Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 50

Chapter 50

Yi Yuen dengan mudah melepaskan ikatan tali yang sedari tadi mengikat kedua tangannya. Begitupun dengan Ling dan Kangjian yang sudah berhasil melakukan hal yang sama. Melihat tawanan dengan mudah melepaskan diri, sontak membuat beberapa lelaki berwajah hitam itu terkejut dan mengepung tawanan yang kini berdiri di tengah-tengah mereka.

Penduduk desa yang sedari tadi berkerubung di tempat itu sekejap membubarkan diri dan mendur ke belakang. Mereka tidak menyangka, ketiga tawanan itu dengan mudah melepaskan ikatan yang cukup sulit untuk dilepaskan.

Kini, ketiga sahabat itu telah terkepung dengan anak panah yang siap dilesatkan ke arah mereka. Para lelaki berwajah hitam itu telah bersiap dengan anak panah yang akan melesat jika ketiga tawanan itu melakukan gerakan sekecil apapun.

“Jika kalian berani bergerak, maka anak panah ini akan menancap di tubuh kalian!” seru seorang lelaki yang sudah bersiap melesatkan anak panahnya ke arah Yi Yuen.

Yi Yuen bergeming dan menatap mereka satu persatu. Saat ini, dia sudah terdesak. Walau harus melawan, itu hanya akan membuat para penduduk terluka dan ketakutan. Dia bisa melihat dari raut wajah para wanita dan anak-anak yang terlihat ketakutan. “Sepertinya, mereka sangat ketakutan. Apa mungkin mereka sedang berusaha melindungi diri dari sesuatu?” batin Yi Yuen.

“Jika kalian ingin selamat, maka kembalilah dan jangan pernah berpikir untuk kembali ke sini, apalagi ke Gunung Taishan. Kami tidak akan membiarkan siapapun pergi ke gunung yang menjadi tempat keramat sejak nenek moyang kami. Jika kalian menolak untuk pergi, maka jangan salahkan kami jika tempat ini akan menjadi tempat peristirahatan terakhir kalian.”

“Baiklah, kami akan pergi,” ucap Yi Yuen yang membuat Ling dan Kangjian terkejut.

“Dewi, apa maksudmu? Apa kamu akan menyerah begitu saja?” tanya Ling yang terlihat kecewa.

“Baguslah kalau kalian akan meninggalkan tempat ini. Kami akan membawa kalian keluar dari hutan ini dan jangan pernah kembali lagi ke sini.” Pemimpin desa yang sudah sepuh itu lantas memerintahkan para lelaki berwajah hitam untuk membawa mereka kembali ke perbatasan hutan.

Tanpa perlawanan, mereka bertiga lantas dibawa keluar dari hutan itu. Walau sempat kecewa dengan sikap Yi Yuen, tapi Ling dan Kangjian mulai menyadari kalau Yi Yuen tidak akan mudah menyerah begitu saja. Mereka tahu, saat ini gadis itu pasti memiliki rencana yang lain.

Setelah memastikan mereka telah keluar dari hutan, para lelaki itu kemudian kembali. Yi Yuen masih menatap kepergian mereka yang menghilang begitu cepat. Mereka ternyata adalah penjaga desa yang memantau kemunculan orang luar yang ingin masuk ke dalam hutan itu. Terlebih, hutan itu adalah jalan satu-satunya yang mudah dilewati untuk menuju Gunung Taishan. Jalan lain menuju Gunung Taishan ternyata memiliki jalur yang cukup sulit dilalui oleh manusia biasa. Karena itu, Yi Yuen memilih mundur dan mencari cara lain untuk bisa melewati hutan itu tanpa ada pertumpahan darah.

“Dewi, sekarang apa yang harus kita lakukan?”

“Istirahatlah dan kita akan masuk kembali jika hari sudah malam.”

“Nona, apa yang Anda rencanakan?” tanya Kangjian penasaran.

“Kita akan masuk dan tetap melanjutkan perjalanan. Maaf, aku terpaksa mengalah karena aku tidak ingin membahayakanmu. Bagiku dan Bibi, mengalahkan mereka sangatlah mudah, tapi keadaan kita sangat terdesak dan aku tidak bisa membahayakan nyawamu hanya karena keegoisanku. Lagipula, ada sesuatu yang aku pikir bisa membuat mereka melepaskan kita untuk pergi.”

“Sesuatu? Apa itu?”

“Aku melihat ketakutan di raut wajah anak-anak dan para wanita di desa itu. Sepertinya, mereka takut terhadap sesuatu. Aku belum bisa memastikan apa itu, tapi jika kita bisa membantu mereka menyingkirkan penyebab ketakutan mereka, mungkin saja mereka akan membiarkan kita pergi ke Gunung Taishan,” jelas Yi Yuen.

Mendengar penjelasan Yi Yuen, Kangjian dan Ling hanya mengangguk dan menuruti apa yang dikatakan gadis itu. Dan menjelang malam, mereka bertiga sudah bersiap untuk kembali masuk ke dalam hutan.

Dengan mengendap-endap, mereka bertiga memasuki kawasan hutan. Kegelapan di tempat itu tidak membuat mereka menyurutkan langkah. Tak peduli dengan lolongan anjing malam yang terdengar menakutkan, mereka terus masuk ke dalam hingga mereka melihat cahaya temaram dari balik semak tempat mereka sembunyi.

Di tiap sudut desa itu, terdapat beberapa lelaki yang sedang berdiri dan berjaga sambil memegang busur dan anak panah. Wajah mereka dipenuhi dengan tinta hitam.

“Mereka sepertinya sedang berjaga-jaga. Kalau perkiraanku benar, mereka sedang berusaha melindungi desa dari sesuatu,” ucap Yi Yuen sambil berbisik.

Mereka kembali memerhatikan, tapi hingga tengah malam tidak ada kejadian yang berarti. Yang terlihat hanya kepulan kabut yang perlahan muncul dan memenuhi sekitar desa.

“Dewi, kabut ini sangat aneh,” ucap Ling yang curiga dengan kabut yang muncul tiba-tiba itu.

“Aku tahu. Sepertinya, ada sesuatu yang datang.”

Benar saja. Di saat kabut mulai menutupi tempat itu, mereka mendengar suara orang sedang bertarung. Suara erangan kesakitan terdengar dengan suara gebukan tubuh yang terpental ke atas tanah.

Sontak, mereka terkejut saat melihat tubuh seorang lelaki penjaga desa terlempar tepat di depan mereka. Wajah lelaki itu penuh dengan luka cakaran dan darah yang merembes membasahi tubuhnya. Matanya melebar saat melihat Yi Yuen ada di depannya. Seketika, tangannya meraih lengan Yi Yuen dan menatapnya seolah meminta pertolongan.

“Kangjian, aku serahkan warga desa padamu,” ucap Yi Yuen sambil berdiri. “Bibi, ayo kita pergi!” Kedua gadis itu kemudian berlari menyusuri kabut yang masih menyelimuti tempat itu.

Sementara Kangjian berlari menuju beberapa rumah yang masih bisa dijangkau oleh pandangannya. Ketika dia hampir sampai di salah satu rumah, dia berpapasan dengan seorang pemuda desa yang juga berlari menuju ke arah yang sama dengannya. Seketika, pemuda itu menyerang dengan melesatkan anak panah ke arah Kangjian.

“Tunggu! Aku hanya ingin menolong mereka!” ucap Kangjian sambil menangkis anak panah itu dengan pedangnya. “Tenanglah, kami hanya ingin membantu kalian. Teman-temanku sedang berusaha melawan orang yang menyerang desa kalian.”

Tiba-tiba, kabut putih itu perlahan-lahan mulai menghilang. Dan kedua pemuda itu terkejut saat melihat sosok manusia dengan wujud yang sangat mengerikan. Wajahnya hitam dengan taring yang mencuat dari sela mulutnya. Matanya memerah dengan tatapan yang sangat tajam. Kuku tangan dan kakinya terlihat panjang dengan noda darah yang masih basah karena sudah berhasil membunuh beberapa pemuda desa dengan cakarannya itu.

Melihat dua orang gadis yang berhasil menghilangkan kabut yang dibuat olehnya, lelaki yang berwujud menyeramkan itu terlihat marah. Dia menyeringai dan menyerang kedua gadis yang saat ini sudah bersiap menerima serangannya.

“Kalian menjauhlah! Biar kami yang akan melawannya!” seru Yi Yuen sambil merangsek maju ke arah lawan yang juga berlari ke arahnya.

Yi Yuen menyerang dengan tangan kosong hingga membuat lawannya tersenyum meremehkan. Namun, senyumnya itu memudar saat melihat Yi Yuen mengayunkan pedang berwarna kebiruan yang tiba-tiba muncul di tangan gadis itu.

“Sial!” Seketika saja, lelaki itu berusaha untuk menghindar saat melihat pedang yang sudah mengayun ke arahnya, tapi Ling tidak tinggal diam. Gadis itu lantas menyerang di bagian belakang lelaki itu hingga tidak ada ruang baginya itu untuk bisa menghindar.

Lelaki itu tidak berkutik saat pedang Yi Yuen sudah mengarah ke lehernya. Sedangkan Ling, sudah bersiap menusuk pedangnya ke arah dada lelaki itu. Dia terdiam dan hanya menatap penuh kemarahan.

Semua orang yang ada di tempat itu terkesiap melihat kehebatan dua orang gadis yang telah berhasil menangkap sosok yang selama ini sudah membuat mereka ketakutan.

“Ah, jadi siluman babi sepertimu berani membunuh penduduk di desa ini? Apa kamu pikir, kamu bisa seenaknya membunuh manusia karena mereka tidak bisa melawanmu?” tanya Yi Yuen bergeming dari tempatnya berdiri.

Lelaki itu menatap Yi Yuen dengan tajam dan mengalihkan pandangannya ke arah penduduk yang menatapnya dengan rasa takut. “Kalian manusia yang kejam! Apa selama ini aku pernah mengganggu kalian? Kalian yang terlebih dulu menggangguku. Kalian tega membunuh istri dan anakku yang kebetulan melintas di hutan ini. Dan apa yang kalian lakukan? Kalian memanah mereka hingga tewas dan tubuh mereka kalian makan. Apa kalian pantas untuk dimaafkan?” Lelaki itu terlihat menitikkan air mata. Tatapan matanya terlihat sedih.

Mendengar jawabannya, Yi Yuen menatap ke arah penduduk desa. “Apa benar yang dia katakan? Apa kalian telah membunuh anak dan istrinya?” tanya Yi Yuen geram.

“Apa kamu percaya dengan apa yang dikatakan siluman babi itu? Mereka itu tidak dapat dipercaya karena mereka hanyalah siluman jahat,” ucap seorang pemuda yang membuat Ling naik darah.

Tanpa di nyana, Ling seketika berubah menjadi seekor rubah dan melesat ke arah pemuda itu. Salah satu tangannya sudah berada di leher pemuda itu hingga membuat penduduk desa histeris ketakutan.

“Apa kamu pikir semua siluman itu jahat? Baiklah, malam ini juga aku akan membunuhmu!”

“Bibi, hentikan!”

Cakaran tangannya yang bersiap mencabik tubuh pemuda itu seketika berhenti. Dia menatap penduduk desa yang terlihat ketakutan saat melihatnya. Seketika, tubuhnya kembali berubah menjadi manusia.

“Dia adalah siluman rubah yang sudah menjagaku sejak aku di dalam kandungan ibuku. Dia tidak pernah membunuh manusia sesuka hatinya karena dia juga punya perasaan. Lantas kalian, kenapa kalian begitu tega membunuh siluman yang tidak pernah mengganggu kalian?”

Suasana menjadi hening. Tidak ada jawaban dari penduduk desa hingga membuat siluman babi itu semakin geram.

“Jika kalian tidak mau menjelaskan, maka aku akan membiarkan dia mencari tahu sendiri karena dia tahu siapa saja yang sudah membunuh dan memakan istri dan anaknya,” tunjuknya pada siluman babi yang kini sudah dilepasnya. “Pergilah dan cari di antara mereka yang sudah membunuh keluargamu,” perintah Yi Yuen pada siluman babi itu.

Siluman babi lantas mendekat ke arah seorang wanita yang sedang mengandung. Wanita itu terlihat ketakutan hingga terduduk dan menangis. “Maafkan aku.” Wanita itu menangis hingga sesenggukan. “Karena diriku, beberapa penduduk desa harus mati. Aku minta maaf, karena suamiku tidak sengaja melakukannya. Saat itu, dia hanya mencari babi hutan karena permintaanku yang sangat ingin menyantap daging babi,” ucapnya sambil terisak.

Melihat wanita itu meminta maaf, beberapa orang lelaki juga melakukan hal yang sama. “Maafkan kami, walau kami tidak ikut membunuh, tapi kami disodorkan dua ekor babi oleh suaminya yang katanya didapat di perbatasan hutan. Maafkan kami!”

“Lalu, di mana suamimu?” tanya Yi Yuen pada wanita yang masih terisak itu.

Dengan sedih, dia menunjuk ke arah jasad seorang lelaki yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Tubuh lelaki itu telah hancur karena cakaran dari siluman babi yang menyerangnya.

Yi Yuen menatap jasad beberapa orang lelaki yang terkapar di tanah dan mengalihkan pandangannya pada siluman babi yang kini menatap ke arahnya. “Jadi, kamu hanya membunuh orang-orang yang sudah memakan istri dan anakmu?”

Siluman babi itu mengangguk dan menatap ke arah dua orang lelaki yang terlihat ketakutan.

“Apa kamu masih ingin membunuh mereka?” tanya Yi Yuen, tapi siluman babi hanya terdiam dan tiba-tiba berlutut di depan Yi Yuen.

“Aku akan memaafkan mereka, karena aku tahu kematian mereka tidak akan mengembalikan keluargaku. Aku hanya berharap agar mereka tidak melakukan kesalahan yang sama pada siluman yang lain. Kami hanya ingin hidup dengan tenang dan kami bukanlah siluman yang jahat seperti ucapan mereka.” Siluman babi itu menghentikan ucapannya dan menatap Yi Yuen lekat. “Bukankah kamu adalah seorang dewi?” tanya siluman babi yang membuat semua orang di tempat itu menatap ke arah Yi Yuen.

“Aku bukan dewi, tapi aku hanya manusia yang memiliki ayah seorang dewa. Aku adalah Yi Yuen.”

Mendengar namanya, siluman babi itu tersentak. “Tunggu! Apa mungkin kamu adalah reinkarnasi Dewi Keabadian?”

“Ya, dia adalah reinkarnasi Dewi Keabadian dan kami sedang menuju Gunung Taishan untuk bertemu seseorang di sana,” jawab Ling yang membuat pemimpin desa itu terkejut. Sontak, dia kemudian duduk bersimpuh dan menunduk di depan Yi Yuen.

“Maafkan kami, Dewi. Kami tidak tahu kalau Anda adalah Dewi Yi Yuen.”

Melihat pemimpin desa mereka berlutut, para penduduk desa ikut berlutut di depan Yi Yuen.

“Dulu, nenek moyang kami pernah diselamatkan oleh Dewi dari ancaman makhluk hitam yang berusaha masuk ke hutan ini. Mereka mengincar satu pusaka yang harus kami jaga dan pusaka itu masih tersimpan hingga sekarang. Aku sebagai pemimpin desa ini, telah berjanji pada leluhurku untuk menyerahkan pusaka itu pada seorang wanita yang telah diramalkan akan datang kembali dan melenyapkan kejahatan di bumi. Dan sekarang, aku tahu siapa wanita yang diramalkan itu. Itu adalah dirimu.”

Lelaki paruh baya itu menatap ke arah Yi Yuen. Lelaki itu sangat yakin kalau wanita yang diramalkan itu adalah gadis yang kini berdiri di depannya. “Dewi, terimalah pusaka ini.” Dari telapak tangannya, tiba-tiba muncul sebuah busur dengan satu anak panah yang berwarna keemasan. Busur dengan ukuran yang lumayan besar itu terlihat berkilau di antara temaram cahaya di malam itu.

Yi Yuen mendekati lelaki itu dan melihat busur yang diarahkan kepadanya. Dia tertegun melihat busur yang terlihat kokoh dan menyimpan kekuatan yang sangat dahsyat.

“Busur ini akan membidik dengan sekali lesatan dan anak panah ini tidak akan pernah salah sasaran. Ini adalah pusaka yang dijaga turun temurun oleh leluhurku dan pusaka ini akan berakhir di tanganku sesuai ramalan yang sering diceritakan oleh leluhurku. Dewi, ambillah.”

Lelaki itu kemudian menyodorkan busur itu ke arah Yi Yuen. Walau sedikit ragu-ragu, Yi Yuen mengambil busur itu dan seketika cahaya keemasan memancar dari busur hingga menyilaukan mata setiap orang yang melihatnya.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset