Di dalam aula Istana Khayangan terlihat ramai. Para pejabat dan juga para dewa tampak berkumpul atas perintah dari penguasa Istana Khayangan. Perintah atas nama Putri Anchi walau sebenarnya itu atas perintah dari Dewa Perang.
Di antara mereka, tampak Dewi Bulan yang terlihat cemas. Sudah sedari tadi dia mencari keberadaan suaminya namun, lelaki itu tidak terlihat olehnya. “Suamiku, kamu di mana?” batin Dewi Bulan yang kini terlihat gelisah.
Seketika suasana menjadi hening saat Putri Anchi tiba-tiba muncul bersama Dewa Perang dan Putri Mu Rong yang berjalan di sampingnya. Pasangan ayah dan anak itu terlihat angkuh dengan tatapan mata yang begitu merendahkan.
Tanpa diperintah, semua orang yang berada di tempat itu lantas menunduk memberi hormat pada mereka. Wajah Dewa Perang tersenyum sinis saat melihat semua orang menunduk kepadanya.
“Baiklah, aku akan memulai pertemuan hari ini,” ucap Putri Anchi membuka kata. Sejenak, gadis itu menatap sang kakek yang tersenyum dan mengangguk padanya.
“Ada hal yang ingin aku umumkan dan aku tidak ingin ada yang membantah atau menentang apa yang akan aku umumkan nanti. Aku, Putri Anchi selaku penguasa tempat ini ingin mengumumkan kalau aku akan menyerahkan takhta ini pada … ”
“Tunggu dulu!”
Tiba-tiba saja Dewa Kebijaksanaan muncul hingga membuat Putri Anchi tidak melanjutkan kalimatnya. Semua mata kini tertuju pada sosok lelaki yang dianggap mempunyai kebijaksanaan dan kewibawaan itu.
Dewa Kebijaksanaan lantas berjalan dan berdiri tepat di depan Putri Anchi yang menatapnya heran. “Sebelum Putri melanjutkan apa yang akan diumumkan, aku akan terlebih dulu mengumumkan sesuatu.”
“Kakek, apa yang kamu lakukan?”
Lelaki itu hanya membalas dengan senyum dan berbalik memandangi semua yang hadir di tempat itu. “Aku selaku yang tertua di Istana Khayangan dan penentu dari kepemilikan singgsana di istana ini akan mengumumkan kalau Putri Anchi tidak lagi berhak duduk di atas singgasana.” Sontak, suasana menjadi riuh dengan suara bisik-bisik dan juga penolakan.
“Dewa Kebijaksanaan, apa maksudmu? Apa kamu ingin berbuat makar?” tanya Dewa Perang yang terlihat marah.
“Dewa Kebijaksanaan, apa kamu ingin menentang keputusan langit? Putri Anchi adalah keturunan langsung dari raja sebelumnya dan itu berarti dia pantas untuk duduk di atas singgasana!” seru salah satu dewa yang membela Putri Anchi.
Kembali, suasana menjadi ricuh. Dewi Bulan terlihat cemas saat melihat suaminya disalahkan. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang karena dia tahu, suaminya itu tidak akan melakukan suatu perbuatan yang akan merugikan Istana Khayangan.
Sementara Dewa Kebijaksanaan terlihat tenang tanpa beban. Wajahnya terlihat berwibawa tanpa merasa tertekan dengan suara-suara yang menolak apa yang baru saja diucapkan olehnya. Ditatapnya wajah-wajah yang menentangnya itu dan dia bisa melihat kalau mereka itu adalah orang-orang yang berada di bawah perintah Dewa Perang. Walau begitu, dia masih bisa tersenyum karena tidak sedikit orang-orang yang masih setia mengikutinya dan raja sebelumnya, yakni Li Quan.
“Aku akan melakukan pemilihan ulang untuk menentukan siapa yang lebih berhak menempati singgasana ini.”
“Apa maksudmu? Bukankah, Putri Anchi adalah penguasa Istana Khayangan? Lalu, untuk apa kamu melakukan pemilihan ulang? Memangnya, siapa kandidat yang akan kamu ajukan?” Dewa Perang terlihat marah hingga membuat wajahnya merah padam.
“Aku akan mengajukan cucuku sendiri. Dia lebih berhak karena dia juga anak dari Li Quan. Cucuku, kemarilah.”
Pintu aula tiba-tiba terbuka. Dari balik pintu, Yi Yuen muncul. Dengan langkah pasti, dia berjalan di depan semua orang yang menatapnya tanpa kedip. Putri Anchi terkejut melihat gadis yang sangat dibencinya itu. Begitupun dengan Dewa Perang yang tidak percaya dengan apa yang kini dilihatnya. “Kenapa gadis itu bisa ada di sini? Bukankah, seorang manusia akan mati jika berada di tempat ini. Apa mungkin dia … ?”
Sebelum Yi Yuen datang ke Istana Khayangan, dia sudah dipersiapkan terlebih dulu oleh Dewa Kebijaksanaan. Lelaki itu mencoba membawa Yi Yuen melalui pintu langit dan melihat reaksi tubuh gadis itu terhadap alam khayangan yang tentu saja jauh berbeda dengan alam manusia. Awalnya, dia kesulitan bernapas hingga membuat Dewa Kebijaksanaan membawanya kembali ke Gunung Taishan. Walau begitu, Yi Yuen tidak menyerah dan berusaha kembali ke tempat itu. Dan setelah melewati beberapa kendala, akhirnya Yi Yuen mampu menyeimbangkan kondisi tubuhnya dengan kondisi alam khayangan.
Sebelum meninggalkan Gunung Taishan, Yi Yuen dan kedua sahabatnya melakukan upacara penghormatan terhadap Zhang Bingjie. Upacara yang dipimpin Dewa Kebijaksanaan itu berlangsung hikmat. Mereka memberikan penghormatan terakhir sebagai seorang murid yang menghargai jasa gurunya.
“Kalian berdua kembali ke Istana dan tunggu aku di sana. Katakan pada Pangeran Muda dan Wang Wei kalau aku baik-baik saja. Aku akan ikut Kakek ke Istana Khayangan untuk melakukan rencana yang sudah kita siapkan. Kalian berdua harus berhati-hati dan tetap waspada. Ingat, setelah ini mereka pasti akan melakukan serangan balasan dan kalian harus bersiap-siap.”
“Jangan khawatir, Dewi. Kami tahu apa yang harus kami lakukan. Urusan di bumi, biar kami yang akan mengurusnya. Kamu fokus saja dengan rencana awal dan rebut kembali apa yang menjadi milikmu,” ucap Ling penuh semangat.
Kedua sahabatnya itu kemudian turun gunung dan kembali ke Istana di mana Pangeran Muda dan Wang Wei telah menunggu mereka. Sementara Yi Yuen, kini telah berdiri di depan semua penghuni Istana Khayangan yang menatapnya tanpa kedip.
“Wajah itu, apa dia adalah Dewi Keabadian?” tanya seorang dewa yang tampak terkejut melihat wajah Yi Yuen.
Tak hanya dirinya, tapi dewa lainnya juga memiliki pertanyaan yang sama. Suara ricuh terdengar hingga membuat Putri Anchi naik darah. “Diam!”
Seketika, tempat itu menjadi hening. Semua mulut kembali bungkam dan tidak lagi bersuara.
Putri Anchi yang merasa diabaikan lantas berjalan mendekati Yi Yuen yang bergeming dan tak memedulikan dirinya.
“Kamu, keluar dari tempat ini sekarang juga! Apa manusia sepertimu pantas ada di sini? Keluar!!” Suara Putri Anchi menggema memenuhi ruangan itu, tapi Yi Yuen hanya tersenyum tanpa bergeming sedikit pun.
Melihat gadis itu mengacuhkannya, Putri Anchi naik darah. Melihat wajah Yi Yuen, dia merasa sakit hati karena penolakan Qiang terhadapnya yang di karenakan oleh gadis itu. Tanpa di nyana, Putri Anchi melayangkan satu tamparan ke arah wajah Yi Yuen, tapi dengan tanggap Yi Yuen menangkis dengan mencengkeram tangan gadis itu.
“Jika tanganmu mengenai wajahku, aku akan menghajarmu hingga membuat wajahmu tidak akan dikenali, bahkan oleh kakekmu sendiri,” ucap Yi Yuen sambil melirik ke arah Dewa Perang yang terlihat menahan marah. “Sebaiknya, jaga sikapmu jika masih ingin menikmati duduk di singgasana itu, kalau tidak aku akan membuatmu menyesal karena sudah berani menamparku.”
Tatapan mata Yi Yuen begitu tajam hingga membuat Putri Anchi melepaskan tangannya dari cengkeraman gadis itu. Melihat putrinya tak berkutik di depan Yi Yuen, Putri Mu Rong tidak tinggal diam. Wanita itu terlihat marah karena membayangakan wanita yang sudah membuat dia kehilangan Li Quan. Dengan wajah menahan amarah, wanita itu mendekati Yi Yuen dan bersiap menyerangnya dengan pukulannya, tapi pukulannya ditangkis oleh sekelabat bayangan yang kini berdiri di depan Yi Yuen.
“Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti cucuku. Jika ada yang berani menyentuhnya, aku sendiri yang akan membunuh orang itu tanpa ampun!”
Di depan Yi Yuen, Dewi Bulan tampak berdiri melindungi gadis itu dari serangan Putri Mu Rong. Melihat Dewi Bulan melindungi gadis itu, Putri Mu Rong tidak bisa berbuat apa-apa. Dia terlihat kesal. Begitupun dengan Putri Anchi yang tidak suka melihat kakek dan neneknya membela gadis itu.
“Kenapa kalian melindunginya? Apa maksud kalian membawanya ke sini? Apa kalian ingin menjadikan dia penguasa Istana Khayangan?” tanya Putri Mu Rong bertubi-tubi. “Apa dia pantas berada di sini setelah ibunya membuat Li Quan meninggalkan Istana Khayangan dan mengubah peraturan langit?”
Putri Mu Rong berusaha menjatuhkan Yi Yuen di depan semua orang. Dan benar saja, hampir seluruh yang ada di ruangan itu mulai terpengaruh dengan ucapannya.
“Apa itu benar? Apa kalian ingin kami dipimpin oleh seorang manusia?” tanya salah satu dewa yang ada di tempat itu. Mendengar ucapan lelaki itu, suasana kembali riuh. Suara penolakan kembali terdengar hingga membuat Putri Mu Rong dan Dewa Perang tersenyum menikmati keberhasilan mereka.
“Kenapa? Apa aku tidak berhak ada di tempat ini? Apa hanya dia putri dari ayahku? Aku juga putri dari raja sebelumnya dan aku punya hak untuk ada di tempat ini. Kalau kalian meragukanku karena memiliki separuh darah manusia, apa mungkin aku masih bisa hidup di tempat ini?” Yi Yuen tidak tinggal diam saat semua orang menyudutkan dirinya. Terlebih, saat mereka mulai menyalahkan ibunya.
“Kamu hanya anak dari seorang wanita murahan. Manusia rendah yang tidak pantas mendapatkan kasih sayang dari seorang Raja Khayangan. Apa di alam sana tidak ada lelaki yang bisa dia goda hingga berani mengganggu suamiku?”
