Matahari mulai meninggi dengan sinar yang kini berada tepat di atas puncak kepala. Kangjian dan Ling terlihat cemas karena sedari pagi sudah menunggu Yi Yuen. Namun, hingga hari menjelang siang, gadis itu masih belum juga menampakkan diri.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Ling yang terlihat cemas.
“Yakinlah kalau Nona akan baik-baik. Kita tunggu saja dan berdoa semoga Nona segera kembali.” Kangjian berusaha meyakinkan Ling kalau Yi Yuen pasti baik-baik saja.
Keduanya masih menunggu dengan harap-harap cemas. Sementara Zhang Bingjie masih berada di dalam gubuknya. Lelaki tua itu terlihat sedang memejamkan matanya sambil duduk di atas sebuah dipan bambu. Perlahan, dia membuka matanya seiring dengan suara Kangjian dan Ling yang menyeru menyebut nama Yi Yuen.
“Ah, rupanya dia sudah berhasil hingga sejauh ini. Baiklah, kini saatnya aku mewarisi semua ilmu yang aku miliki kepadanya.”
Zhang Bingjie lantas bangkit dan membuka pintu. Tatapannya mengarah pada Yi Yuen yang sedang dipeluk oleh Ling yang terlihat bahagia atas kedatangan sahabatnya itu.
Melihat Zhang Bingjie, Yi Yuen berjalan mendekatinya dan duduk bersimpuh di depannya. “Guru, aku kembali,” ucap Yi Yuen dengan suara yang terdengar lemah.
“Aku tahu, untuk saat ini, kamu istirahat saja dan besok, aku akan memulai mengajarkan apa yang kupunya padamu.”
“Baik, Guru.”
Lelaki itu kemudian kembali masuk ke dalam gubuknya dan meninggalkan Yi Yuen yang masih duduk bersimpuh. Rasanya, dia sudah tidak kuat lagi untuk bangkit hingga membuat Kangjian dan Ling membantunya.
“Ayo, aku sudah siapkan makanan untukmu. Makanlah, setelah itu beristirahatlah. Kamu pasti lapar karena sudah tiga hari ini tidak makan dan minum apapun.”
Yi Yuen hanya tersenyum melihat kepedulian kedua sahabatnya itu. Dia begitu bersyukur memiliki sahabat yang peduli padanya. Makanan dan minuman yang disiapkan Ling nyatanya terlalu nikmat untuk disantap hingga membuatnya menghabiskan satu mangkok nasi dan lauk sampai tak bersisa.
“Dewi, kalau boleh aku tahu, apa yang kamu alami di dalam goa itu? Jujur, selama tiga hari ini, kami berdua sangat mengkhawatirkanmu. Kami takut kalau kamu tidak akan pernah kembali lagi.” Ling terlihat sedih hingga membuatnya memeluk Yi Yuen.
“Terima kasih karena kalian begitu mengkhawatirkanku. Aku di sana baik-baik saja karena ayah dan ibuku dan juga Qiang dengan setia menemaniku.”
“Apa itu benar?” tanya Ling seakan tak percaya.
“Benar, karena itulah aku bisa bertahan hingga sejauh ini. Bibi, Kangjian, bantu aku untuk melewati semua ini. Tanpa kalian, aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
Mendengar penuturannya, Ling kembali memeluknya. “Bukankah, itu sudah merupakan tujuan hidup kami? Jangan khawatir, kami akan selalu ada untukmu. Bukan begitu, Kangjian?”
Pemuda itu mengangguk mengiyakan ucapan Ling. Karena itu memang benar adanya, mereka terlahir untuk menjadi garda terdepan dari gadis yang memiliki masa lalu sebagai seorang dewi. Untuknya, mereka rela mengorbankan apapun, termasuk nyawa mereka sekalipun.
Selama sehari, Yi Yuen diberikan waktu untuk beristirahat. Dan di hari berikutnya, dia sudah berdiri di depan Zhang Bingjie yang akan melatihnya.
“Ikut aku!”
“Baik, Guru!”
Yi Yuen mengikuti Zhang Bingjie yang berjalan di depannya. Tanpa bertanya, Yi Yuen hanya mengikuti kemana gurunya itu akan membawanya. Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah tanah kosong yang berada tak jauh dari gubuk.
Yi Yuen kini berdiri berhadapan dengan Zhang Bingjie yang menatapnya tajam. Lelaki itu tiba-tiba mengangkat telapak tangan kanannya dan memunculkan butiran mutiara yang memancar sinar berwarna putih.
“Sekarang aku akan mengembalikan kekuatan ini padamu. Konsentrasilah karena ini tidak akan mudah.”
“Baik, Guru!”
Yi Yuen lantas berdiri sambil memejamkan matanya dengan kedua telapak tangan yang saling menempel di depan dadanya. Pikirannya dibiarkan kosong dengan konsentrasi tingkat tinggi.
Zhang Bingjie lantas mendekatinya dan berdiri tepat di belakangnya. Cahaya putih di tangannya tiba-tiba berubah menjadi cahaya kebiru-biruan dengan sinar yang lebih terang. Bahkan, cahaya sebesar mutiara kini telah berubah menjadi cahaya sebesar sebuah bola kasti.
Cukup lama bagi Zhang Bingjie menyalurkan seluruh kekuatannya ke dalam bola bercahaya itu. Kekuatan maha dahsyat yang akan dia berikan pada Yi Yuen. Gadis yang akan menjadi pewaris seluruh kekuatan yang dimilikinya.
Tiba-tiba, Zhang Bingjie menyalurkan cahaya itu ke punggung Yi Yuen dengan cara memukulkan telapak tangannya ke arah punggung gadis itu. Seketika, cahaya kebiruan ini melesat menembus ke dalam punggung dan tertanam di tubuh Yi Yuen yang kini tak bergerak. Kekuatan dahsyat yang disalurkan Zhang Bingjie nyatanya tak membuat tubuh gadis itu bergeming. Tubuhnya masih berdiri kokoh seakan tidak merasakan apa pun.
Zhang Bingjie dibuat kagum dengan kekuatan Yi Yuen yang mampu menerima seluruh kekuatan yang diberikan padanya. Dia tidak menyangka, seorang wanita yang terlihat lemah, nyatanya mampu menahan rasa sakit akibat transfer ilmu yang seharusnya menimbulkan guncangan tubuh atau paling tidak merasakan sakit yang teramat sangat. Namun, Yi Yuen mampu menahan semuanya hingga dia terduduk sambil menopang tubuhnya dengan kedua tangan yang menyentuh tanah saat Zhang Bingjie selesai melakukan ritualnya.
Yi Yuen masih terduduk dengan mata yang terpejam. Dia seakan sedang memikul satu beban yang teramat sangat berat hingga membuatnya terduduk untuk beberapa saat. Perlahan, dia membuka matanya dan duduk bersila sambil mengatur jalan napas yang memburu kencang. Yi Yuen mencoba menetralisir pengaruh kekuatan yang baru saja didapatnya.
“Dia rupanya sangat tanggap hingga tak perlu bagiku untuk memerintahnya mengatur jalan napasnya. Kalau begitu, tugasku sudah selesai. Aku hanya tinggal membuka jalan darahnya saja. Baiklah.”
Di saat Yi Yuen masih terduduk, Zhang Bingjie kemudian ikut duduk bersila di belakangnya. Lelaki tua itu memejamkan matanya dengan mulut yang terlihat komat kamit hingga tubuhnya memancarkan cahaya kebiruan. Perlahan, dia membuka matanya dan menempelkan kedua telapak tangannya di punggung Yi Yuen. Seketika, tubuh keduanya bergetar hebat. Kini, tubuh Yi Yuen telah memancarkan cahaya kebiruan yang sama dengan Zhang Bingjie. Hingga tak lama kemudian, cahaya biru di tubuh lelaki tua itu mulai memudar dan menghilang. Cahaya kebiruan itu telah berpindah ke tubuh Yi Yuen sepenuhnya.
Zhang Bingjie melepaskan telapak tangannya dari punggung Yi Yuen. Seketika, wajahnya terlihat lelah. Sorot matanya yang tajam kini terlihat sayu.
“Aku sudah memberikan semua ilmuku padamu. Sekarang, aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi,” ucap Zhang Bingjie dengan suara yang melemah.
Yi Yuen lantas berbalik dan mendapati sang guru yang terlihat kepayahan. Yi Yuen lantas menopang tubuh lelaki itu yang kini terlihat renta. “Guru, maafkan aku jika apa yang Guru berikan padaku telah membuatmu menjadi seperti ini. Sungguh, aku tidak bermaksud untuk membuat Guru menjadi lemah seperti ini. Guru, ambil kembali apa yang sudah Guru berikan padaku, asalkan Guru bisa kembali seperti semula.” Yi Yuen mencoba menahan tangis saat melihat tubuh sang guru yang kini tak berdaya.
Mendengar ucapan Yi Yuen, Zhang Bingjie tersenyum. Itu adalah senyuman pertama yang diberikan pada gadis itu. Senyum yang sempat hilang karena kekecewaan yang melukai hatinya.
“Dewi Yi, bukankah itu adalah namamu? Ah, andai saja aku menemukanmu sejak dulu, aku mungkin tidak akan menderita seperti ini. Aku tahu tujuanmu mencariku karena salah satu muridku telah menghancurkan kehidupanmu. Sebagai gurunya, aku merasa sangat bersalah karena telah mengajarkan ilmu yang tak sepatutnya dia dapat dariku. Tapi, itu tidak penting lagi karena aku telah memiliki seorang murid yang bisa aku banggakan. Walau pertemuan kita singkat, tapi bagiku pertemuan inilah yang membuatku bahagia. Yi Yuen, aku memang ditakdirkan bertemu denganmu untuk menebus kesalahanku. Aku sudah menunggumu sejak lama dan aku tahu maksud dan tujuanmu itu datang menemuiku.”
“Guru, sudahlah. Sebaiknya, kita kembali ke gubuk dan biarkan aku merawat Guru.”
“Tidak perlu. Aku akan memberitahukan apa yang aku tahu tentang dirinya. Dia adalah murid yang aku sayangi hingga membuatku melakukan kesalahan fatal. Tapi kini, aku ingin kamu mengambil apa yang telah aku berikan padanya. Ambillah dan biarkan dia menderita atas perbuatannya. Aku mengizinkanmu untuk mempergunakan apa yang sudah aku berikan padamu untuk kebaikan. Kitab merah yang aku berikan padamu adalah kitab tentang jurus yang bisa menghancurkannya. Sekarang, kamu sudah bisa membaca kitab itu. Pelajarilah kitab itu dan pergunakanlah untuk kebaikan.”
Sejenak, Zhang Bingjie terdiam. Wajahnya perlahan tersenyum dengan segurat kasih sayang yang terlihat dibalik senyumannya itu. “Orangtuamu pasti bangga padamu dan aku lebih bangga karena telah berhasil menunaikan tugasku. Ilmu yang kuberikan telah menyatu dengan tubuhmu. Berlatihlah, agar ilmu yang aku berikan benar-benar menyatu dengan jiwa dan ragamu. Ah, aku harus pergi. Aku sudah menantikan saat ini.”
Tiba-tiba, tubuh Zhang Bingjie berubah menjadi cahaya kebiruan yang berpendar. Melihatmya, Yi Yuen lantas duduk bersimpuh di depan cahaya kebiruan yang perlahan menghilang. Setidaknya, itu adalah penghormatan terakhir yang patut dia berikan pada seseorang yang sangat dihormati olehnya. “Guru, terima kasih,” ucap Yi Yuen mengiringi kepergian sang guru.
Yi Yuen lantas bangkit dan meninggalkan tempat itu. Melihat Yi Yuen datang sendirian, Kangjian dan Ling segera menemuinya. “Dewi, di mana Guru?” tanya Ling sambil memerhatikan sekitar tempat itu.
“Guru telah pergi. Dia pergi setelah memberikanku semua ilmu yang dia miliki,” ucap Yi Yuen dengan sedih.
“Apa? Guru telah pergi?”
Tiba-tiba saja mereka terkejut saat melihat seseorang telah berdiri menatap mereka.
“Apa itu benar? Apa Guru telah … ”
“Tuan?” Ling terlihat terkejut saat melihat seseorang itu yang ternyata adalah Dewa Kebijaksanaan.
Cahaya pemisah antara tempat itu dengan dunia luar telah menghilang seiring kepergian Zhang Bingjie. Cahaya tipis yang menutupi tempat itu nyatanya tidak bisa ditembus oleh pandangan seorang dewa sekalipun. Buktinya, Dewa Kebijaksanaan tampak beberapa kali menyusuri tempat itu, tapi dia tetap saja tidak menemukan keberadaan gurunya itu.
Entah mengapa, saat itu hatinya begitu gelisah dan memikirkan tentang Zhang Bingjie yang beberapa waktu lalu hadir di dalam mimpinya. Lelaki tua itu hanya berpesan padanya untuk membantu Yi Yuen menumbangkan kejahatan di Istana Khayangan. Karena itulah, Dewa Kebijaksanaan mencoba mencari keberadaan gurunya itu dari beberapa hari yang lalu. Namun, pencariannya selalu berakhir dengan kegagalan.
“Yi Yuen, maafkan Kakek.” Dewa Kebijaksanaan terlihat sedih hingga membuatnya menitikkan air mata.
“Yi Yuen, dia adalah kakekmu,” jelas Ling pada Yi Yuen yang menatap lelaki itu tanpa ekspresi, tapi tidak bagi Dewa Kebijaksanaan yang menatap Yi Yuen dengan penuh rasa kasih sayang.
“Maafkan Kakek karena sudah memisahkanmu dari ayahmu. Itu semua Kakek lakukan demi Istana Khayangan. Yi Yuen, Kakek … ”
Tiba-tiba saja, Yi Yuen berlari ke arah lelaki itu dan memeluknya erat. “Kakek, jangan ucapkan apapun. Jangan salahkan dirimu karena semua ini adalah takdir dari semesta. Aku tidak lagi menyalahkan Kakek karena itu bukan kesalahan Kakek.”
Dewa Kebijaksanaan begitu terharu saat mendengar ucapan Yi Yuen. Dia merasa menyesal karena selama ini tidak pernah menemui cucunya itu. Dia merasa sangat dihargai oleh gadis yang baru pertama kali ditemuinya. Berbeda dengan Putri Anchi yang memperlakukan dirinya bukan seperti seorang cucu pada kakeknya.
Kangjian dan Ling kemudian meninggalkan mereka dan memberikan waktu untuk mereka bersama.
Yi Yuen lantas duduk di samping kakeknya yang menatapnya lembut. “Apa kamu baik-baik saja? Apa guru memperlakukanmu dengan baik?”
“Aku baik-baik saja, Kek. Aku juga diperlakukan dengan baik oleh guru,” jawab Yi Yuen. “Oh, iya, Kek. Kenapa Kakek bisa ada di tempat ini?”
Dewa Kebijaksanaan lantas menceritakan maksud kedatangannya ke tempat itu dan juga hubungannya dengan Zhang Bingjie. Dia juga menceritakan perihal mimpi yang beberapa waktu lalu dialami olehnya. Yi Yuen mendengarkan dengan seksama penjelasan kakeknya itu dan dia bersyukur karena ternyata dia memiliki orang-orang yang peduli kepadanya.
Begitupun dengan Yi Yuen yang mulai membuka diri tentang apa yang sudah dia alami. Semua yang dilakukannya di tempat itu tak luput diceritakan olehnya pada kakeknya itu.
“Jadi, Guru sudah menurunkan semua jurusnya padamu dan itu berarti Kakek adalah kakak seperguruanmu.” Dewa Kebijaksanaan tampak tersenyum karena menyadari kalau cucunya sendiri adalah adik seperguruannya.
“Kakek, sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku memang mewarisi semua jurus guru, tapi aku sama sekali tidak tahu jurus apa itu karena guru sama sekali belum mengajarkanku dan hanya menyalurkan cahaya biru ke tubuhku. Guru juga memberikanku sebuah kitab,” jelas Yi Yuen sambil menyerahkan kitab bersampul merah pada kakeknya itu.
Melihat kitab bersampul merah, Dewa Kebijaksanaan cukup terkejut. Pasalnya, kitab itu adalah kitab yang sangat berarti bagi gurunya. Kitab yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Bahkan, dirinya sendiri pun tak pernah menyentuh kitab itu.
Kitab merah itu lantas dibuka olehnya. Dan dia terkejut saat melihat lembaran kitab yang terlihat polos tanpa gambar atau tulisan apapun. Sejenak, dia tersenyum dan memberikan kitab itu kembali pada Yi Yuen. “Kitab ini adalah milikmu karena Kakek tidak melihat apapun di lembaran kitab itu.”
“Apa maksud Kakek? Aku bisa melihat setiap gambar dan tulisan yang ada di dalam kitab ini, tapi kenapa Kakek tidak bisa melihatnya?” tanya Yi Yuen yang terlihat bingung sambil membuka setiap lembaran kitab itu.
“Karena kitab itu adalah milikmu dan hanya kamu yang bisa membacanya. Karena itu, Kakek tidak mungkin bisa membacanya karena kitab itu bukan milik Kakek. Sekarang, coba katakan pada Kakek apa yang tertulis di dalam kitab itu?”
Yi Yuen membuka lembaran pertama dan dia melihat gambar beberapa jurus yang tmdigambar dengan rapi dan detil.
“Apa itu gambar sebuah jurus?”
Yi Yuen mengangguk. “Iya, Kek.”
“Apa kamu bisa melakukan jurus itu?” tanya Dewa Kebijaksanaan kembali.
Yi Yuen memerhatikan gerakan jurus itu dengan seksama. Setelah itu, dia bangkit dan berdiri di depan kakeknya. Tiba-tiba, Yi Yuen melakukan beberapa gerakan sesuai gambar di dalam kitab itu.
Dewa Kebijaksanaan memerhatikan semua gerakan Yi Yuen dan dia cukup kagum dengan setiap gerakan yang dilakukan oleh gadis itu. Semuanya terlihat sempurna seolah-olah dia pernah melakukan gerakan itu sebelumnya hingga terlihat begitu mudah. Namun, siapa sangka kalau semua gerakan itu baru pertama kali diperagakan olehnya.
Semua itu karena Zhang Bingjie telah membuka jalan darah dan aura Yi Yuen hingga membuat gadis itu cepat memahami walau hanya dalam sekali melihat.
Tak hanya itu saja, di dalam kitab juga tertulis beberapa kelemahan Dewa Perang yang tanpa sengaja diketahui oleh Zhang Bingjie. Kelemahan yang tentu saja menjadi senjata ampuh bagi Yi Yuen untuk menghancurkannya.
“Kakek, setelah ini, apa yang harus aku lakukan? Aku ingin membalas perbuatan mereka pada ayah dan ibu, tapi aku tidak ingin ceroboh dan tidak ingin hanyut dalam rasa dendam. Lagipula, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menghancurkan mereka.”
Dewa Kebijaksanaan tersenyum sambil membelai lembut puncak kepala Yi Yuen. Dia bersyukur karena cucunya itu memiliki hati yang sangat baik. “Cucuku, untuk saat ini yang perlu kamu lakukan adalah terus berlatih. Matangkan benar-benar apa yang sudah guru berikan padamu. Jangan khawatir karena Kakek akan datang mengunjungimu dan menilai kemampuanmu. Jika Kakek rasa kamu sudah mampu, Kakek sendiri yang akan membawamu ke Istana Khayangan dan mengambil apa yang menjadi milikmu. Kita jangan gegabah dan rencanakan dengan matang agar apa yang menjadi tujuan kita dapat tercapai. Untuk saat ini kamu berlatih saja dulu. Kamu mengerti, kan apa yang Kakek katakan?”
“Aku mengerti, Kek. Aku akan turuti semua ucapan Kakek.”
Dewa Kebijaksanaan lantas memeluknya. Dia merasa sangat bahagia karena memiliki seorang cucu yang sangat menghormatinya. Lelaki itu kemudian pamit dengan wajah yang terlihat berseri.
Sejak saat itu, Dewa Kebijaksanaan sering datang mengunjungi Yi Yuen sekadar untuk memerhatikan dan menilai kemampuannya dalam menguasai ilmu yang diberikan oleh sang guru. Bahkan, dia tak segan memberikan ilmunya kepada cucunya itu.
Tak hanya Yi Yuen, kemampuan Kangjian dan Ling juga semakin terasah. Mereka terlihat tangguh dengan kemampuan yang mereka miliki. Hampir tiga bulan mereka berada di tempat itu. Hingga suatu hari, Dewa Kebijaksanaan akhirnya memutuskan untuk membawa Yi Yuen ke Istana Khayangan.