereka hanya tersisa dua purnama dan selama itu, Li Quan tidak pernah meninggalkan istrinya seorang diri. Dia ingin menghabiskan waktu bersama istrinya itu, hingga seminggu sebelum kepergian Li Quan, Zhi Ruo mulai merasakan keanehan di dalam tubuhnya.
Setiap pagi, Zhi Ruo selalu merasa mual hingga membuatnya tidak berdaya. Makanan yang diberikan padanya pasti akan keluar lewat muntahan. Tubuhnya lemas dengan wajah yang memucat. Li Quan tampak khawatir dengan keadaan istrinya yang mulai memburuk. Tak hanya muntah, tapi lidahnya terasa pahit hingga membuatnya tidak berselera dengan makanan.
“Istriku, tunggulah sebentar. Aku akan mencarikan tanaman obat untukmu.” Li Quan mengelus lembut dahi istrinya. Zhi Ruo hanya tersenyum dan mengangguk padanya. Lelaki itu kemudian pergi meninggalkannya dan Ling yang selalu setia menemani mereka.
“Nyonya, apa Anda baik-baik saja? Apa Nyonya perlu sesuatu?” tanya Ling yang terlihat khawatir.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya perlu istirahat.” Zhi Ruo berusaha untuk duduk. Gadis itu lantas membantunya.
“Ling, jika suamiku pergi nanti, apa kamu juga akan pergi?”
“Tidak, Nyonya! Aku akan selalu menjaga Nyonya sampai kapan pun. Aku sangat bahagia karena Nyonya sudah menerimaku dan menganggapku sebagai teman.” Gadis muda itu tersenyum sambil menggenggam tangannya.
“Ah, syukurlah. Aku hanya takut jika kamu pergi, karena aku pasti akan sangat kesulitan dalam masa kehamilanku nanti.”
Ucapan Zhi Ruo seketika membuat mata gadis itu melebar. “Apa Nyonya kini sedang mengandung?” tanya gadis itu penasaran.
Zhi Ruo tersenyum dan mengangguk. “Ling, aku mohon simpan rahasia ini. Jika suamiku tahu aku sedang mengandung, dia pasti tidak akan kembali ke Istana Langit. Biarlah dia pergi tanpa membawa beban karena aku yakin dia pasti akan kembali lagi padaku.”
“Tapi, Nyonya …. ”
“Sudahlah, semuanya pasti akan baik-baik saja.”
Zhi Ruo berusaha tersenyum walau di dalam hatinga dia merasa bersalah karena menyembunyikan kabar bahagia itu dari suaminya. Setidaknya, kini dia telah mempunyai tujuan hidup yang baru, yaitu menjalani kehamilan dan menantikan kelahiran buah cintanya itu.
Kehamilan Zhi Ruo telah menginjak usia dua bulan. Dan bulan-bulan selanjutnya dia akan hidup dalam penantian. Penantian atas kehadiran sang buah hati dan penantian atas kedatangan sang kekasih hati. Keduanya akan sangat mendebarkan hingga membuatnya selalu berpikir optimis.
Di malam sebelum kepergiannya, Li Quan mengajak Zhi Ruo ke padang rumput untuk melihat keindahan bulan purnama. Di tempat itu, mereka disuguhkan dengan pemandangan langit yang sangat menakjubkan. Bulan purnama terlihat begitu besar dengan cahaya yang sangat terang. Tak hanya itu, bintang-bintang pun bersinar kerlap-kerlip dengan indahnya. Berbeda dengan sebelumnya, bintang yang terlihat paling terang tampak dikelilingi bintang lainnya. Seakan mereka ingin bersaing dan menyajikan cahaya yang paling sempurna. Namun, cahaya bintang itu terlalu indah untuk disaingi.
Zhi Ruo berbaring di samping Li Quan yang kini mendekapnya erat. Tangan mereka saling menggenggam seakan enggan untuk saling melepaskan. Zhi Ruo berusaha menahan air mata agar tidak jatuh, karena ini adalah takdir yang harus dia terima dan tidak bisa untuk dia hindari.
“Istriku, tunggu aku. Aku pasti akan kembali padamu. Apa pun yang terjadi, jangan pernah tinggalkan hutan ini. Berjanjilah padaku.”
Zhi Ruo mengangguk dan memeluk suaminya erat. Walau tidak ingin menangis, nyatanya air bening itu selalu mencari jalan keluar hingga membuatnya menangis dalam diam. Li Quan menyadari itu dan membelai mesra kepala istrinya.
Malam itu terasa begitu cepat, karena matahari pagi perlahan muncul dari ufuk timur. Keduanya masih berbaring di atas rumput dengan dikelilingi kunang-kunang. Perlahan, Zhi Ruo membuka matanya yang terlihat sembab. Begitu pun dengan Li Quan yang tampak membuka matanya karena semalam tetap terjaga. Li Quan menatap wajah istrinya dan membelainya dengan lembut. Kecupan hangat mendarat di bibir ranum yang kini tersenyum padanya.
“Suamiku, ayo kita kembali. Bukankah, kamu harus bersiap untuk pergi?”
Zhi Ruo perlahan bangkit diikuti Li Quan yang langsung meraih tubuh istrinya itu dalam bopongannya. “Ayo, kita pulang.”
Zhi Ruo tersenyum dan melingkarkan kedua tangannya di leher Li Quan sambil menyandarkan kepala di dada bidang suaminya dan berharap itu bukanlah pelukan yang terakhir. Walau sedih, tapi dia berusaha untuk tetap tegar dan menahan air mata agar tidak kembali jatuh.
Setibanya di mulut goa, Ling sudah berdiri menunggu mereka. Gadis itu tersenyum walau hatinya sedih karena temannya akan ditinggal pergi. Dengan lembut, gadis itu merangkul Zhi Ruo dan membawanya ke dalam goa.
“Nyonya, aku sudah menyiapkan bubur dan daging ayam buat Nyonya. Sebaiknya, Nyonya makan karena itu bagus untuk …. ”
“Ling, tolong berikan aku air putih,” sela Zhi Ruo yang memotong ucapan gadis itu hingga membuatnya tersadar.
“Maaf, Nyonya!” Gadis itu mulai menyadari kesalahannya dan mengambil segelas air untuk Zhi Ruo. “Ini airnya, Nyonya.”
“Terima kasih.”
“Istriku, sebentar lagi aku akan pergi. Apa kamu tidak keberatan jika aku memintamu untuk mengantar kepergianku?”
“Tentu saja aku akan mengantarmu. Baiklah, ayo kita pergi!”
Dengan ditemani Ling, Zhi Ruo mengantar kepergian suaminya itu. Namun, sebelum itu mereka pergi ke salah satu bukit di mana kekuatan itu tersimpan. Di balik sebuah celah batu, Li Quan berdiri sambil menempelkan tangannya di batu itu. Seketika, cahaya ungu terlihat bersinar dari tubuhnya yang bergetar. Lelaki itu sedang menyalurkan tenaga dalamnya untuk mengeluarkan kekuatan yang berupa cahaya putih berbentuk butiran mutiara Sinar putih perlahan mulai tampak dari celah batu dan menyembul keluar. Dengan sigap, Li Quan menangkap cahaya putih itu dan menggenggamnya erat.
Sejenak, Li Quan merasakan sakit hingga membuatnya berteriak. Melihatnya, Zhi Ruo tampak panik, tapi tak lama karena perlahan Li Quan mulai menguasai cahaya putih yang kini diam dalam genggaman tangannya. Sontak, perubahan pun terjadi dalam dirinya. Tubuhnya kini dibalut jubah putih dengan sebuah mahkota kecil di atas kepalanya. Rambut panjangnya terlihat rapi. Wajahnya terlihat putih berseri hingga wajahnya terlihat semakin tampan dan berwibawa.
Tiba-tiba, cahaya putih diiringi suara petir menggelegar di depan mereka dan tampak ayahnya sudah berdiri. Lelaki paruh baya itu menatap Zhi Ruo dengan tatapan mata yang tajam. “Jadi, dia sedang mengandung anak dari putraku?” batinnya. Entah itu adalah kabar bahagia atau petaka baginya. “Ayo, kita pergi!”
“Sebentar, Ayah!”
Li Quan lantas mendekati Zhi Ruo yang tersenyum padanya. Walau berusaha tegar, tapi Li Quan tahu kalau saat ini istrinya itu tengah menahan perasaan sedih.
“Aku mencintaimu dan tunggu aku!”
Li Quan memeluk istrinya yang kini menangis dalam pelukannya. Dengan berat hati, Li Quan melepaskan pelukannya dan bersiap untuk pergi. Namun, langkahnya terhenti saat sekelompok makhluk hitam menerobos dan berdiri di depan mereka.
“Jika kamu pergi membawa kekuatan itu, maka kami akan membunuh istri dan juga janin dalam kandungannya. Apa kamu pikir, kami akan membiarkanmu pergi begitu saja?”
Mendengar ucapan mereka, Li Quan terkejut. Dia tidak menyangka kalau istrinya kini tengah mengandung buah cinta mereka. Kini, hatinya menjadi ragu hingga membuatnya sulit untuk memilih karena pilihannya yang akan menentukan nasib istri dan juga anaknya. Nasib yang akan menjadi takdir dari keluarga kecilnya.