Yi Yuen mengepalkan kedua tangannya dan mencoba menahan amarah atas hinaan yang ditujukan pada ibunya. Namun, itu tidak berlaku bagi Dewi Bulan. Wanita itu lantas menampar wajah Putri Mu Rong hingga wanita itu terdiam. “Jangan coba-coba merendahkan menantuku. Bagiku, Zhi Ruo adalah menantuku dan dia lebih berhak menjadi pendamping putraku. Apa kamu pikir Li Quan bahagia selama bersamamu? Kalau bukan karena Istana Khayangan, aku tidak akan membiarkan putraku menanggung kesedihan karena harus berpisah dengan anak dan istrinya. Kalau bukan karena permintaan suamiku, aku tidak akan melihat putraku menangis karena merindukan anak dan istrinya. Karena itu, jangan pernah merendahkan menantu dan juga cucuku. Jika tidak, aku akan merobek mulutmu itu!”
Putri Mu Rong terkejut saat mendengar ancaman dari Dewi Bulan. Tak hanya itu, dia merasa tidak dihargai sebagai istri Li Quan dan juga sebagai menantu. Dia merasa sakit hati karena mertuanya itu dengan terang-terangan mengakui wanita yang sangat dibencinya itu sebagai menantu mereka.
Suasana di tempat itu terlihat tegang. Perdebatan itu telah membuat perpecahan di antara mereka. Kedua kubu yang saling bertentangan lantas mulai mengambil jarak dengan posisi siap bertarung.
Tak hanya itu, Dewa Perang mulai menggunakan kekuasaannya. Dengan kekuasannya itu, dia mulai memerintahkan semua pasukan istana untuk menangkap semua orang yang berniat merebut kekuasaan dari tangan Putri Anchi.
Sontak, semua pasukan telah mengepung tempat itu. Bahkan, mereka tidak segan menodongkan senjata ke arah Dewi Bulan dan Dewa Kebijaksanaan.
“Ah, aku lupa kalau kalian telah menjadi pasukan milik Dewa Perang. Baiklah, aku akan mengembalikan fungsi kalian seperti semula, tapi jika kalian bersikeras, jangan salahkan aku jika nyawa kalian melayang di tanganku!” Dewa Kebijaksanaan terlihat tak main-main dengan ucapannya itu hingga membuat separuh dari pasukan mulai ketakutan.
“Dewa Kebijaksanaan, apa kamu benar-benar ingin menjatuhkan cucumu sendiri?”
“Ya, aku ingin dia turun dari takhtanya dan digantikan oleh putri pertama Li Quan. Lagipula, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Memangnya, kebijakan apa yang sudah dia lakukan untuk Istana Khayangan? Kebaikan apa yang sudah dia lakukan? Tidak ada!”
“Kamu … !” Dewa Perang terlihat marah dan ingin menyerang adik seperguruannya itu, tapi dia menahan diri. Dia tidak ingin terlihat buruk di depan orang-orang yang kini memerhatikannya.
Itulah rencana awal yang sudah dipersiapkan Dewa Kebijaksanaan dengan Yi Yuen. Mereka berdua sengaja menciptakan keributan di tengah pertemuan itu. Bukan tanpa alasan, tapi itu juga sengaja dilakukan untuk memperkenalkan Yi Yuen sebagai putri dari raja mereka. Putri yang juga memiliki hak untuk memerintah Istana Khayangan.
Selain itu, Dewa Kebijaksanaan juga sengaja menghadirkan Yi Yuen di tengah mereka untuk memancing kemarahan Dewa Perang. Apalagi saat lelaki itu tahu kalau Yi Yuen juga menginginkan singgasana yang juga menjadi incarannya. Mereka ingin lelaki itu marah dan membuatnya memperlihatkan sifat aslinya. Namun, itu belum cukup berhasil hingga membuat Yi Yuen harus melakukan rencana kedua.
Di antara hiruk pikuk dan kegaduhan yang terjadi di tempat itu, tiba-tiba saja Yi Yuen mengeluarkan sebuah cahaya putih sebesar mutiara dari telapak tangannya. Sontak, semua orang yang ada di tempat itu terkejut. Mereka terkejut melihat cahaya yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang mempunyai takdir untuk menduduki singgasana Istana Khayangan. Dan kini, mereka melihat cahaya itu di tangan Yi Yuen, di mana gadis itu adalah manusia setengah dewa.
Dewa Perang yang melihat cahaya itu tak luput dari keterkejutan hingga membuatnya tak berkutik. Cahaya putih yang mereka pikir telah menghilang bersama jasad Li Quan nyatanya berada di tubuh Yi Yuen. Cahaya putih yang bisa membuat semua penghuni Istana Khayangan patuh dan tunduk pada pemiliknya.
“Kakek, apa yang terjadi?” tanya Putri Anchi saat melihat semua orang di tempat itu tiba-tiba bersujud di depan Yi Yuen.
“Bersujudlah, cepat!” perintah lelaki itu sambil duduk bersujud. Putri Anchi dan Putri Mu Rong juga melakukan hal yang sama walau keduanya tidak rela harus bersujud di depan Yi Yuen.
“Aku, Yi Yuen adalah anak dari Li Quan, raja dari istana ini dan sebelum wafat, ayah memberikanku kekuatan cahaya putih ini. Dan, kakekku, yaitu Dewa Kebijaksanaan telah memintaku untuk memimpin Istana Khayangan walau aku tahu, istana ini telah dipimpin oleh Putri Anchi yang juga merupakan putri dari ayahku. Tapi, sesuai peraturan langit, aku lebih berhak menduduki singgasana ini dibanding dia yang tidak memiliki kekuatan cahaya putih. Jadi, jika ada yang ingin menentang kehadiranku di tempat ini, silakan maju dan tantang aku!”
Suasana hening tanpa suara penolakan. Tidak ada yang berani membantah jika itu sudah menyangkut cahaya putih yang menjadi kekuatan dari Istana Khayangan.
“Apa kalian masih mau menolak kehadiranku di sini?”
Sesaat, semua orang saling memandang. Sama sekali tidak terlihat adanya bantahan dari raut wajah mereka. Hingga salah satu dari mereka dengan berani menyatakan pendapatnya, “Kami tidak akan menolakmu karena kami tidak mungkin mengingkari kekuatan cahaya putih yang ada padamu. Jika takdirmu memiliki cahaya putih itu, maka takdirmu juga untuk menduduki singgasana menggantikan ayahmu.”
Dewa Perang mengepalkan kedua tangannya. Lelaki itu terlihat marah karena rencananya untuk mengambil alih kekuasaan Istana Khayangan dari Putri Anchi harus kandas. Dia harus menahan kecewa karena tujuannya itu telah gagal.
Dan di saat itu juga, Putri Anchi diminta untuk menanggalkan mahkota raja dan memberikannya pada Yi Yuen yang sudah terpilih secara mutlak. Dengan tangannya sendiri, Dewa Kebijaksanaan memakaikan mahkota pada Yi Yuen dengan ritual pengangkatan raja.
Yi Yuen kini duduk di atas singgasana dan menatap semua orang yang ada di tempat itu. “Sebagai penguasa tertinggi di istana ini, aku perintahkan agar semua peraturan yang telah diubah untuk dikembalikan sesuai yang tertulis selama ayahku memerintah. Dan semua jabatan yang sudah diubah harus dikembalikan seperti semula. Dan, aku akan menobatkan diriku sendiri menjadi Dewi Keabadian.”
Sontak, Istana Khayangan bergetar hebat. Suara petir menggelegar hingga membuat istana itu berguncang. Peristiwa yang sama saat Yi Yuen terlahir ke dunia. Seluruh semesta berguncang menyambut kelahirannya dan kini ramalan tentang seseorang yang akan datang dan menggoncang Istana Khayangan telah menjadi kenyataan. Ramalan yang kini telah terbukti hingga membuat seluruh penghuni khayangan bergidik ketakutan.