Langit tiba-tiba mendung dengan diiringi suara petir yang menggelegar. Suara gemuruh petir saling berdentuman hingga membuat orang-orang panik dan bersembunyi di dalam rumah. Namun, itu tidak berlaku bagi seorang gadis yang sedang berdiri di halaman sambil mendongak kepala ke atas langit. Wajahnya tampak tersenyum hingga membuat tiga orang pemuda berjalan mendekatinya.
“Apa Yi Yuen sudah berhasil?” tanya seorang pemuda yang terlihat gagah dengan jubah raja yang dipakainya.
“Aku yakin, saat ini dia sudah berhasil mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya. Lihatlah, semesta bergetar saat dia menduduki singgasana Istana Khayangan. Sama seperti waktu dia lahir ke dunia. Semesta menyambutnya dengan dentuman petir yang memecah di siang hari. Langit berubah mendung seakan kiamat akan segera terjadi.”
Mereka berempat masih menatap langit yang perlahan mulai kembali normal. Langit terlihat cerah dengan sinar matahari yang bersinar terang. Namun, tidak dengan Yi Yuen yang saat ini sedang menahan diri karena rasa sedih yang tiba-tiba merasuk di dalam hatinya. Gadis itu sedang menatap beberapa lukisan yang terpampang di dalam sebuah ruangan yang dibiarkan tak berpenghuni. Ruangan di mana Li Quan sering berdiam diri sambil melukis dan membayangkan wajah anak dan istrinya. Ruangan di mana dia merasa tenang saat menatap lukisan wajah sang kekasih yang tersenyum indah.
Dengan tangan yang gemetar, Yi Yuen menyentuh lukisan wajah seorang wanita yang terlihat cantik dan anggun. Seorang wanita yang tengah tersenyum sambil memegang setangkai bunga sakura berwarna merah di tangannya. Tak terasa, air matanya jatuh saat melihat lukisan yang begitu menyentuh hatinya. “Ibu, aku merindukanmu.” Yi Yuen berucap pelan dengan air mata yang sudah membendung di pelupuk matanya.
Tatapannya kini beralih pada satu lukisan yang kembali membuat dia menangis. Seorang wanita dan seorang pria tampak bergandengan tangan dengan seorang gadis kecil yang berjalan di tengah mereka. Terlihat, wajah mereka tampak bahagia di lukisan itu. Wajah yang menggambarkan betapa sang pelukis begitu mengharapkan kejadian di lukisannya itu menjadi sebuah kenyataan. Bukan hanya khayalan yang ditumpahkan dalam satu lukisan yang semu.
Melihat lukisan itu, Yi Yuen terisak karena bisa merasakan bagaimana perasaan tersiksa yang dialami oleh ayahnya. Perasaan rindu yang kini juga dialami olehnya. Perasaan rindu yang membuatnya selalu menangis dalam kesendirian.
“Itu adalah lukisan terakhir yang dilukis ayahmu. Ruangan ini adalah ruangan yang dipakainya untuk melukis kebersamaan kalian. Cucuku, ayahmu sangat menyayangimu dan juga ibumu. Baginya, kalianlah keluarga dan kehidupannya.”
Dewi Bulan yang berdiri di samping Yi Yuen tak kuasa menahan tangis. Dia ikut terharu saat melihat cucunya itu menangisi sang putra yang kini telah tiada.
Yi Yuen duduk di sebuah kursi kayu yang biasa dipakai ayahnya untuk melukis. Sejenak, dia memejamkan matanya dan membayangkan jika saat ini dia sedang duduk di dekat ayah dan ibunya. Terlihat, satu senyum terukir di antara air mata yang tidak mampu menampung air bening itu. Dia tersenyum saat melihat kedua orangtuanya tersenyum kepadanya.
“Ayah, Ibu, aku akan baik-baik saja. Aku harap kalian selalu bahagia di sana dan kalian tidak akan pernah lagi terpisahkan. Kini, tinggal aku sendiri yang begitu merindukan kalian dan entah kapan aku bisa bertemu dengan kalian lagi. Aku akan menunggu hingga suatu saat semesta mempertemukan kita, maka aku tidak akan pernah meninggalkan kalian dan kita akan selamanya bersama,” batin Yi Yuen sambil menunduk dan menghapus air matanya. Dewi Bulan lantas memeluknya dan mereka pun menangis bersama.
Sementara Putri Anchi tampak marah saat berada di kediaman Dewa Perang. Tak hanya dirinya, Putri Mu Rong dan Dewa Perang pun tak luput dari rasa marah dan benci pada Yi Yuen.
“Dasar gadis sialan! Dia pikir bisa mengambil semuanya dariku? Kali ini, aku tidak akan membiarkan dia mengambil apa yang sudah menjadi milikku. Apa dia belum puas mengambil ayah dan Qiang dariku?!” Putri Anchi berteriak histeris sambil membanting apa saja yang ada di hadapannya. Dia terlihat marah dengan air mata yang menetes dari matanya yang memerah.
“Ayah, apa tidak ada cara bagi kita untuk menyingkirkan gadis sialan itu? Aku sudah muak melihat wajahnya karena membuatku teringat pada wanita murahan itu. Aku tidak tahan melihat wajahnya yang membuatku semakin membenci Li Quan!”
“Tenanglah! Apa kalian berdua tidak bisa membiarkan aku berpikir sejenak? Kalian hanya bisa mengeluh tanpa bisa melakukan apa-apa!” Dewa Perang membentak anak dan cucunya itu yang selalu merengek di depannya.
“Jika kalian selemah ini, bagaimana kita bisa menyingkirkannya? Gadis itu mempunyai cahaya putih yang membuatnya menduduki singgasana dan kalian hanya bisa mengeluh dan merengek padaku!” Dewa Perang terlihat kesal karena kedua wanita itu membuatnya semakin tertekan. Namun, lelaki itu selalu saja punya cara untuk memuluskan rencananya.
“Sekarang, setengah dari penghuni Istana Khayangan telah berpihak pada kita. Dan juga, pasukan Dewa Hitam sudah siap bergabung jika perang berkecamuk. Apapun yang terjadi, Istana Khayangan harus jatuh ke tanganku!”
“Lalu, apa rencana Ayah selanjutnya?”
“Aku akan melakukan hal yang sama seperti dulu. Aku akan memancingnya dengan mengerahkan seluruh pasukan Dewa Hitam untuk menghancurkan manusia. Kita akan lihat, apa yang akan dia lakukan untuk menghadapi serangan itu.”
Dewa Perang terlihat yakin dengan rencananya itu. Wajahnya terlihat sinis dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi hingga membuat Putri Mu Rong dan Putri Anchi ikut sedikit berlega hati. Setidaknya, itulah yang mereka harapkan. Kehancuran dari gadis yang sudah menghancurkan hati mereka.
Untuk memuluskan rencananya itu, Dewa Perang memutuskan untuk bertemu dengan Dewa Hitam. Di suatu tempat di alam manusia, mereka bertemu. Dewa Perang kini berhadapan dengan sosok Dewa Hitam yang terlihat menakutkan. Wajah seorang lelaki tua dengan perawakan yang membuat siapa saja akan bergidik ketakutan saat melihatnya. Sekujur tubuhnya hitam legam. Matanya merah dengan tatapan yang sangat tajam. Rambutnya panjang dan dibiarkan tergerai tertiup angin.
“Apa?! Kamu pikir aku akan membiarkan semua pasukanku mati karena rencana bodohmu itu? Sudah cukup dua kali aku membantumu, tapi lihat apa yang kamu lakukan? Mana janji yang kamu ucapkan untuk membawa aku kembali ke Istana Khayangan? Hingga saat ini aku masih bersabar, tapi apa yang terjadi? Semua rencanamu gagal total!”
Dewa Hitam terlihat marah saat Dewa Perang mengutarakan rencananya. Lelaki itu tidak terima jika pasukannya kembali dijadikan sebagai korban.
“Kalau bukan karena gadis sialan itu, aku pasti sudah menjadi raja dan membawamu kembali ke Istana Khayangan. Jika kamu menolak melakukan recana itu, maka selamaya kita berdua tidak akan bisa menguasai Istana Khayangan. Kalau kamu tidak ingin menggunakan rencanaku, apa kamu punya rencana yang lebih baik dariku?” tanya Dewa Perang yang membuat Dewa Hitam terdiam. Saat ini, tidak ada rencana yang lebih sempurna selain rencana yang diutarakan Dewa Perang padanya.
“Apa kamu yakin itu akan berhasil? Bagaimana jika … ”
“Jangan khawatir. Pasukanmu akan menghancurkan alam manusia dan pasukanku akan kudeta di Istana Khayangan. Kita akan melakukan semua itu secara bersamaan dan serentak karena perhatian mereka pasti akan terpecah. Gadis itu, dia bisa dengan mudah membunuh pasukanmu yang berlindung di tubuh manusia, tapi dia tidak bisa melakukannya seorang diri tanpa bantuan para dewa lainnya. Semua yang mendukungnya akan aku buat sibuk dengan seranganku yang tiba-tiba. Dewa Hitam, kerahkan semua pasukanmu dan kita rebut Istana Khayangan menjadi milik kita!”
Dewa Perang terlihat begitu yakin. Dia sudah cukup bersabar karena selama ini selalu gagal mengambil alih Istana Khayangan. Dan baru saja dia punya harapan melalui Putri Anchi, harapan itu juga akhirnya pupus karena kemunculan Yi Yuen yang datang secara tiba-tiba.
Lelaki itu begitu berambisi untuk menguasai Istana Khayangan. Dia ingin memiliki kekuasaan yang membuatnya bebas membuat peraturan yang tentu saja menguntungkan dirinya. Dia ingin menjadi penguasa dari semua para dewa dan mengendalikan mereka sesuai apa yang dia inginkan.
Sementara Yi Yuen, telah bersiap dengan apapun yang akan terjadi. Dia sudah membaca ke mana arah rencana Dewa Perang. Dengan mudah, dia bisa mengetahui apa yang sudah direncanakan oleh lelaki itu.
“Cucuku, apa yang kamu sangkakan itu mungkin akan terjadi. Dilihat dari ambisinya untuk menguasai Istana Khayangan, bisa dipastikan kalau Dewa Perang akan kembali meminta bantuan Dewa Hitam. Jika itu sampai terjadi, kita sudah harus bersiap-siap. Tapi, kami para dewa tidak bisa membantumu jika mereka kembali berlindung di tubuh manusia. Lalu, apa yang akan kamu lakukan jika itu sampai terjadi?” tanya Dewi Bulan yang terlihat khawatir.
“Jangan khawatirkan itu, Nek. Apapun yang terjadi, Kakek dan Nenek tidak boleh meninggalkan Istana Khayangan. Aku mempunyai firasat kalau Dewa Perang akan membuat kalian sibuk di tempat ini. Kalau itu sampai terjadi, maka lawanlah semampu kalian dan jangan campuri urusan di bumi walau apapun yang terjadi. Aku akan mencari akar dari semua masalah ini dan menumpasnya. Aku akan membuat dia membayar atas semua yang sudah dia lakukan pada kedua orangtuaku dan juga Qiang!”
Yi Yuen mengepalkan kedua tangannya. “Guru, aku akan membuat dia menyesal karena telah melukai hatimu. Dia tidak pantas memiliki ilmu yang kamu berikan padanya. Aku akan mengambilnya hingga membuat dia ingat padamu!” batin Yi Yuen dengan air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya.
Setelah merencanakan semuanya dengan matang bersama kakek dan neneknya, Yi Yuen lantas meminta izin untuk menemui sahabat-sahabatnya yang sudah menunggu di kerajaan. Yi Yuen kini dengan mudah keluar masuk pintu langit tanpa ada lagi kendala. Hingga akhirnya dia tiba di gerbang kerajaan dan diantar masuk menemui Pangeran Muda yang saat ini telah menjadi raja menggantikan ayahnya.
Melihat kedatangan Yi Yuen, Ling terlihat gembira hingga berlari dan memeluk gadis itu. “Dewi, aku sangat mengkhawatirkanmu. Syukurlah, kamu tidak apa-apa.”
Yi Yuen tersenyum melihat kepedulian sahabat-sahabatnya itu. “Terima kasih atas kepedulian kalian padaku. Ah, aku sangat beruntung karena memiliki sahabat seperti kalian.”
“Sudahlah, ayo duduk. Sudah lama kita tidak bercengkerama seperti ini,” ucap Pangeran Muda yang terlihat gagah dengan balutan jubah raja yang dipakainya. Melihat pemuda itu, Yi Yuen tersenyum.
“Ah, rupanya Pangeran Muda kita ini sudah menjadi raja. Jadi, sekarang aku harus memanggilmu apa? Pangeran Muda atau Raja Muda?” tanya Yi Yuen sambil tersenyum.
Pemuda itu hanya bisa tertawa saat diberi pertanyaan seperti itu. Walau pernah ditolak oleh Yi Yuen, nyatanya dia belum bisa melupakan perasaannya begitu saja. Senyuman gadis itu masih bisa membuat dadanya bergetar hebat.
“Panggil saja seperti biasanya karena aku sudah terbiasa dipanggil Pangeran Muda. Yi Yuen, coba ceritakan pada kami apa yang terjadi di Istana Khayangan. Aku penasaran saat mereka melihatmu ada di sana. Apa yang dilakukan dewa bodoh itu saat melihatmu?”
Tak hanya Pangeran Muda, tapi semua teman-temannya juga mempunyai pertanyaan yang sama.
Yi Yuen lantas mulai menceritakan semuanya. Bagaimana dia harus menghadapi perdebatan yang cukup menegangkan untuk bisa meyakinkan semua orang kalau dia pantas menjadi penguasa Istana Khayangan. Apa yang terjadi saat itu tak luput diceritakan olehnya. Hingga maksud dan tujuannya kembali ke bumi, juga diutarakan olehnya.
“Jadi, lelaki itu sedang merencanakan sesuatu?” tanya Wang Wei.
“Ya, aku yakin dia akan melakukan serangan seperti waktu itu. Dia tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan Dewa Hitam. Karena itulah, aku ingin meminta kalian untuk bersiap-siap jika mereka melakukan serangan. Teman-teman, ini tidaklah mudah. Ini bukan hanya menyangkut kelangsungan Istana Khayangan, tapi juga kelangsungan hidup manusia yang menjadi target mereka. Karena itu, aku punya rencana yang akan aku utarakan pada kalian.”
“Rencana? Katakan, apa rencanamu itu?”
“Pangeran Muda, aku ingin memintamu menyiapkan pasukan khusus yang pandai bertarung. Siapkan aku 1000 pasukan lengkap dengan peralatan senjata mereka.”
“Dewi, walau 100.000 pasukan yang kita siapkan, mereka tidak bisa membunuh pasukan hitam yang merasuki manusia. Lalu untuk apa kamu meminta 1000 pasukan kalau itu semua hanya sia-sia?” tanya Ling yang heran dengan permintaan Yi Yuen.
“Apa Bibi lupa tujuan kita ke Gunung Taishan? Apa Bibi pikir, guru tidak memberikanku bekal apa-apa?”
Sejenak, Ling teringat dengan kitab merah yang diberikan Zhang Bingjie pada gadis itu. “Apa di kitab itu … ”
“Benar, Bi. Aku tahu bagaimana caranya membunuh mereka tanpa harus membunuh manusia yang dirasuki. Karena itu, aku butuh kerjasama kalian dan juga pasukan yang aku minta.”
“Baiklah, aku akan menyiapkan 1000 pasukan yang kamu minta. Wang Wei akan menyeleksi mereka. Jangan khawatirkan itu, biar kami berdua yang akan mengurusnya.” Pangeran Muda dan Wang Wei menyanggupi permintaan Yi Yuen.
“Aku juga punya tugas buat Bibi dan Kangjian.”
“Katakan saja, Nona. Kami pasti akan menyanggupinya.”
“Kalian pergi ke desa yang waktu itu kita singgahi di hutan saat menuju Gunung Taishan. Katakan pada pemimpin desa kalau aku meminta bantuannya. Pilih pemuda yang pandai bertarung dan bawa mereka ke kedai. Kita akan jadikan kedai sebagai tempat berkumpul dan berlatih.”
“Baik, Dewi. Kami akan segera ke sana.”
“Aku juga akan membamtumu.” Tiba-tiba saja siluman rubah berekor delapan muncul di depan mereka.
“Dewi, aku juga akan membantumu. Aku akan membawa pasukanku untuk membantu kalian.” Siluman rubah yang berwujud wanita cantik itu rupanya tidak ingin ketinggalan.
“Baiklah, aku rasa kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan. Ini bukan pertempuran biasa, karena itu aku harap agar kalian semua berhati-hati.”
Mereka semua mengangguk. Siluman rubah kemudian kembali untuk mempersiapkan pasukannya. Dan di saat itu juga, Pangeran Muda dan Wang Wei mulai mengumpulkan pasukan yang diminta oleh Yi Yuen. Sedangkan Kangjian dan Ling sudah bergegas menuju desa di bawah Gunung Taishan.
Mereka sudah bertekad untuk melakukan apa saja untuk membantu Yi Yuen. Tak peduli walau nyawa sebagai taruhannya, karena bagi mereka Yi Yuen adalah seseorang yang pantas untuk dilindungi. Seseorang yang memiliki kebaikan hati dan rasa peduli. Seseorang yang tidak mungkin mereka biarkan berjuang seorang diri karena mereka adalah sahabat sejati.