Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 61

Chapter 61

Suara dentuman dan tanah yang bergetar terjadi berulang kali saat Dewa Hitam mulai menyerang dengan cemeti hitam miliknya. Pukulan cemeti yang selalu diarahkan ke tubuh Yi Yuen nyatanya selalu meleset dan mengenai ruang hampa.

Yi Yuen yang sedari tadi menghindar tidak melakukan serangan balasan. Gadis itu lebih fokus pada setiap gerakan Dewa Hitam dan memerhatikan setiap peluang yang bisa dijadikan untuk melakukan serangan balasan.

Karena lawannya selalu menghindar, Dewa Hitam semakin naik pitam. Wajahnya menyeringai sinis dan semakin membabi buta.

“Lawan aku! Apa keahlianmu hanya menghindar saja? Ah, jangan-jangan kamu takut padaku!”

Dewa Hitam terus menyerang dengan tawa yang terdengar. Dia begitu merendahkan Yi Yuen karena sedari tadi tidak melakukan perlawanan. Namun, apa yang dilakukan oleh Yi Yuen itu bukan tanpa alasan. Yi Yuen melakukan itu semua karena dia sedang mencari celah untuk bisa menyerang hanya dalam satu kali penyerangan.

Karena tersulut emosi, Dewa Hitam terus melancaran serangan dengan melayangkan pukulan-pukulan cambuk yang mengarah pada tubuh Yi Yuen. Tak hanya itu, dia juga melancarkan serangan berupa cahaya hitam yang mengarah pada tubuh gadis itu.

“Hah! Apa kamu ingin membuatku marah dengan terus menghindari seranganku?!”

Dewa Hitam semakin marah hingga kedua matanya memerah. Hingga di mana satu titik, Yi Yuen menemukan celah pada saat lelaki itu melayangkan satu pukulan cambukan yang mengarah padanya dan dengan cepat Yi Yuen mengeluarkan tenaga dalamnya hingga membuat tubuhnya memancarkan cahaya kebiruan.

Dengan kekuatannya itu, Yi Yuen berhasil memegang ujung cambuk dengan tangan kirinya. Cambuk yang mengenai tangannya itu sama sekali tidak bisa bergerak walau sudah ditarik paksa oleh Dewa Hitam. Kekuatan itu adalah kekuatan yang diberikan Zhang Bingjie padanya.

Dewa Hitam berusaha menarik cambuk itu, tapi tidak berhasil. Walau sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, nyatanya cambuk itu tak bergerak dari tangan Yi Yuen.

“Gadis itu rupanya mampu menahan cambukku. Kekuatannya rupanya cukup hebat! Jika dia bisa menahan pukulan cambukku berarti aku harus berhati-hati terhadapnya,” batin Dewa Hitam yang mulai khawatir.

Karena sudah tidak bisa bergerak, Dewa Hitam lantas menyerang dengan melancarkan cahaya hitam ke arah Yi Yuen, tapi gadis itu menghindar dengan cara melompat. Dan di saat dirinya melompat itulah, pedang di tangan kanannya tiba-tiba muncul dan menghunus ke arah cambuk yang kini terputus menjadi dua bagian.

Dewa Hitam terkejut saat melihat cambuk miliknya telah terputus menjadi dua. Matanya memerah menahan amarah. Cambuk yang tidak bisa putus oleh senjata apa pun nyatanya dengan mudah terputus hanya dengan sekali hantaman dari pedang milik Yi Yuen. Pedang yang memancarkan cahaya kebiruan itu ternyata mampu membuat Dewa Hitam terbelalak. Tak hanya terputus, cambuk yang kini ada di tangan Yi Yuen juga telah terbakar hangus hingga menjadi abu.

Melihat cambuknya telah hancur, Dewa Hitam naik darah. Pedang hitam yang ada di tangannya kini dia arahkan pada tubuh Yi Yuen. Serangan demi serangan kembali dia lancarkan, hingga tiba di mana Yi Yuen kembali menangkis pedang hitam dengan pedang biru miliknya. Seketika, suara patahan terdengar. Ujung pedang hitam telah patah dan jatuh ke tanah.

Dewa Hitam semakin terkejut saat melihat satu per satu senjata miliknya telah hancur. “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apa kekuatannya bisa sedahsyat itu? Gadis itu, kalau seperti ini, aku bisa saja mati di tangannya,” batin Dewa Hitam yang mulai berpikir untuk menghindar dari Yi Yuen.

Melihat Dewa Hitam yang kewalahan, pasukan hitam yang tersisa mulai menyerang Yi Yuen. Walau begitu, siluman babi dan siluman rubah tidak tinggal diam.

“Dewi, kejar Dewa Hitam, biar kami yang akan mengurus mereka!”

Yi Yuen kemudian melesat dan melihat Dewa Hitam yang mulai berlari menghindarinya. Walau berusaha untuk menghindar, lelaki itu masih sempat menyerang dengan cahaya hitam dari tangannya. Namun, kekuatannya itu mulai berkuramg karena sudah sedari tadi memaksa mengeluarkan tenaganya itu.

Tiba-tiba, Yi Yuen menghentikan langkahnya dan memandangi Dewa Hitam yang berada beberapa meter darinya. “Aku tidak akan membiarkanmu kabur begitu saja. Kamu harus bertanggng jawab atas semua perbuatanmu itu!”

Pedang biru di tangannya tiba-tiba menghilang. Dan di saat bersamaan, Yi Yuen membuka kedua telapak tangannya dan dari telapak tangannya itu tiba-tiba muncul sebuah busur dan anak panah yang berwarna keemasan di masing-masing telapak tangannya itu.

Cahaya keemasan yang memancar dari busur berpadu dengan cahaya kebiruan yang memancar dari tubuh Yi Yuen. Busur di tangan kirinya lantas dikaitkan dengan anak panah yang kini sudah berada di tali busur dan bersiap untuk dilesatkan. Yi Yuen telah bersiap untuk membidik sasarannya yang terus berlari dan menghindar dari serangannya. Namun, Dewa Hitam tiba-tiba berhenti saat melihat satu anak panah berwarna keemasan yang mengarah padanya.

“Apa aku akan mati? Apa takdirku harus mati di tangan gadis itu? Dia … aarrgghh … ”

Mata Dewa Hitam membulat saat anak panah yang dilesatkan Yi Yuen menancap tepat di dadanya. Suara erangannya terdengar hingga membuat pasukan hitam yang masih tersisa tiba-tiba menghilang dari tempat itu. Mereka ketakutan saat melihat pemimpin mereka telah kalah dan hampir mati.

Dewa Hitam tiba-tiba terduduk dengan wajah yang menunduk. Tubuhnya telah lemah tak berdaya saat anak panah itu menghujam dadanya. Seketika, dia mengangkat wajahnya saat melihat Yi Yuen berdiri di depannya.

“Kamu … kamu mungkin telah menang dariku, tapi kamu tidak akan bisa menang dari kejahatan para pengikutku. Selamanya, mereka akan tetap ada dan menghancurkan manusia. Dan juga, Dewa Perang tidak akan tinggal diam. Dia pasti akn mengambil Istana Khayangan darimu. Kamu … ”

Dewa Hitam terbelalak sambil menahan rasa sakit saat Yi Yuen mencabut anak panah dari dadanya. Anak panah dan busur yang ada di tangan Yi Yuen tiba-tiba menghilang dan kembali menyatu dengan tubuhnya.

“Apa kamu pikir aku takut dengan pasukanmu itu? Dimana pun dan kapan pun aku menemukan mereka, maka aku akan menghancurkan mereka dan mengirim mereka untuk menemuimu di neraka.”

Gadis itu lantas berbalik dan berjalan meninggalkan tubuh Dewa Perang yang perlahan mulai berpendar menjadi butiran abu berwarna hitam.

Cahaya bening yang dibuat oleh Yi Yuen juga tiba-tiba menghilang hingga membuat Kangjian dan Ling berlari menemui gadis itu yang berjalan ke arah mereka.

“Dewi, kamu tidak apa-apa?” tanya Ling sambil memeluk Yi Yuen.

“Aku baik-baik saja, Bi. Semuanya sudah aman,” jawab Yi Yuen enteng.

“Kangjian, tolong urus semua pasukan kita. Dan, katakan pada Pangeran Muda dan Wang Wei kalau aku baik-baik saja. Aku tidak ingin mereka khawatir. Aku harus kembali ke Istana Khayangan untuk mencari Dewa Perang.”

“Baik, Nona. Aku akn mengurus semuanya. Pergilah dan kembalilah dengan selamat. Kami akan menunggumu.”

Ling kembali memeluk Yi Yuen. Setelah itu, Yi Yuen pun melesat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan menghilang di hadapan mereka.

Sementara di Istana Khayangan, pertarungan sengit antara Dewa Perang dan Dewa Kebijaksanaan masih berlangsung. Keduanya terlihat tangguh hingga membuat tempat itu hancur berantakan.

Saat ini, semua pasukan yang ada di bawah perintah Dewa Perang telah dikalahkan. Begitu juga dengan dewa-dewa yang mengikutinya pun sudah ditahan.

Pertarungan saudara seperguruan itu rupanya cukup seimbang. Mereka memiliki jurus dan kekuatan yang hampir sama. Pertarungan yang berlangsung sejak tadi rupanya membuat keduanya cukup kewalahan. Tenaga mereka cukup terkuras. Bahkan, Dewi Bulan yang ingin membantu suaminya pun tidak bisa melakukan apa-apa karena dilarang oleh suaminya. Dewi Bulan hanya bisa menatap suaminya itu dengan perasaan cemas.

Di saat mereka saling melakukan serangan, Yi Yuen tiba-tiba muncul. Gadis itu melihat kakeknya bertarung dengan cukup sengit, tapi Yi Yuen tidak ingin membiarkan kakeknya itu menghadapi Dewa Perang yang seharusnya menjadi lawannya.

Dengan sekelebat, Yi Yuen melayang di atas udara dan melesat menuju arena pertempuran. “Kakek, mundurlah biar aku yang menghadapinya!” seru Yi Yuen saat melesat di atas udara.

Mendengar seruan Yi Yuen, Dewa Kebijaksanaan akhirnya mundur dan di saat itulah Yi Yuen melancarkan satu pukulan dengan cukup keras ke arah dada Dewa Perang yang tidak sempat menghindar. Serangan cahaya biru dari telapak tangan Yi Yuen sontak membuat lelaki itu terkejut.

Dewa Perang termundur ke belakang sambil memegang dadanya yang berdenyut. Melihat Yi Yuen, lelaki itu tersenyum sinis dengan wajah menyeringai. Tanpa menunggu lama, lelaki itu kemudian maju menyerang Yi Yuen dengan tangan kosong. Pukulannya bertubi-tubi mengarah pada titik yang bisa membuat siapa saja akan binasa jika mengenai pukulan itu. Dengan tangan yang memancar cahaya merah, Dewa Perang menyasar tubuh Yi Yuen, tapi gadis itu dengan gesit mampu membaca setiap gerakan yang dilakukan Dewa Perang. Bahkan, gerakan mereka terlihat sama hingga membuat lelaki itu tercengang.

“Gadis itu … dia mampu membaca setiap gerakanku. Apa mungkin dia … ”

Tiba-tiba saja Dewa Perang terkejut saat melihat Yi Yuen melayang di udara sambil melayangkan pukulan dengan sinar biru yang memancar dari telapak tangannya. Menyadari dirinya diserang, Dewa Perang berusaha menghindar dan membalas dengan melancarkan serangan cahaya merah. Kedua cahaya itu berdentum saat bertemu di atas udara hingga membuat tempat itu bergetar.

“Gadis ingusan! Apa kamu pikir bisa mengalahkanku? Ayah dan kakekmu saja tidak mampu melawanku dan sekarang kamu dengan sombongnya ingin menantangku? Baiklah! Sudah cukup aku bermain-main denganmu. Sekarang, terimalah seranganku ini!”

Dewa Perang lantas menyerang dengan sebilah pedang yang memancarkan warna kemerahan. Pedang yang mampu membelah batu hingga hancur berkeping-keping itu nyatanya tidak membuat Yi Yuen bergeming.

“Cucuku, awas!” seru Dewa Kebijaksanaan yang terlihat khawatir saat melihat Dewa Perang mulai memaksimalkan serangannya.

Yi Yuen hanya berdiri menunggu Dewa Perang mendekat ke arahnya. Pedang merah yang terhunus ke arah Yi Yuen seketika retak saat pedang biru milik gadis itu menangkisnya.

Seketika, pedang merah patah menjadi dua. Tak hanya itu, kini Yi Yuen tengah berdiri dengan tangan kiri yang mencengkeram kepala Dewa Perang. Lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa saat Yi Yuen menatapnya dengan tatapan mata yang memancarkan cahaya kebiruan.

Itulah kekuatan yang selama ini terpendam di dalam tubuhnya. Kekuatan yang mampu menahan pergerakan seseorang melalui tatapan mata, walau orang itu memiliki kekuatan yang teramat sangat dahsyat. Namun, kekuatan itu akan berimbas pada tubuh yang empunya kekuatan tersebut.

Dewa Perang terkejut hingga matanya membulat. Dia sama sekali tidak menyangka, kekuatannya bisa dikendalikan hanya melalui tatapan mata dari seorang gadis yang sama sekali tidak dia duga.

Yi Yuen masih menatap lurus ke arah Dewa Perang. Tangan kirinya mencengkeram kepala lelaki itu dengan kuat. Rasanya, dia ingin memecahkan kepala lelaki itu, tapi dia tidak ingin membuat lelaki itu mati dengan sangat mudah. Dia ingin lelaki itu merasakan penderitaan akibat dosa-dosanya.

Tubuh Yi Yuen kini telah memancar cahaya kebiruan. Dan Dewa Perang masih tidak berkutik saat cahaya biru menarik paksa cahaya merah keluar dari dalam tubuhnya.

“Aku tidak akan membunuhmu karena aku ingin kamu hidup dalam penderitaan. Aku akan membiarkanmu hidup tanpa memiliki kekuatan. Kamu tidak pantas memiliki kekuatan dari pemberian guruku. Aku akan mengambil kekuatan itu kembali darimu!”

Pedang biru di tangan Yi Yuen seketika menghilang. Gadis itu lantas meletakkan tangan kanannya di kepala Dewa Perang hingga membuat tubuh lelaki itu bergetar hebat. Cahaya biru milik Yi Yuen terlihat menghisap cahaya merah yang ada di tubuh lelaki itu. Tatapan mata Yi Yuen semakin tajam dan tubuhnya semakin memancarkan cahaya kebiruan. Hingga di mana tubuh Dewa Perang terkulai lemah dan tergeletak tak berdaya di atas lantai.

Sementara Yi Yuen, masih berdiri dengan tubuh yang memancarkan cahaya biru. Tubuhnya seakan bereaksi dengan kekuatan yang baru saja didapat dari tubuh Dewa Perang. Hingga perlahan cahaya itu memudar seiring tubuh Yi Yuen yang terduduk tak berdaya.

Seketika, Dewi Bulan berlari mendekati cucunya itu. Wajah Yi Yuen tampak basah dengan peluh yang memenuhi wajahnya. Hingga dia tersandar lemah di bahu sang nenek.

“Cucuku, kamu sudah berhasil. Sekarang, beristirahatlah.”

Seketika, Yi Yuen tidak sadarkan diri. Dewa Kebijaksanaan lantas membopongnya dan membawa gadis itu ke ruangannya.

Sementara Dewa Perang masih sempat melakukan perlawanan saat hendak dibawa ke dalam penjara. Namun, perlawanannya itu tidak menghasilkan apa-apa selain satu pukulan yang mengarah pada perutnya hingga membuatnya terduduk menahan sakit.

“Apa kamu pikir kamu masih seorang dewa? Sekarang, kamu bukan siapa-siapa lagi dan kamu hanyalah lelaki tua yang tidak berdaya,” ucap salah satu pemimpin pasukan yang kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membawa lelaki itu.

Tak hanya Dewa Perang, tapi Putri Mu Rong dan Putri Anchi juga dibawa ke dalam tahanan. Sementara para pemberontak lainnya juga diperlakukan dengan sama. Para Dewa yang juga melakukan pemberontakan bahkan tak berkutik dan bersujud meminta pengampunan.

Di dalam ruangannya, Yi Yuen terbaring lemah dengan wajah yang memucat. Kekuatan yang dipakainya itu nyatanya begitu menguras tenaganya. Bahkan, bila tidak dilakukan dengan persiapan yang matang, sang pemilik kekuatan bisa saja mati.

Dewi Bulan terlihat khawatir hingga membuatnya enggan meninggalkan tempat itu. Dia masih menunggui sang cucu yang belum juga sadarkan diri.

“Suamiku, apa Yi Yuen akan baik-baik saja? Aku tidak ingin kehilangan keluargaku lagi. Aku tidak ingin dia meninggalkan kita.”

Dewi Bulan tak kuasa menahan tangis saat melihat cucunya yang kini tak berdaya. Wanita itu menangis di dalam pelukan sang suami yang juga mengkhawatirkan keadaan cucunya itu. Sudah hampir seminggu Yi Yuen terbaring dan gadis itu masih tidak menunjukkan perubahan apa pun.

Sementara di alam bawah sadarnya, Yi Yuen tampak berdiri di tengah padang rumput yang sangat luas. Rumput hijau yang terlihat memesona dengan embusan angin yang menerpa wajahnya.

Yi Yuen menatap langit biru yang terbentang luas tanpa ada satu pun awan. Sejenak, dia tersenyum karena mengira tempat itu adalah nirwana. Tempat di mana menjadi pemberhentian hidupnya hingga membuatnya ingin bertemu dengan kekasih hati dan juga kedua orang tuanya.

“Ah, apa aku sudah mati? Kalau begitu, aku pasti akan bertemu dengan ayah dan ibu. Aku juga pasti akan bertemu dengan Qiang.”

Yi Yuen tersenyum dan mengalihkan pandangannya ke hamparan rumput hijau. Hingga pandangannya teralihkan saat melihat kedua orang tuanya yang tersenyum kepadanya. Sontak, Yi Yuen berlari dan memeluk mereka.

Zhi Ruo tampak menangis saat memeluk sang buah hati yang kini dalam pelukannya. Begitupun dengan Li Quan yang memeluk kedua wanita yang sangat berarti baginya.

“Ayah, Ibu, aku merindukan kalian. Aku akan tinggal bersama kalian,” ucap Yi Yuen dengan tangis.

Zhi Ruo lantas menghapus air mata Yi Yuen dan tersenyum padanya. “Tidak, Nak. Kamu harus kembali. Belum saatnya kamu datang ke sini. Kamu masih memiliki waktu yang sangat panjang dan jangan buru-buru untuk datang ke tempat ini karena masih banyak yang membutuhkanmu,” ucap Zhi Ruo lembut.

“Benar kata ibumu, Nak. Kembalilah dan yakinlah kalau kami selalu ada di hatimu. Putriku, kami bangga padamu.”

Yi Yuen terisak saat pelukannya tiba-tiba dilepaskan oleh kedua orangtuanya. Pasangan suami istri itu lantas berjalan meninggalkannya. Yi Yuen berusaha mengejar, tapi semakin dia mengejar, kedua orangtuanya semakin menjauh hingga dia merasakan sentuhan lembut menyentuh tangannya dan manariknya dalam pelukan.

Yi Yuen terpaku saat tubuhnya kini dalam pelukan seorang pemuda yang terlihat begitu tampan dan gagah. Pemuda yang mengenakan jubah hijau yang terlihat serasi dengan tubuhnya yang berdiri tegap.

“Qiang,” ucap Yi Yuen tak percaya dengan sosok yang kini berdiri tepat di depannya. Pemuda itu tersenyum hingga membuat Yi Yuen kembali memeluknya.

“Apa kamu merindukanku?” tanya Qiang yang kini memeluk Yi Yuen dengan erat. Gadis itu mengangguk sambil menenggelamkan tubuhnya ke dalam pelukan pemuda itu. Rasanya, dia tidak ingin melepaskan pelukannya hingga membuatnya kembali menitikkan air mata.

“Aku mohon, jangan pergi dariku,” pinta Yi Yuen dengan manja.

“Aku tahu ini sulit, tapi kamu harus pergi.” Qiang melepaskan pelukannya seraya tersenyum hingga membuat Yi Yuen memukul dada pemuda itu dan perlahan luluh sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang sang kekasih.

“Kenapa kamu menyuruhku untuk pergi? Aku tidak ingin pergi karena aku tidak ingin kehilanganmu lagi. Kenapa kamu dan juga ayah ibuku tidak mengerti perasaanku?” Yi Yuen menangis terisak hingga membuat Qiang kembali memeluknya.

“Maafkan aku, karena kita harus menjalankan takdir kita. Takdirmu untuk tetap berada di sana dan takdir kami harus berada di tempat ini. Yi Yuen, yakinlah kalau suatu saat nanti takdir akan kembali mempertemukan kita dan di saat itu terjadi, aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Aku berjanji.”

Yi Yuen menatap wajah sang kekasih yang nyatanya membuat hatinya kembali berdebar. Sang pemilik wajah yang mampu mengalihkan perhatiannya. Yi Yuen menyentuh lembut wajah tampan yang tersenyum padanya dan tak terasa air matanya jatuh tak terbendung.

“Aku akan pergi dan menunggu hingga takdir mempertemukan kita. Aku akan menunggumu kembali hadir dalam kehidupanku dan jika saat itu tiba, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi.”

Satu kecupan lembut mendarat di bibir ranum Yi Yuen yang basah dengan air mata. Yi Yuen memejamkan matanya dan mencoba menikmati kecupan terakhir dari kekasihnya itu. Satu kecupan yang mengiringi kepergian sang kekasih hingga membuat Yi Yuen terjaga dari alam bawah sadarnya. Seketika, gadis itu membuka matanya dan merasakan air mata yang jatuh di sudut matanya.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset