Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 4

Chapter 4

Zhi Ruo masih terdiam dengan wajah yang menunduk. Sedangkan, pemuda yang bernama Zu Min itu kini menatap ke arahnya sambil tersenyum karena terpikat dengan kecantikannya.

“Baiklah, malam ini aku tidak ingin terburu-buru. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Kalau boleh aku tahu, siapa namamu?” Zu Min bersikap sangat sopan, bahkan bisa dibilang sikapnya sangat lembut. Sikap yang jauh berbeda dengan sikapnya tadi siang.

“Kenapa? Jika aku memberitahumu, apa kamu akan melepaskanku?” Zhi Ruo menatapnya tanpa kedip dan mengharapkan jawaban dari pemuda itu, tapi yang didapatnya hanya gelak tawa, hingga membuatnya mengernyitkan keningnya. “Kenapa kamu tertawa, apa ada yang lucu?”

Pemuda itu lantas bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja kecil yang sudah penuh dengan aneka kudapan dan sebotol arak. Arak di dalam botol itu lantas dituangkan ke dalam cangkir dan diteguknya. Cangkir yang sudah kosong kembali dituangi arak dan cangkir penuh arak itu diberikannya pada Zhi Ruo. “Minumlah dan biarkan aku menikmati malam ini bersamamu. Sebaiknya, jangan membuatku kesal jika tidak ingin aku berbuat kasar padamu.” Kini, tatapan matanya telah kembali. Tatapan mata yang penuh amarah yang tersembunyi di balik sikapnya yang tenang.

Namun, Zhi Ruo tidak peduli. Cangkir yang disodorkan padanya lantas dihempaskan, hingga cangkir itu jatuh di atas lantai. Wajah Zu Min seketika berubah. Sambil mengepalkan tangannya, dia berusaha menahan amarahnya, tapi sudah terlambat karena Zhi Ruo sudah membuatnya naik darah.

“Dasar perempuan jalang!”

Seketika Zhi Ruo terkejut saat satu tamparan keras menghantam wajahnya. Matanya memerah menahan tangis dan juga amarah. Belum sampai di situ saja, Zu Min dengan gagahnya menghempaskan tubuh gadis itu, hingga terlentang di atas tempat tidur.

“Aku sudah berusaha baik dan sopan padamu, tapi rupanya kamu tipe wanita yang suka dengan kekerasan. Baiklah, malam ini aku akan melayani kemarahanmu itu. Aku akan membuatmu marah hingga ingin membunuhku!”

Zu Min lantas mendekati Zhi Ruo yang kini berusaha untuk menghindar. Di atas tempat tidur, Zhi Ruo menangis sambil berontak dari dekapan Zu Min yang memaksa kasar hingga membuat bajunya robek. Tak hanya itu, tatapan matanya begitu beringas dengan kecupan-kecupan liar yang dipaksa mendarat di wajah cantik yang kini menangis dan mengiba.

Bukan pengampunan yang didapatkan Zhi Ruo, melainkan paksaan dan percobaan pemerkosaan yang dihadapinya. Zhi Ruo menangis dan mengiba di depan pemuda itu, tapi yang dia dapatkan hanya senyuman sinis dengan kecupan membabi buta.

Zhi Ruo yang mulai terpojok dan tak bisa lagi menghindar, terpaksa harus menerima kecupan-kecupan yang tentu saja ingin membuatnya muntah. Sekuat apa pun dia mengelak, maka sekuat itu pula Zu Min mulai melancarkan gairah yang semakin membuatnya beringas. Melihat tubuh indah Zhi Ruo yang kini setengah polos, membuat gairah kebinatangannya memuncak hingga dengan sekali tarikan, baju Zhi Ruo terlepas hingga tubuh indahnya benar-benar polos tanpa selembar benang.

Bukannya mengasihani Zhi Ruo yang kini menangis, pemuda itu malah semakin berhasrat menggerayangi keelokan tubuh polos yang kini terpampang di depan matanya. Wajahnya tersenyum lebar dengan seringai kepuasan karena sebentar lagi dia akan menikmati tubuh indah itu. Dengan segera, dia mulai membuka jubahnya dan menatap Zhi Ruo yang berusaha menutupi tubuhnya. “Sebaiknya kamu tidak usah melawan dan cobalah untuk menikmati malam ini. Aku menyukaimu dan jika kamu mengikuti apa mauku, aku bisa saja menjadikanmu istriku dan menuruti semua keinginanmu.”

Zu Min mendekati Zhi Ruo yang kini tak bisa lagi berbuat apa-apa. Gadis itu telah pasrah saat tubuhnya diraih dan ditelentangkan di atas ranjang. Dia memejamkan matanya dengan bulir air bening yang kini jatuh tanpa suara. Ya, dia menangis karena dirinya akan ternoda. Dia menangis karena nasibnya kini seperti seorang wanita murahan yang dipaksa menjual tubuhnya. Dia menangis kerena dia sudah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya jika lelaki itu berhasil mendapatkan kehormatannya.

Di saat dia mulai pasrah, di saat dia merasakan tubuh pemuda itu mulai menyentuhnya dan di saat itulah bantuan Dewa datang menolongnya. Suara ketukan pintu yang cukup keras membuat Zu Min menghentikan aksinya. Walau berusaha untuk tidak memedulikan ketukan itu, tapi suara ketukan pintu semakin menjadi hingga membuatnya menjadi kesal.

“Tuan Muda, ayah Tuan sedang mencarimu.” Mendengar nama ayahnya, sontak lelaki itu berdiri dan meninggalkan Zhi Ruo yang kini menutupi tubuhnya dengan selembar kain.

Zu Min lantas mengenakan kembali jubahnya dan melangkah menuju pintu dan menemui anak buah kepercayaannya itu. “Ada apa?” tanyanya kesal.

“Maaf, Tuan Muda. Ayah Tuan sudah kembali dan ingin bertemu dengan Tuan. Sekarang, dia sedang menunggu di ruang utama.”

Mendengar itu, Zu Min tampak kesal. Kesenangan yang ingin dia rasakan malam ini rupanya harus tertunda. “Baiklah, katakan pada ayahku aku akan segera menemuinya.”

Lelaki itu kemudian pergi. Zu Min kembali menutup pintu dan melihat ke arah Zhi Ruo yang sudah menutupi tubuhnya dengan kain. Dengan santainya, pemuda itu berjalan mendekati Zhi Ruo dan duduk di sampingnya yang kini mengalihkan pandangan ke tempat lain. Melihat sikapnya itu, Zu Min hanya tersenyum.

“Ah, sepertinya kamu satu-satunya wanita yang melawan saat aku ingin memberikan kenikmatan. Namun, aku suka dengan perlawananmu itu dan aku merasa tertantang untuk menaklukkannya. Maaf, malam ini kesenangan kita harus tertunda. Ah, kalau bukan karena ayah, aku tidak ingin beranjak dari sini.”

Zu Min lantas meraih dagu Zhi Ruo dan memaksa gadis itu untuk menatapnya. “Tunggu aku. Aku akan kembali dan kita akan lanjutkan permainan kita.” Zu Min membelai wajah Zhi Ruo yang telah membuatnya jatuh hati. Kecantikan Zhi Ruo nyatanya telah meluluhkan hatinya.

Zu Min akhirnya pergi setelah mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala Zhi Ruo. Tanpa mengelak, Zhi Ruo terdiam dan menerima kecupan itu. Rasanya, tubuhnya terlalu lemah untuk kembali mengelak. Walau penolakan demi penolakan telah dia lakukan, tapi nyatanya semakin dia melawan semakin beringas lelaki itu ingin memilikinya. Untuk saat ini, dia bisa bernapas dengan lega karena lelaki itu telah pergi. Namun, sampai kapan dia akan berada di tempat itu tanpa ada kepastian. Rasanya, dia ingin lari dan menemui ibunya yang kini tengah sakit dan mengkhawatirkannya.

Di saat Zhi Ruo mengingat ibunya dan menangis, di saat yang sama wanita paruh baya itu juga merasakan hal yang sama. Sejak Zhi Ruo kecil, mereka tak pernah berpisah. Kemana dia pergi, Zhi Ruo kecil selalu dibawa olehnya. Kini, sakit yang dia rasakan semakin membuat tubuhnya melemah. Yuen yang selalu ada dan merawatnya, rupanya tak membuat wanita itu tenang, melainkan selalu menangis karena mengingat putrinya yang kini telah meninggalkannya.

“Bibi, ayo minum obatnya. Yakinlah kalau Zhi Ruo saat ini baik-baik saja. Jika dia kembali nanti dan melihat Bibi telah sembuh, dia pasti akan sangat bahagia.” Yuen berusaha untuk menyemangatinya, tapi percuma karena itu sama sekali tiada berguna.

“Yuen, terima kasih karena sudah menemani Bibi di sini. Terima kasih karena sudah menjadi sahabat Zhi Ruo sejak kecil.” Wajah renta itu tersenyum melihat pemuda yang kini duduk di depannya.

“Kamu tahu, Bibi berharap kelak kamu akan menjaga Zhi Ruo dan menjadikannya sebagai istrimu. Tidak ada laki-laki di dunia ini yang Bibi bisa percayai untuk menjaga dan menyayangi Zhi Ruo selain dirimu. Kamu pemuda yang sangat baik, tapi nyatanya Dewa tak menghendaki itu.”

Terlihat, air bening jatuh membasahi wajahnya yang keriput. Begitu pun dengan Yuen yang kini menitikkan air mata karena mengingat Zhi Ruo yang kini jauh darinya.

“Bibi, aku berjanji akan menjaga dan melindungi Zhi Ruo dengan nyawaku. Apa pun yang terjadi, aku akan melindunginya, tapi untuk saat ini, aku mohon pada Bibi untuk menjaga kesehatan Bibi. Minumlah ramuan obat ini agar Bibi bisa sembuh.”

Yuen mengambil secangkir air seduhan tanaman obat yang sudah diolahnya dan ingin meminumkannya pada wanita itu, tapi lagi-lagi wanita itu menolak.

“Yuen, terima kasih, Nak. Obatmu itu tidak akan lagi berguna untuk tubuh tua dan renta ini. Bibi …. ” Tiba-tiba suaranya tersendat. Napasnya tersengal dengan mata yang terbuka melebar.

“Bibi!” seru Yuen sambil menggenggam tangan wanita itu.

“Yuen, tolong jaga putriku. Sampaikan salam sayang untuknya karena Bibi tidak bisa lagi bersamanya. Lihatlah di sana, ayah Zhi Ruo sudah menungguku.” Wanita itu menunjuk ke salah satu sudut ruangan di mana bayangan suaminya sedang berdiri dan tersenyum padanya.

“Yuen, tolong jaga putriku.” Selepas berucap, napasnya seketika terhenti dengan bulir air mata yang jatuh di sudut matanya. Wajah rentanya tampak tenang dalam tidur panjang. Yuen hanya bisa menangis dan memeluk tubuh renta yang tak lagi bernapas.

Sementara jauh di sana, Zhi Ruo terbangun dengan air mata yang tiba-tiba jatuh tanpa disadarinya. Di balik selimut yang menutupi tubuhnya, Zhi Ruo menangis karena mengingat wajah ibunya yang tiba-tiba melintas dalam mimpinya. Zhi Ruo menangis seakan dia sedang merasakan kehilangan orang terkasihnya.m, hingga dia terkejut saat pintu kamarnya terbuka.

“Tuan, tolong biarkan aku temui ibuku! Aku mohon, biarkan aku menemuinya!” Zhi Ruo menangis dan mengiba di depan lelaki itu.

“Apa yang akan kamu berikan jika aku mengabulkan permintaanmu itu? Aku butuh imbalan.”

“Aku akan menjadi wanitamu. Aku tidak akan membantahmu dan melakukan apa pun perintahmu. Aku …. ” Zhi Ruo tidak sanggup melanjutkan kalimatnya dan hanya bisa menangis.

“Baiklah, aku akan menyuruh orang suruhanku untuk membawa ibumu ke sini. Ah, bagaimanapun juga aku harus menjaga ibu dari wanitaku, tapi untuk saat ini kita tidak bisa bersama karena tiga hari ke depan aku harus pergi.” Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap Zhi Ruo yang duduk di sampingnya.

“Kamu sangat cantik dan sudah membuatku tergila-gila padamu. Ah, andai saja aku bisa menceraikan istriku, aku pasti menjadikanmu sebagai satu-satunya wanita dalam hidupku.” Lelaki itu mengembuskan napasnya kasar, tapi saat melihat Zhi Ruo, dia tersenyum dan meletakkan kepala di atas pangkuan gadis itu.

“Aku tidak ingin berbuat kasar padamu, karena itu jangan lagi membantah dan menolakku. Aku ingin memperlakukanmu dengan sebaik-baiknya. Aku sudah lelah dengan petualangan yang rasanya mulai memuakkan bagiku. Hanya demi seorang pewaris, aku harus melukai hati banyak wanita. Tidakkah di matamu aku lelaki yang tak berguna?”

Zhi Ruo menatap lelaki yang kini dalam pangkuannya dengan tatapan mengiba. Walau begitu, perbuatannya itu tidak bisa dibenarkan. Hanya demi pewaris, dia harus bertualang untuk membuktikan kalau dia bukanlah lelaki yang tak sempurna. Pernikahan yang didasari tanpa cinta baginya seperti neraka yang sengaja diciptakan atas keegoisan ayahnya.

Istrinya bukanlah wanita sembarangan. Dia adalah anak dari keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah salah satu perdana menteri yang dekat dengan raja. Pernikahan yang didasari atas rasa persahabatan antara orang tua mereka rupanya tak membawa kebahagiaan baginya.

Perlahan, Zu Min bangkit dan duduk di depan Zhi Ruo sambil menggenggam tangannya. Entah mengapa, sikapnya sangat jauh berbeda saat pertama kali mereka bertemu. Dia tak lagi menatap dengan mata liarnya. Dia tak lagi berbuat kasar dengan sikap kebinatangannya. Yang dia lakukan kini hanya menatap Zhi Ruo sambil mengelus lembut wajah cantik gadis itu.

“Maafkan aku atas perlakuanku tadi dan maafkan aku karena sudah bersikap kasar padamu. Ah, seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku tidak akan menjadi lelaki brengsek seperti ini.” Zu Min meraih tubuh Zhi Ruo dan memeluknya lembut.

Lelaki itu teringat kembali dengan air mata Zhi Ruo yang jatuh akibat perlakuannya. Entah mengapa, melihat Zhi Ruo menangis ada rasa bersalah di hatinya. Walau rasa itu ingin dia hempas dan terus melakukan kekerasan pada gadis itu, tapi hatinya begitu sakit karena Zhi Ruo adalah wanita pertama yang berani menolak dirinya.

“Aku harus pergi selama tiga hari dan selama itu kamu harus berdiam di sini. Jangan khawatirkan ibumu karena aku akan menyuruh anak buahku untuk menjaganya. Zhi Ruo, maafkan aku karena bertemu denganmu sebagai lelaki yang brengsek. Aku mohon, tunggu aku dan jangan pernah keluar dari kamar ini. Anak buahku akan melayanimu dengan baik.”

Zhi Ruo hanya terdiam dan dia bisa melihat ada kesungguhan di setiap kata yang diucapkan lelaki itu.

Setelah mengungkapkan kesungguhan hati dan permintaan maaf, Zu Min akhirnya pergi. Sebelum pergi, lelaki itu masih sempat memeluk Zhi Ruo dan mengecup dahinya. Entah apa yang kini dirasakan oleh Zhi Ruo setelah melihat perubahan sikap lelaki itu.

Pintu kamar kemudian tertutup dan Zhi Ruo bisa melihat bayangan lelaki itu mulai menjauh. Zhi Ruo kini tampak cantik dengan hanfu yang tadi dibawa oleh Zu Min. Bahkah, saat melihat beberapa bagian tubuh Zhi Ruo yang terluka akibat dirinya, lelaki itu kembali meminta maaf dan kemudian pergi walau dia enggan meninggalkan tempat itu.

Kini, Zhi Ruo hanya berdiam diri di dalam kamar hingga lelaki itu datang menemuinya. Selama menunggu, Zhi Ruo hanya menyulam, hingga satu syal berwarna merah selesai dibuatnya.

Saat hari ketiga, Zhi Ruo sudah bersiap dengan sepasang syal yang berhasil dibuatnya. Syal berwarna merah yang bertuliskan namanya. Bahkan, dia sudah terlihat cantik dengan hanfu berwarna ungu pemberian salah satu pelayan yang ditugaskan untuk memenuhi kebutuhannya.

Menjelang siang, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dengan tersenyum, Zhi Ruo berlari pelan menuju depan pintu, berharap lelaki itu datang da nmembawanya untuk bertemu dengan ibunya. Namun, harapannya pupus saat melihat seorang wanita yang berdiri menatapnya dengan tatapan mata penuh kebencian.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset