Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 2

Chapter 2

Berbekal tanaman obat yang sudah disiapkannya, Zhi Ruo mulai menuruni gunung. Dengan keranjang di punggungnya, gadis itu menyusuri jalan setapak demi setapak hingga sampai di pemukiman warga. Rupanya, dia sangat dikenali oleh warga sekitar. Buktinya, dia selalu disapa orang-orang yang dijumpainya.

“Zhi Ruo, bagaimana keadaan ibumu, apa dia baik-baik saja?” Seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan ibunya tampak bertanya saat dia melintas di depan rumah wanita itu.

“Iya, Bibi, ibuku baik-baik saja. Ibu menitip salam buat Bibi.” Zhi Ruo berhenti di depan rumah gubuk itu sekadar untuk menjawab sapaannya.

“Syukurlah. Ayo, singgah dulu sebentar, kamu pasti lelah karena baru turun gunung.”

“Terima kasih, Bibi, tapi aku harus segera pergi. Ibu pasti sudah menunggu karena aku harus membeli keperluan dapur. Aku pergi, ya, Bi.” Zhi Ruo melambaikan tangan dan meninggalkan rumah itu.

“Zhi Ruo!” Zhi Ruo memalingkan wajahnya dan menatap ke arah seorang pemuda yang memanggilnya sambil berlari pelan ke arahnya. “Kenapa baru turun? Aku sudah menunggumu dari tadi.” Pemuda itu lantas mengambil keranjang yang tergantung di punggung Zhi Ruo dan menggantung keranjang itu di punggungnya.

“Kenapa? Apa kamu sudah merindukanku?” Zhi Ruo terlihat tersenyum ke arah pemuda itu.

“Ah, walau aku bilang rindu, toh kamu tidak akan merindukanku.” Wajah pemuda itu tersenyum kecut.

“Sudahlah, Yuen. Bukankah, kita adalah sahabat? Ayo, sebaiknya kita cepat.” Zhi Ruo menarik tangannya dan berlari menuju kerumunan orang-orang yang memadati pasar.

Di depan sebuah kedai obat, mereka berhenti dan masuk ke dalam kedai itu. Seorang lelaki paruh baya lantas menyapa mereka, “Zhi Ruo, kenapa kamu baru datang? Cepatlah, mana tanaman obat yang Paman pesan waktu itu?”

Zhi Ruo lantas mengeluarkan tanaman obat yang sudah dipisahkan sesuai jenisnya dan meletakannya di atas meja. “Ini Paman. Ternyata, aku sangat beruntung karena bisa menemukan tanaman obat yang cukup langka. Apakah, Paman akan membayarku sekarang?” Tatapan mata Zhi Ruo tampak berbinar saat lelaki paruh baya itu mengeluarkan sekantong uang dan menyerahkan kantong itu padanya.

“Itu hasilmu hari ini. Paman sangat puas karena kamu selalu bisa memenuhi permintaan Paman. Lain kali, bawa yang banyak agar kamu juga bisa mendapat bayaran yang lebih.”

“Tenang saja, Paman. Sahabatku ini pasti bisa membawa tanaman obat buat Paman.” Yuen tersenyum sambil menepuk bahu Zhi Ruo dengan bangga.

Setelah mendapat bayaran, mereka lantas menuju kedai yang menjual daging. Rasanya, sudah terlalu lama Zhi Ruo dan ibunya tidak menyantap daging.

Dengan ditemani Yuen, Zhi Ruo lantas membeli daging dan memberikan separuh untuk sahabatnya itu. “Apa perlu kamu memberiku daging ini? Zhi Ruo, bawa pulang saja dan masak buat ibumu.”

“Ambil saja, ini hadiahku untukmu. Selama ini, kamu sudah sering membantuku. Ayo, kita pulang.”

Walau enggan, Yuen terpaksa menerimanya. Sambil bercanda, mereka menyusuri jalanan pasar, hingga tiba-tiba suara ringkikan kuda terdengar dan terlihat beberapa orang penunggang kuda yang berlari kencang memecah kerumunan orang-orang di tengah jalan. Sontak, Zhi Ruo terkejut karena kuda-kuda itu berlari ke arahnya. Yuen yang menyadari itu lantas menarik tangan Zhi Ruo hingga mereka terjatuh di sisi jalan.

“Hei, apa kalian tidak punya mata?” Zhi Ruo yang merasa tak terima lantas berdiri dan berteriak ke arah mereka.

Mendengar teriakannya, salah satu penunggang kuda berhenti. Dilihatnya Zhi Ruo yang sedang mengibaskan hanfunya yang kotor terkena tanah.

“Kenapa? Apa kalian pikir jalan ini punya kalian? Kalau ada orang yang terluka karena kalian, apa kalian akan bertanggung jawab?” Zhi Ruo menatap salah satu penunggang kuda yang perlahan berjalan ke arahnya.

Melihat pemuda itu, orang-orang mulai meninggalkan mereka. Pemuda yang wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi itu melirik ke arah Zhi Ruo dan tersenyum kecut sambil meraih dagu gadis itu dan diarahkan di dekat wajahnya. “Wanita sepertimu cukup berani untuk menentangku. Apa kamu tahu siapa aku?” tanya pemuda itu dengan tatapan yang tajam.

Dengan kesal, Zhi Ruo menghempas tangan pemuda itu dan memungut daging yang sudah terjatuh di atas tanah. Ah, rasanya dia begitu kesal karena daging untuk ibunya kini telah kotor dan bercampur dengan tanah. Zhi Ruo lantas memandangi pemuda itu yang masih menatapnya. “Aku tidak peduli siapa dirimu, tapi kamu tidak pantas berbuat seenaknya seperti itu. Dilihat dari pakaianmu, kamu pasti salah satu orang terpandang, tapi sayang sikapmu itu seperti orang tak punya adab.”

Ucapan Zhi Ruo terdengar menghina hingga membuat beberapa lelaki yang bersama pemuda itu turun dari atas kuda dan mendekatinya dengan tatapan penuh amarah. “Dasar wanita jalang! Apa kamu tahu dengan siapa kamu bicara?”

“Aku tak peduli karena aku memang tak mau peduli. Untung saja aku tidak terluka, jika tadi aku sampai terluka, aku akan menuntut kalian!” Zhi Ruo masih terlihat kesal walau Yuen sudah menarik tangannya untuk pergi dari tempat itu.

“Maaf, Tuan. Tolong maafkan teman saya, dia tidak tahu dengan siapa dia bicara. Sekali lagi, maafkan kami, Tuan.” Yuen menunduk meminta maaf dan menarik tangan Zhi Ruo untuk beranjak dari tempat itu. Walau masih kesal, dia akhirnya mengikuti Yuen dan pergi meninggalkan tempat itu.

Melihat tingkah seorang gadis yang berani padanya, membuat lelaki itu menatap Zhi Ruo yang perlahan mulai menjauh. Wajahnya tampak tersenyum dengan tatapan mata yang liar.

“Tuan muda, gadis itu sepertinya tidak tahu siapa Anda. Apa tidak sebaiknya kita beri dia pelajaran?” tanya seorang lelaki sambil menundukan wajahnya di depan pemuda yang dipanggilnya tuan muda itu.

“Cari tahu siapa dia! Setelah itu, bawa dia padaku.” Pemuda itu lantas kembali naik ke atas punggung kudanya dan pergi meninggalkan tempat itu dan diikuti para pengawalnya.

Walau sudah sampai di rumah, Zhi Ruo masih terlihat kesal sambil membersihkan daging yang kotor terkena tanah. Mulutnya tak berhenti mengoceh karena mengingat pemuda yang hampir menabraknya tadi.

“Zhi Ruo, kamu tahu siapa yang kamu marahi tadi? Dia itu adalah tuan muda dari keluarga Zu. Dia itu anak seorang bangsawan dan kamu tahu siapa ayahnya? Ayahnya adalah perdana menteri Zu Qi yang sangat dekat dengan raja. Yang aku dengar, tuan muda itu juga sangat dekat dengan pangeran. Jadi, jangan membuat orang-orang seperti mereka kesal pada kita karena kita bisa saja mati dibunuh oleh mereka.” Yuen menjelaskan panjang lebar, tapi sama sekali tidak digubris oleh gadis itu.

Zhi Ruo tidak ingin menanggapi karena dia tahu, dia tetap akan dianggap salah karena sudah berani melawan orang yang terpandang. Walau Yuen menasehatinya, dia hanya mengangguk dan mempertebal telinga dan mendengar ocehan sahabatnya tanpa membantah sedikit pun.

“Iya, aku dengar. Siapa suruh mereka menerobos jalanan seperti itu? Ah, sudahlah, jangan bahas mereka lagi. Ayo, sebaiknya kita makan.”

Zhi Ruo meletakkan beberapa piring yang sudah terisi dengan lauk pauk dan daging yang sudah dimasaknya. Melihat makanan di atas meja membuat Yuen segera duduk dan menatap makanan hasil olahan sahabatnya itu.

“Bibi, tidakkah Bibi berpikir kalau Zhi Ruo sudah pantas untuk berumah tangga? Lihat saja hasil masakannya ini. Wah, pasti suaminya kelak akan bahagia karena dimanjakan dengan masakannya.”

Wanita paruh baya itu hanya tersenyum dan membelai lembut puncak kepala Zhi Ruo sambil duduk di dekat putrinya itu.

“Kenapa harus aku? Kamu sendiri saja belum menikah. Yuen, jangan pernah berpikir kalau aku akan menikah denganmu.” Wajah Zhi Ruo tampak mendengus dengan bibirnya yang manyun hingga membuat Yuen tersenyum kecut.

“Iya, iya, aku tahu. Mana mungkin aku akan menikah denganmu. Lagipula, wajahku terlalu tampan dan aku tidak suka dengan gadis pemarah sepertimu.”

Mendengar ucapan Yuen, Zhi Ruo lantas menarik piring-piring dari atas meja seakan melarang pemuda itu menyentuh masakannya.

“Bibi, lihat sikap anakmu itu! Bagaimana dia bisa menikah jika sikapnya seperti itu? Bibi, bantu aku, ayolah aku sudah lapar.” Yuen berusaha mengambil piring-piring itu, tapi Zhi Ruo menutupi dengan tubuhnya sambil menjulurkan lidahnya seakan mengejek.

Candaan demi candaan terdengar dari dalam rumah hingga menimbulkan gelak tawa. Keakraban yang terjalin sejak kecil membuat mereka layaknya saudara.

Yuen, pemuda sederhana yang ditinggal mati sang ayah saat berperang telah menjadi sahabat Zhi Ruo sejak mereka kecil. Kehidupan sederhana dan juga sama-sama kehilangan ayah di medan perang membuat keduanya akrab.

Wajah pemuda itu cukup tampan. Tubuhnya kekar karena setiap hari harus bekerja keras mencari nafkah untuk satu-satunya keluarganya, yaitu sang ibu. Warna kulitnya begitu eksotis karena setiap hari harus berjibaku di bawah sinar matahari. Walau begitu, tak sedikit gadis-gadis di desanya yang mengagumi kegigihannya itu.

Bagi Yuen, Zhi Ruo tak hanya sahabat, tapi juga adik yang wajib dijaga dan dilindungi. Baginya, Zhi Ruo adalah wanita spesial karena diam-diam dia begitu menyukai gadis manis pemilik lesung pipi itu.

Baginya, Zhi Ruo tak hanya cantik, tapi sangat menggemaskan. Tawa, canda, dan senyumnya begitu membuai pemuda sederhana itu. Walau diam-diam rasa itu muncul di hatinya, tapi Yuen lebih memilih untuk memendamnya. Biarlah takdir yang akan menentukan nasibnya, asalkan dia bisa selalu bersama gadis yang dicintainya itu.

Hari menjelang malam ketika Yuen meminta undur diri. Pemuda itu pulang tidak dengan tangan kosong. Sambil tersenyum, Yuen melihat bekal yang kini dibawa olehnya. Zhi Ruo tak hanya cantik, tapi juga baik hati dan itulah yang membuat Yuen mencintainya dalam diam.

Saat malam hari, suasana di rumahnya terlihat tenang walau suara jangkrik dan lolongan anjing sering terdengar, tapi itu sama sekali tidak mengganggunya. Bahkan, suara-suara itu dijadikan lagu pengantar tidur baginya.

Di saat ibunya sudah terlelap, dia masih terjaga. Dengan telaten, dia mulai menyiapkan segala sesuatu yang dia butuhkan untuk naik ke gunung di esok hari. Keranjang, sangkur, dan juga bekal tak luput dia siapkan. Semua itu dia lakukan untuk bisa mencukupi kebutuhannya bersama sang ibu. Dia harus tetap naik ke gunung untuk mencari tanaman obat dan juga ubi-ubian untuk kelanjutan hidup mereka.

Setelah selesai menyiapkan semuanya dan membersihkan rumah, Zhi Ruo lantas berbaring di samping ibunya. Dia tampak tersenyum melihat wajah sang ibu yang terlihat damai dalam tidur lelapnya. “Ibu, aku menyayangimu. Aku akan membahagiakanmu dan selalu ada untukmu.” Zhi Ruo membelai lembut wajah keriput sang ibu dan mengecup dahinya.

Zhi Ruo menatap langit-langit kamar dan menghitung lubang-lubang di atas atap. Hawa dingin perlahan masuk dari lubang-lubang itu hingga membuatnya menyelimuti diri dan sang ibu di sampingnya.

Di saat matanya mulai terpejam, seketika dia terkejut saat telinganya samar-samar mendengar suara orang melintas di belakang rumahnya. Walau penasaran, dia tidak ingin beranjak. Di saat malam seperti ini, dia takut untuk keluar dari rumah. Walau demi apa pun, dia tidak akan pernah beranjak. Sambil menutup telinganya, dia memaksakan diri untuk tidur. Tak butuh waktu lama, dia kini sudah terbuai dalam mimpi.

Di luar sana, terlihat dua orang lelaki yang berjalan mengendap dan berusaha untuk masuk ke dalam rumah. Sepertinya, mereka punya niat yang buruk pada Zhi Ruo. Mereka begitu berani karena di rumah itu hanya ada Zhi Ruo dan ibunya yang sudah renta. Mereka ingin membalas perlakuan Zhi Ruo yang dianggap telah menghina mereka.

Ya, Zhi Ruo telah menolak pengakuan cinta dari salah seorang di antara mereka. Mereka ingin menodainya dan itu bukan hal yang sulit karena lokasi rumahnya yang jauh dari desa. Otomatis, tidak ada orang yang akan mengetahui perbuatan mereka. Itulah yang mereka pikirkan, tapi nyatanya mereka harus berpikir seribu kali saat melihat sesosok bayangan hitam yang kini berdiri di depan mereka.

Sontak, mereka terkejut hingga lari terbirit-birit dan jatuh berkali-kali karena dikejar bayangan hitam itu. Bayangan hitam dengan suara serak dan mata yang memerah sekelabat terbang di atas mereka hingga bayangan hitam itu menghilang saat kedua orang itu telah menjauh dari rumah Zhi Ruo.

“Ah, manusia-manusia jahat seperti mereka memang pantas untuk mati. Andai saja aku tidak terikat dengan janji itu, aku pasti sudah menghabisi manusia-manusia seperti mereka!”

Wajah yang terlihat samar itu menampakkan rasa kesalnya dengan menghantam sebatang pohon hingga roboh. Dengan seberkas cahaya yang keluar dari tangannya, pohon itu tumbang tanpa cela dalam sekali tebasan.

Bayangan hitam itu lantas menghilang dalam sekejap. Yang terlihat kini hanya batang pohon yang teronggok di atas tanah hingga membuat Zhi Ruo terkejut saat pagi hari disuguhkan dengan pemandangan yang tentu saja cukup mencengangkan baginya.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset