Desa itu terlihat ramai dengan suara anak-anak kecil yang bermain dengan lincah. Suara mereka terdengar riuh saat melihat pemuda itu datang bersama seorang wanita.
Di depan sebuah rumah sederhana, kuda yang ditunggangi pemuda itu berhenti. Dari balik pintu, tampak seorang gadis kecil berlari menyambut kedatangan mereka dengan senyum di wajah mungilnya.
“Paman!” Gadis kecil tersebut berlari dan mendekat ke arah pemuda itu dan memeluknya saat dia baru saja turun dari atas punggung kuda. Sesaat, gadis kecil itu terkejut saat melihat Dewi Yi yang tak asing baginya. “Kakak?”
“Apa kamu mengenalnya?” tanya pemuda itu sambil mendekat ke arah Dewi Yi. Gadis kecil itu mengangguk dan melayangkan senyumnya pada Dewi Yi. Namun, dia cukup terkejut saat melihat leher gadis itu ditutupi kain dengan noda darah yang cukup banyak.
“Kakak, kenapa lehermu berdarah?” tanya gadis kecil itu sambil meraih tangan Dewi Yi dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Dengan telaten, gadis kecil itu mempersiapkan air bersih dan beberapa tanaman obat untuk mengobati luka di leher Dewi Yi. Begitu pun dengan pemuda yang kini duduk melihat gadis kecil yang tampak terampil mengobati luka gadis yang dibawa olehnya itu.
“Apa ada yang bisa Paman bantu?”
“Tidak ada, Paman. Aku akan mengobati Kakak. Sebaiknya, Paman istirahat saja.”
Gadis yang berusia sekitar 10 tahun itu tampak terampil dalam meracik obat dan membersihkan luka di leher Dewi Yi. Dia sama sekali tidak merasa takut atau jijik dengan aroma anyir darah yang menyengat indera penciumannya. Semua seakan sudah biasa baginya.
Dewi Yi memerhatikan tingkah gadis kecil itu dan dia cukup kagum dengan kemampuannya. Walau baginya luka itu tidak lebih seperti sengatan semut yang tidak akan bisa menyakiti apalagi membunuhnya, tapi dia membiarkan gadis kecil itu merawat lukanya, hingga lukanya sudah tertutup kain bersih dengan ditaburi tumbukan tanaman obat.
Gadis kecil itu rupanya sangat mahir mengolah obat. Tak hanya itu, dia juga pandai membedakan tanaman yang mengandung obat dan tanaman yang mengandung racun. Karena itulah, pemuda itu membiarkan Dewi Yi dirawat olehnya.
“Kakak, istirahatlah.”
Gadis kecil itu lantas mendekat ke arah pemuda yang duduk memandangi mereka. “Kenapa Paman bisa bersama dengan Kakak? Bukankah, Paman bilang kalau Paman ingin pergi ke kota? Tapi kenapa Paman kembali bersama Kakak dengan luka di lehernya?”
Pemuda itu tersenyum sambil membelai kepala gadis kecil itu dengan lembut. “Paman tidak sengaja bertemu dengannya karena dia hampir saja dibunuh oleh perampok yang selama ini Paman cari.”
“Jadi, Paman berhasil membunuh perampok-perampok itu?” Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum.
“Wah, Kakak sangat beruntung karena bisa bertemu dengan Paman. Jika tidak, mungkin saja Kakak sudah mati dibunuh perampok-perampok itu.” Wajah mungilnya tersenyum ke arah Dewi Yi yang menatapnya tak percaya.
“Jika dia tidak datang pun, aku mampu menjaga diriku sendiri. Ah, kalian manusia terlalu sombong dengan kekuatan kalian.” Gadis itu membatin sambil berdiri dari tempat duduknya dan memandang ke arah luar jendela.
Pemandangan di desa terlihat asri. Mereka hidup dengan gotong royong dan saling membantu. Tampak di depan matanya, dia melihat bagaimana mereka saling membantu. Bahkan, saat itu dia melihat seorang lelaki yang sedang berjalan menuju ke tempatnya dengan membawa seorang anak kecil dengan luka di kakinya. Lelaki itu kemudian masuk ke dalam rumah.
“Putriku, siapkan obat sekarang!” perintahnya pada gadis kecil yang langsung bergegas menuju ke ruang obat dan kembali dengan membawa beberapa tanaman obat yang sudah ditumbuk sebelumnya.
Dengan cekatan, lelaki itu mulai membersihkan luka yang tampak mengeluarkan darah. Keahliannya dalam mengobati dan meracik obat sangatlah mumpuni. Itulah sebabnya, anak gadisnya juga memiliki kemampuan yang diturunkan langsung olehnya.
Seorang ibu muda tampak menunggu dengan khawatir saat melihat anaknya sedang diobati. Setelah mengobati anak itu, lelaki tersebut kemudian membersihkan tangannya dari sisa darah dan obat yang menempel di tangannya. Wanita itu lantas tersenyum seraya berterima kasih karena mereka sudah mengobati luka yang diderita putranya dan kemudian pergi setelah gadis kecil itu memberikannya beberapa bungkus tanaman obat.
“Adik ipar, tolong bawa putriku dan tinggalkan kami. Ada hal yang ingin aku bicarakan dengannya,” ucap lelaki itu sambil menatap ke arah Dewi Yi.
Tanpa bertanya, pemuda tersebut lantas meninggalkan mereka dan membawa gadis kecil itu bersamanya.
Lelaki itu kemudian duduk dan menatap ke arah Dewi Yi yang berdiri memandanginya. “Duduklah,” ucapnya mempersilakan Dewi Yi untuk duduk.
Dewi Yi duduk di depannya dan mereka saling menatap. “Apa ini yang kamu lakukan selama ada di sini? Apa hanya karena mereka kamu menentang peraturan langit?”
Lelaki itu tersenyum sambil menuang teh ke dalam dua buah cangkir yang ada di atas meja. “Minumlah, setelah itu aku akan menjelaskan semuanya padamu.”
Dewi Yi meraih satu cangkir dan meneguk teh yang ada di dalamnya. Begitu pun dengan lelaki itu yang melakukan hal serupa.
“Apa yang sudah kamu lihat saat berada di sini? Apa kamu bisa bedakan antara kehidupan di Istana Langit dan kehidupan di alam manusia ini?”
Dewi Yi tersenyum kecut. “Aku bisa melihat kalau di bumi ini banyak manusia serakah dan kejam yang berkeliaran. Mereka dengan mudah membunuh tanpa ampun. Bahkan, sesama teman sendiri mereka bisa saling bunuh. Apa itu yang membuatmu bertahan di sini?”
Lelaki itu kembali meneguk sisa teh di dalam cangkirnya. “Jika bumi ini penuh dengan manusia seperti itu, maka kami tidak akan memiliki tempat untuk sembunyi. Apa selama ini yang kamu lihat dari mereka hanya kekerasan dan tidak bisa melihat manusia-manusia yang memilki hati baik bahkan melebihi dari para dewa sekalipun? Yi Yuen, tidakkah kami pikir kalau kita hanya terikat dengan peraturan langit yang membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa?”
“Itu bukan urusan kita karena kita memang tidak bisa mencampuri urusan duniawi. Apa karena wanita, kamu menentang peraturan langit? Kalau bukan karena putrimu, aku pasti sudah membawamu ke Istana Langit, bagaimanapun caranya.”
Dewi Yi terlihat marah. Namun, lelaki itu hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. “Yi Yuen, aku tahu siapa dirimu. Kamu bukanlah seorang dewi yang selalu mengikuti aturan. Ada alasan yang membuatku enggan untuk kembali. Aku, Zhi Yan yang terkenal sebagai Dewa Obat hanya bisa mengikuti peraturan langit untuk mengobati penghuni Istana Langit, tapi lihatlah manusia yang mati karena penyakit yang tidak ada obatnya. Apa kamu pikir penyakit itu hanya sebuah kebetulan semata?”
Kening Dewi Yi mengerut. “Apa maksud ucapanmu itu? Apa kamu pikir penyakit aneh yang kamu maksud ada hubungannya dengan Istana Langit?”
“Aku tahu kamu tidak bodoh. Apa kamu pikir mereka yang ada di Istana Langit semuanya memiliki hati yang suci? Apa kamu pikir tidak ada dari mereka yang memiliki kepentingan di bumi ini?”
“Sudahlah, jangan bicara omong kosong! Aku tahu itu hanya alasanmu saja. Iya, kan?”
“Baiklah. Jika menurutmu itu hanya omong kosong, bisakah kamu ikut denganku ke suatu tempat? Mungkin saja setelah melihatnya kamu akan berubah pikiran.”
Lelaki itu kemudian bangkit dan berjalan keluar dari dalam rumah. Dewi Yi berjalan mengikutinya dari belakang. Setelah melewati beberapa buah rumah, akhirnya mereka tiba di sebuah bangunan yang cukup besar. Lelaki itu kemudian masuk melalui sebuah pintu yang dijaga oleh beberapa orang lelaki.
Di dalam ruangan itu, ada beberapa ruangan kecil bersekat dan berjeruji. Di salah satu ruangan itu, mereka berdiri.
“Lihatlah, apa ada yang aneh pada dirinya?” tanya Zhi Yan yang merupakan Dewa Obat di Istana Langit itu.
Dewi Yi menatap seorang lelaki yang kini menatapnya dengan tatapan mata yang tajam. Tak hanya itu, wajahnya terlihat beringas dengan suara mendesis seperti seekor ular. “Apa yang terjadi padanya?”
“Lihatlah baik-baik. Apa menurutmu ada sesuatu yang janggal padanya?”
Dewi Yi masih menatap lelaki itu dan dia bisa memastikan kalau memang ada yang aneh padanya. Dari tubuhnya, tampak aura jahat berwarna hitam yang memancar. Aura hitam itu tampak melekat hingga membuat tubuhnya berada di luar kendali. Sesekali dia berteriak histeris dan berusaha membuka jeruji besi. Bukan hanya itu, dari tubuhnya tercium bau busuk yang menyengat karena tubuhnya penuh dengan luka bekas dari cakaran tangannya sendiri. Tampak gelembung-gelembung berair yang muncul di sekitar wajah dan tubuhnya hingga mengeluarkan bau busuk saat gelembung-gelembung itu pecah hingga menimbulkan luka.
“Lihatlah! Bagaimana bisa manusia memiliki aura jahat seperti itu kalau bukan karena satu kekuatan yang mengontrolnya? Menurutmu, kekuatan macam apa yang bisa menyebabkan manusia mengalami hal sekejam dan sesadis itu?”
Dewi Yi terdiam. Walau tak bisa dipungkiri kalau apa yang dikatakan oleh Zhi Yan memanglah benar adanya. Dia bisa tahu aura yang dimiliki roh jahat ataupun siluman. Namun, aura jahat yang ada di tubuh lelaki itu tampak asing dan dia tidak mengetahui asal muasal aura jahat itu.
Ternyata, bukan hanya lelaki itu saja yang mengalami penyakit aneh, tapi ada beberapa orang yang juga mengalami hal yang sama hingga dikurung di dalam ruangan itu.
Dewi Yi tampak gusar karena dia tidak menyangka ada kekutan aneh yang dia sendiri tidak tahu asalnya. Padahal, baginya bukan hal yang sulit untuk mendeteksi aura jahat yang bersemayam di tubuh manusia ataupun dari penampakan roh jahat dan siluman.
“Sekarang, apa kamu tahu kenapa aku memilih bertahan di sini?”
“Aku akan menyelidikinya. Jika apa yang kamu sangkakan memang benar, aku berjanji akan mengungkap kejahatan ini dan membiarkanmu tetap ada di sini, tapi jika sangkaanmu salah, maka kamu harus bersiap untuk kembali ke Istana Langit dan meninggalkan tempat ini.”
“Baiklah, aku berjanji.” Zhi Yan berucap dengan yakin karena dia memang meyakini kalau itu semua berasal dari Istana Langit.
Selama beberapa hari, Dewi Yi menginap di rumah Zhi Yan. Selama di sana, dia banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan yang tertutup itu. Dia ingin mengenal aura jahat yang tersembunyi di tubuh mereka. Terkadang, dia membantu Zhi Yan dalam meracik tanaman obat untuk diberikan pada penduduk desa yang datang berobat padanya.
Untuk sesaat, dia cukup kagum dengan sikap manusia yang saling menolong dan peduli sesama mereka. Karena selama ini para dewa dilarang keras untuk mencampuri urusan manusia.
Selama ada di desa itu, Dewi Yi mulai merasa kalau kehidupan manusia tidaklah buruk seperti yang selama ini disangkanya. Terlihat dari senyum dan sapaan mereka padanya saat bertemu. Bahkan, tak sedikit para wanita yang datang padanya untuk meminta racikan obat yang bisa membuat wajah mereka terlihat cantik dan menawan. Mereka begitu takjub dengan kecantikan Dewi Yi yang bagi mereka seperti seorang dewi.
“Nona, apa ada obat khusus yang membuat wajahmu bisa terlihat cantik seperti ini?” tanya seorang wanita muda yang terpesona dengan kecantikan wajah Dewi Yi.
Dewi Yi hanya tersenyum saat dilontarkan pertanyaan seperti itu. Entah apa yang harus dia jawab karena kecantikan itu tidak didapatnya dari racikan obat mana pun.
“Sudah, sudah, biar aku yang akan memberikan ramuan untuk mempercantik wajah kalian.” Zhi Yan memberikan isyarat pada Dewi Yi untuk meninggalkan mereka. Gadis itu kemudian pergi karena tiba-tiba saja tangannya diraih oleh gadis kecil yang tersenyum ke arahnya.
“Kakak, ayo temani kami ke pasar. Ibu memintaku dan paman membeli keperluan dapur yang sudah habis. Ayo!”
Tanpa mendengar jawaban Dewi Yi, gadis kecil itu lantas membawanya ke arah kereta kuda di mana seorang pemuda sudah menunggu mereka.
“Zhi Ruo, kenapa kamu membawa Nona Yi bersama kita?”
“Sudah, jangan marahi dia! Lagipula, aku juga ingin jalan-jalan sebentar.” Dewi Yi tersenyum ke arah gadis yang bernama Zhi Ruo itu.
“Baiklah, kalau begitu cepatlah sebelum kakakku marah karena kita belum juga berangkat!”
Mereka kemudian pergi. Di dalam kereta gadis kecil itu terus mengoceh, hingga membuat Dewi Yi tersenyum. Tingkahnya yang lucu membuat gadis itu kadang tertawa lepas. Mendengar suara tawa Dewi Yi, seketika membuat pemuda itu tersenyum. Rasanya ada sesuatu yang dia rasakan saat mendengar suara yang terdengar lembut di telinganya. Sesuatu yang membuat jantungnya berdebar dengan cepat.
Saat kereta mereka mulai mendekati pasar, tiba-tiba saja kereta mereka berhenti serentak. Tampak suasana begitu kacau dengan orang-orang yang berlari seakan menghindar dari sesuatu. Dari balik jendela, Dewi Yi melihat aura jahat yang berada tak jauh dari mereka.
“Cepat bawa Zhi Ruo pergi dari sini!” perintah Dewi Yi pada pemuda itu. Dewi Yi lantas turun dari kereta dan mendekat ke arah aura jahat yang terlihat semakin dekat di depannya.
“Nona Yi, jangan pergi ke sana!” cegah pemuda itu, tapi Dewi Yi tidak menggubrisnya.
“Paman, cepat bantu kakak! Aku akan menunggu Paman di bawah pohon sakura di dekat sungai. Cepat, Paman!” Gadis kecil itu kemudian pergi meninggalkannya.
Pemuda itu lantas mengejar Dewi Yi yang kini telah berhadapan dengan dua orang lelaki yang dirasuki aura jahat. Melihat kedatangannya, gadis itu hanya mendengus kesal.