Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 32

Chapter 32

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Dewi Yi mampu membuatnya dengan cepat tiba di desa. Pandangan matanya liar mencari sosok Qiang yang tak kunjung dilihatnya. Suasana desa terlihat porak poranda. Dengan berlari, dia menuju ruangan di mana orang-orang yang memiliki penyakit aneh itu dikurung. Namun, ruangan itu telah hancur dan kosong.

Tanpa berpikir lama, dia segera menuju rumah Zhi Yan dan lagi-lagi rumah itu sudah tak berpenghuni. Saat dia hendak keluar, tiba-tiba saja dia diserang oleh dua orang dengan tubuh penuh luka. Mereka terlihat liar dan menyerangnya dengan membabi buta.

Melihat mereka yang dirasuki membuat Dewi Yi berusaha untuk menghindar dan tidak membunuh mereka, tapi rupanya orang-orang itu terlalu sulit untuk dikalahkan. Mereka tahu, seorang dewi tidak akan bisa membunuh manusia. Dengan beringas mereka terus menyerang hingga membuat Dewi Yi selalu berupaya untuk menghindar.

Di saat Dewi Yi sudah terpojok, tiba-tiba saja Ling datang membawa seutas tambang dan melemparkan ke arahnya. Dengan kompak, mereka mengikat kedua orang itu dengan tambang yang dilingkarkan ke tubuh keduanya. Tampak, kedua orang itu menyeringai dengan tatapan mata yang tajam ke arah mereka.

“Ling, apa Qiang dan keluarga Zhi Yan baik-baik saja?” tanya Dewi Yi yang terlihat khawatir.

Wajah gadis itu terlihat sedih. “Maafkan aku, Dewi. Aku tidak berhasil melindungi Nyonya. Dia telah mati bersama anak yang ada di dalam kandungannya.”

Dewi Yi terdiam walau hatinya penuh amarah. Air matanya perlahan jatuh karena tidak sempat menyampaikan pesan Zhi Yan pada istrinya itu.

“Lalu, mana Qiang dan Zhi Ruo?”

“Ikut aku! Mereka sedang bersembunyi di suatu tempat.”

Ling lantas membawanya ke dalam sebuah ruang bawah tanah yang sudah dibangun sejak penyakit aneh itu mewabah. Ruang bawah tanah itu dibuat atas perintah Zhi Yan. Ruangan yang tidak terlalu besar itu sudah penuh sesak dengan para wanita dan anak-anak yang kini menangis ketakutan.

Melihat Zhi Ruo yang duduk sambil memeluk adiknya, Dewi Yi tak kuasa menahan tangis. Ayah dan ibu mereka kini telah mati dan entah apa yang akan dia jawab andai gadis kecil itu menanyakan perihal ayahnya.

“Kakak!” Zhi Ruo bangkit dan memeluk Dewi Yi sambil menangis.

“Kakak, mana ayahku? Katanya, ayah pergi untuk mencarimu.” Wajahnya terlihat sedih hingga membuat Dewi Yi memeluknya erat.

“Maafkan, Kakak. Ayahmu sangat menyayangi kalian. Kakak akan menjaga kalian, apa pun yang terjadi, Kakak akan menjaga kalian.”

Gadis kecil itu seakan paham dan beralih memeluk adiknya.

Dewi Yi melihat ke arah sekitar dan tidak melihat Qiang di mana pun. Sejenak, ada rasa khawatir karena takut kehilangan pemuda yang sudah membuat hatinya luluh.

“Ling, mana Qiang?”

“Dia masih di luar, tapi aku dari tadi tidak melihatnya. Setelah membawa kami ke sini, dia langsung pergi.”

Dewi Yi kembali menatap sekitar dan melihat anak-anak yang menangis ketakutan. Itu bukan pemandangan yang ingin dia lihat. Bagaimanapun caranya, dia harus menghentikan semuanya.

“Ling, jaga mereka. Aku akan keluar mencari Qiang.”

Ling mengangguk dan menatap kepergian Dewi Yi dari balik pintu ruangan itu.

Sementara Qiang dan beberapa pemuda, tampak kesulitan menghadapi beberapa orang yang sudah dirasuki dan berlaku seperti mayat hidup. Walau tubuh orang yang dirasuki sudah penuh dengan luka, tapi nyatanya mereka tak bisa ditumbangkan. Seakan ada suatu kekuatan yang menggerakan tubuh mereka dan terus berusaha membunuh manusia yang ada di depannya.

“Qiang, apa yang harus kita lakukan? Walau mereka tak seberapa, tapi mereka tidak bisa dibunuh. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka hanya berusaha membunuh penduduk di desa ini saja?” tanya seorang pemuda yang tampak ketakutan.

Qiang tidak mampu untuk menjawab karena dia tahu alasannya, yaitu kakak iparnya yang merupakan seorang dewa. Dia mengetahui itu setelah mempertanyakan keanehan yang dialami warga desanya pada kakak iparnya itu.

Karena merasa ikut bertanggung jawab, dia berusaha membantu warga desanya karena dia juga sadar, mungkin itu juga terjadi karena dirinya dan Dewi Yi yang kini saling mencintai. Cinta yang tak patut bagi mereka karena terhalang dua dunia yang sangat jauh berbeda. Dan kini, pikirannya tertuju pada Yi Yuen yang belum juga menampakkan diri.

“Qiang!” panggil Dewi Yi yang kini berlari ke arahnya. Sontak, dia berlari ke arah gadis itu dan meraih tubuhnya ke dalam pelukan.

“Aku sangat merindukanmu,” ucap Qiang sambil memeluk Dewi Yi yang mengangguk pelan.

“Aku juga merindukanmu. Maaf, karena aku baru datang menemuimu.”

“Yi Yuen, di mana kakak iparku?” tanya Qiang. Seketika, raut wajahnya berubah saat Dewi Yi menggelengkan kepalanya.

“Maafkan aku. Karena pengorbannya itu, aku bisa turun ke sini. Aku akan menyelesaikan masalah ini dan menyelamatkan kalian. Qiang, aku mohon pergilah dan jaga Zhi Ruo dan adiknya. Mereka sudah tidak punya ayah dan ibu, karena itu aku tidak akan membiarkan mereka kehilanganmu. Pergilah!”

Sebuah pedang kebiruan tampak terlihat di genggaman tangannya. Pandangannya kini tertuju pada kumpulan manusia yang tak terkendali. Kumpulan manusia yang bersiap menyeranganya.

“Qiang, pergilah! Jaga dirimu dan semoga semesta akan mempertemukan kita kembali. Aku mencintaimu.” Dewi Yi memeluk dan mencium bibir lelaki itu dan mendorong tubuhnya hingga menjauh.

Tiba-tiba saja, mereka telah dipisahkan oleh cahaya bening berwarna biru. Qiang berlari dan bermaksud menerobos cahaya itu, tapi dia tidak sanggup dan hanya bisa memanggil nama kekasihnya sambil memukul cahaya bening yang tak bergerak sama sekali.

“Yi Yuen, jangan lakukan itu!” Qiang berteriak dengan air mata yang jatuh membasahi wajahnya.

Dewi Yi hanya menoleh dan melayangkan senyum padanya seiring serangan dari salah satu makhluk yang bersembunyi di tubuh manusia yang tidak berdaya.

Dengan air mata, Dewi Yi maju sambil menghunuskan pedangnya. Tak peduli dengan serangan yang mengarah padanya, karena dia sudah bertekad untuk mengorbankan dirinya sebagai seorang dewa yang melanggar aturan langit. Dengan terpaksa, dia harus membunuh manusia yang dirasuki aura jahat demi menyelamatkan seseorang yang dia cintai dan orang-orang di desa yang tidak berdosa.

Tanpa ampun, Dewi Yi maju dan melakukan perlawanan. Dengan gesit, dia mengayunkan pedangnya tepat ke arah batang leher mereka dengan kepala yang terlepas dari badan. Darah kental terciprat memenuhi wajah dan sekujur tubuhnya. Dewi Yi terus merangsek maju dan menyerang mereka satu per satu walau tenaga yang dimilikinya mulai terkuras.

Dengan napas tersengal, Dewi Yi terus menyasar serangannya hingga satu per satu tumbang di tangannya. Di saat terakhir, yang tertinggal hanya seorang yang tampak ketakutan di depannya.

“Katakan padaku, siapa yang menyuruh kalian?” tanya Dewi Yi yang kini berdiri di depannya.

Walau tampak ketakutan, nyatanya tidak membuat dia mengatakan apa pun selain senyum sinis yang mengejek. “Tujuan kami sudah berhasil. Kamu bukan lagi seorang dewa yang harus kami takuti. Kamu telah membunuh manusia dan kamu akan menerima hukumanmu. Kami akan menguasai Istana Langit dan alam manusia. Sekarang, terimalah hukumanmu.”

Tiba-tiba manusia itu meraih pedang dari tangan Dewi Yi dan menancapkannya tepat ke arah perutnya. Wajahnya tersenyum sinis dengan mata yang perlahan menutup.

Sementara Qiang masih memandang ke arah Dewi Yi yang kini menatap ke arahnya dan seketika gadis itu terduduk sambil menunduk ke tanah dengan air mata yang perlahan jatuh. Kini, dia harus bersiap menerima hukuman karena perbuatannya itu dan merelakan pemuda yang kini menatapnya sedih.

“Yi Yuen …. ” Dewi Bulan tampak berdiri di depannya dan menatap seluruh tubuhnya yang kini penuh darah.

“Mereka telah berhasil menyingkirkanku. Mereka ternyata tahu kelemahanku. Aku, Dewi Keabadian tak pernah sekali pun merasakan simpati pada manusia, tapi mereka telah memberikanku kasih sayang hingga membuatku rela melakukan semua ini,” ucap Dewi Yi sambil memandangi Qiang, Ling, dan Zhi Ruo yang kini menangis saat melihatnya.

“Dewi Bulan, tubuhku boleh menghilang. Jasaku mungkin tidak akan kalian kenang, tapi dendamku akan selamanya mengakar di setiap kehidupanku. Jika semesta mengizinkanku kembali, maka aku akan buktikan kalau aku dan Zhi Yan telah menjadi korban kelicikan mereka. Sebagai sahabat, aku memintamu untuk berhati-hati pada Dewa Perang. Jangan pernah percaya padanya karena dia yang telah melakukan semua ini padaku.” Dewi Yi perlahan bangkit, “Simpanlah pedangku ini karena suatu saat nanti aku akan datang dan mengambilnya kembali.”

Pedang yang telah berubah wujud menjadi tusuk rambut itu lantas dia serahkan pada Dewi Bulan yang hanya menatapnya dengan air mata yang perlahan jatuh. Sebagai sahabat, dia tahu gadis itu tidak pernah berkata bohong dan dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menatap sahabatnya yang kini berjalan meninggalkannya.

Dengan langkah yang tertatih, Dewi Yi berjalan mendekati Qiang yang kini berlari ke arahnya. Di saat tubuhnya akan jatuh, pemuda itu meraihnya dan memeluknya dengan isakan tangis yang kini terdengar. Sambil berbaring di atas pangkuan Qiang, Dewi Yi tersenyum dan menyentuh wajah pemuda itu dengan tangannya yang gemetar. “Maafkan aku karena pertemuan kita hanya berakhir sampai di sini. Andai semesta memberikanku kesempatan, aku ingin bertemu denganmu lagi dan menjadi kekasihmu tanpa perlu khawatir dengan peraturan.”

Dewi Yi tersenyum saat tangan pemuda itu menyentuh wajahnya sambil menganggukan kepala. “Andai itu terjadi, aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku lagi. Aku akan menjagamu dan melindungimu dengan nyawaku sendiri. Yi Yuen, aku mencintaimu dan aku akan menunggumu hingga kita dipertemukan kembali.”

Dengan lembut, Qiang mengecup bibir Dewi Yi dengan mesra. Tanpa sadar, keduanya menangis menitikkan air mata karena itu adalah ciuman terakhir mereka. Ling dan Zhi Rio hanya bisa menangis melihat tubuh Dewi Yi yang perlahan bercahaya kebiruan saat masih berada di pelukan Qiang. Tak ingin melepaskan, pemuda itu masih memeluk tubuh Dewi Yi yang kini berpendar menjadi cahaya-cahaya kecil dan menghilang ke atas awan.

“Yi Yuen, aku mencintaimu.” Itulah ucapan terakhir yang diucapkan pemuda itu saat melihat Dewi Yi yang kini tak lagi ada di dalam pelukannya. Wajahnya telah basah dengan air mata dengan netra yang memerah. Hatinya hancur seperti kepingan-kepingan cahaya yang memancar keluar dari tubuh kekasihnya itu. Seperti halnya Yi Yuen yang mengeluarkan air mata di saat dia sedang tertidur dengan isakan tangis yang membuat Zhi Ruo segera membangunkannya. “Putriku, apa kamu mimpi buruk lagi?” tanya Zhi Ruo saat Yi Yuen kini menangis di dalam pelukannya.

“Ibu, kenapa aku selalu menangis saat memimpikan pemuda itu? Aku sama sekali tidak mengingat apa pun, tapi kenapa kejadian di dalam mimpi dan pemuda itu terasa begitu nyata? Melihatnya menangis, aku merasakan sakit di dadaku. Aku …. ” Yi Yuen tidak mampu melanjutkan ucapannya dan hanya bisa memeluk ibunya yang mengelus punggungnya perlahan.

“Jangan terlalu memikirkan mimpi itu. Itu hanyalah bunga tidur. Ayo, kita tidur lagi.” Zhi Ruo berbaring dan diikuti Yi Yuen yang berbaring di sampingnya. Dengan lembut, Zhi Ruo memeluk putrinya itu sambil mengelus kepalanya.

Walau memaksa untuk tidur, tapi nyatanya Yi Yuen tidak bisa memejamkan matanya dan mimpi itu tak bisa hilang begitu saja. Mimpi yang sudah dialaminya sejak beberapa hari yang lalu. Semua peristiwa di dalam mimpi itu bagaikan sebuah kilas balik tentang kehidupannya di masa lalu.

Perlahan, dia bangkit dari tempat tidur dan memilih duduk di halaman kedai sambil menatap bulan. Ada keindahan yang dilihatnya dari pancaran cahaya bulan yang kini menarik perhatiannya. Cahaya terang yang terasa menenangkan hingga tanpa sadar membuatnya menitikkan air mata. Peristiwa di alam mimpi kembali teringat. Wajah seorang pemuda yang samar-samar dan tak dikenalnya terlihat menangis seiring dengan ucapan kata cinta yang begitu jelas didengarnya. Ucapan kata cinta yang membuatnya terharu hingga membuatnya menangis dalam diam.

Yi Yuen menghapus air matanya yang jatuh tanpa disadarinya. Dia merasa sesak di dalam dadanya saat mengingat kepingan-kepingan mimpi yang selalu mengganggunya. Mimpi yang sudah membuat hatinya merasakan suatu keanehan.

“Dewi Yi, apa yang kamu pikirkan?” Ling kini berdiri di sampingnya dan menatap ke arahnya.

“Dewi Yi? Apa Bibi baru saja memanggilku Dewi Yi?”

Ling tersenyum dan duduk di sampingnya. “Itu panggilanku padamu di saat lalu. Apa Dewi tidak mengingatnya?” Ling menatap ke arahnya hingga membuat Yi Yuen menjadi heran.

“Dewi Yi, aku tahu kita pasti akan bertemu kembali. Aku sudah lama menunggu untuk bertemu denganmu dan membalas perbuatan mereka pada kita.” Ucapan Ling kembali membuat Yi Yuen menatapnya seakan tak percaya.

“Bibi, apa maksudmu? Kenapa Bibi mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak aku mengerti? Bibi, apa Bibi tahu siapa aku?”

Ling mengangguk dan tersenyum padanya. “Aku tahu siapa dirimu dan aku tahu siapa ibumu. Aku adalah orang yang mengetahui cerita kehidupan kalian di masa lalu. Dan aku tahu kalau ada seseorang yang begitu mencintaimu hingga membuatnya mati dalam ketersiksaan. Dia selalu mengingatmu bahkan di akhir kehidupannya hanya namamu yang dia ucapkan hingga semesta mengambil nyawanya.”

Yi Yuen tersentak mendengar ucapan Ling yang tentu saja semakin membuatnya penasaran. “Bibi, jika itu benar, aku mohon, ceritakan semuanya padaku,” ucap Yi Yuen yang membuat Ling tersenyum dan mengangguk.

“Baiklah. Aku akan menceritakan semuanya.”

Perlahan, kilasan peristiwa di masa lalu akan tersingkap. Peristiwa yang akan membuatnya mengingat akan sosok yang sudah membuatnya menangis dalam ketidakberdayaan. Seseorang yang ternyata masih menunggunya untuk bisa kembali bersama.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset