Di masa lalu, mereka sering menatap bulan purnama bersama. Rasanya, menatap bulan purnama begitu mengasyikan. Saling menggenggam tangan, saling bertukar cerita, bahkan sambil mengungkap isi hati yang terpendam, hingga angan-angan yang sempat melintas untuk kehidupan di masa depan. Ah, semua itu pernah mereka lalui bersama dan semuanya tak hilang begitu saja dari ingatan Li Quan.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Masuklah, di sini sangat dingin.” Li Quan berucap sambil menatap gadis yang kini mengalihkan perhatiannya.
“Apa cahaya bulan purnama memang seindah itu hingga Tuan menatapnya tanpa jemu?” Zhi Ruo menatap bulan purnama dan berharap menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Dan tak bisa dipungkiri kalau ternyata bulan purnama di malam itu memang bersinar dengan sangat terang dan juga indah.
Suasana kembali hening. Keduanya seakan larut dalam keindahan bulan purnama yang membuat mereka bagai terhipnotis hingga berdiri diam dan terpaku.
Sejenak, Zhi Ruo menatap punggung Li Quan yang masih menatap keindahan bulan purnama. Rasanya, ada sesuatu yang aneh saat melihat lelaki itu. Entah mengapa, Zhi Ruo seakan mengenali sosok di balik punggung yang terlihat bidang dan sempurna. Namun, dia kembali mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah bulan purnama.
“Apa kamu suka saat melihat bulan purnama?”
Pertanyaan Li Quan sontak mengalihkan pandangan Zhi Ruo. Gadis itu lantas duduk di atas sebuah batu yang teronggok di depan mulut goa dan kembali menatap bulan purnama.
“Aku sangat suka. Entah mengapa, aku sangat suka melihat keindahan bulan purnama. Terkadang, aku bahkan menitikan air mata saat melihatnya. Ah, seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidupku, tetapi itu tak mengubah pandanganku tentang bulan purnama. Bagiku, dia terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja.”
Zhi Ruo masih menatap bulan yang perlahan mulai tertutup awan hitam. “Lihatlah, awan hitam itu akan menutupi bulan purnama yang indah. Andai aku mampu, aku akan menghempaskan awan-awan itu agar menjauh. Ah, apalah dayaku yang hanya manusia biasa.” Zhi Ruo lantas bangkit dan hendak masuk ke dalam goa karena rintik air hujan perlahan mulai turun.
“Tuan, masuklah. Sepertinya, malam ini akan turun hujan.”
“Tidak, hujan tidak akan turun dan lihatlah, awan-awan hitam itu telah pergi.” Li Quan menunjuk ke arah bulan dan benar saja, gumpalan awan hitam kini tak lagi tampak. Bahkan cahaya bulan bersinar semakin terang.
Zhi Ruo menghentikan langkahnya dan kembali duduk di atas batu. Kali ini, bulan terlihat sangat berbeda. Seakan ada suatu kekuatan yang menggerakan awan-awan hitam untuk menjauh dari bulan dan cahayanya tampak bersinar lebih terang hingga menembus di sela-sela ranting dan dahan pepohonan.
Bagi Li Quan, itu bukan sesuatu yang sulit untuk dia lakukan. Walau terkurung, tapi kekuatannya tidak hilang. Dengan mudah, dia bisa menggerakkan awan hitam dan menjauh dari bulan. Dengan mudah, dia bisa mendatangkan dan menghentikan hujan. Bahkan, dia bisa membalikkan awan yang terang menjadi gelap dan membuat cahaya bulan terang benderang.
Li Quan adalah putra seorang dewa yang menguasai separuh alam semesta. Dan itu artinya, dia juga memilki kekuatan yang sama walau tidak sehebat sang ayah. Li Quan terlahir dari sang ibu yang juga adalah seorang dewi. Ibunya adalah Dewi Bulan yang tentu saja mempunyai kecantikan yang abadi.
Li Quan memiliki separuh dari ketampanan sang ayah dan memiliki separuh keindahan dari kecantikan ibunya. Bahkan, kekuatannya pun tak kalah dengan orang tuanya. Hanya saja, cintanya pada Zhi Ruo di masa lalu telah membuatnya melakukan kesalahan fatal hingga dia terkurung di dalam hutan larangan.
Keindahan bulan di malam itu membuat Zhi Ruo takjub. Selama hidupnya, dia belum pernah melihat keindahan bulan yang baginya tak seperti biasa. Sedari kecil, Zhi Ruo suka dengan pemandangan bulan purnama. Dari balik jendela, dia sering memerhatikan keindahan bulan hingga sering ditegur ibunya. Baginya, bulan purnama seakan menjadi daya tarik yang bahkan dia sendiri tidak memahaminya.
“Apakah bulan purnama mengingatkanmu pada sesuatu?” tanya Li Quan tanpa menatap Zhi Ruo. Dia seakan ingin menguji ingatan Zhi Ruo tentang masa lalu mereka karena dia yakin, Zhi Ruo adalah wanita yang sama yang dulu membuatnya jatuh cinta hingga menanggung hukuman yang teramat lama dan menyiksa.
“Ya, bulan purnama dengan cahaya yang terang memang mengingatkanku pada seseorang.” Seketika, Li Quan membalikan tubuhnya dan menatap Zhi Ruo dengan penuh rasa cinta.
“Di dalam mimpiku, aku sering melihat bulan purnama bersama seseorang yang bahkan aku tidak tahu itu siapa. Wajahnya selalu tertutup hingga aku tak bisa melihatnya. Yang kutahu, dia adalah seorang lelaki yang selalu menemaniku menatap bulan purnama. Ah, jika melihat bulan, aku langsung teringat akan mimpiku itu.” Zhi Ruo tampak tersenyum. Bibirnya merekah indah. Li Quan menatap senyuman yang sudah lama dia rindukan. Senyuman yang membuatnya tidak bisa melupakan gadis itu.
“Tuan, kalau aku boleh tahu, siapakah nama Tuan? Maaf, aku hanya tidak ingin melupakan kebaikan Tuan karena sudah menolongku. Namaku adalah Zhi Ruo.”
Li Quan terdiam sejenak dan menatap Zhi Ruo. Ah, ada sedikit rasa kecewa karena gadis itu tak mengingat dirinya. Bahkan, dalam mimpinya pun, Zhi Ruo tak bisa melihat wajahnya. “Namaku Li Quan.” Li Quan masih menatap Zhi Ruo yang tampak biasa saja saat mendengar namanya. Padahal, dia begitu merindukan namanya disebut oleh gadis itu sama seperti dulu.
“Li Quan? Apa mungkin kita pernah bertemu sebelumnya? Namamu sepertinya tak asing di telingaku.” Zhi Ruo mengernyitkan alisnya dan menatap Li Quan dengan heran. Li Quan hanya tersenyum dan kembali menatap bulan.
Malam itu, mereka habiskan dengan menatap bulan yang entah mengapa menjadi candu bagi mereka. Rasanya, mereka tak bosan menatap bulan yang nyatanya terlihat biasa saja di mata manusia pada umumnya. Namun, bagi keduanya itu bukan pemandangan yang biasa karena ada sesuatu yang tidak bisa mereka artikan saat melihat bulan yang memancar indah.
“Masuk dan tidurlah. Hari sudah semakin larut dan sebentar lagi matahari sudah terbit. Bukankah, kamu akan meninggalkan hutan ini esok hari?” tanya Li Quan yang sudah duduk di samping Zhi Ruo.
“Kalau aku pergi, aku harus pergi kemana? Lelaki itu, dia sangat baik padaku, tetapi aku tidak bisa ikut dengannya karena dia adalah suami orang. Li Quan, aku hanya ingin menjalani hidupku dengan tenang. Bagiku, hutan ini sangat damai. Walau hutan ini ditakuti orang, tetapi bagiku hutan ini adalah tempat teraman dan ternyaman. Tidakkah, kamu berpikir hal yang sama denganku?”
Zhi Ruo mengalihkan pandangannya dan menatap Li Quan yang kini menatapnya. Sejenak, ada sesuatu yang dia rasakan saat melihat wajah pemuda itu dari dekat. Wajah yang baginya tak asing dan familiar di matanya. Tanpa dia sadari, tangannya perlahan menyentuh wajah tampan yang kini menghipnotis dirinya. Namun, dia terkejut dan melepaskan tangannya dari wajah lelaki itu.
“Maaf, maafkan aku!” Zhi Ruo lantas berdiri dan masuk ke dalam goa. Entah apa yang dia rasakan karena wajahnya tiba-tiba merona merah. Sedangkan Li Quan hanya bisa tersenyum melihat tingkah Zhi Ruo yang nyatanya masih sama seperti dulu.
“Ah, tidakkah itu yang sering kamu ucapkan padaku dulu?” batin Li Quan yang masih tersenyum sambil menyentuh sudut bibir yang tadi disentuh oleh gadis itu.
Di dalam goa, Zhi Ruo terlihat menutup wajahnya. Dia merasa malu atas sikapnya pada Li Quan. “Dasar bodoh! Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku melakukan hal memalukan seperti itu?” Zhi Ruo mengumpat dirinya sendiri karena sikapnya yang begitu nekat hingga membuatnya tidak tenang dan gelisah.
“Kenapa? Apa yang kamu pikirkan hingga membuatmu gelisah seperti itu?” Zhi Ruo terkejut saat melihat Li Quan masuk dan duduk bersandar di dinding goa. Seketika, Zhi Ruo memunggungi lelaki itu karena malu.
Li Quan hanya tersenyum. Perlahan, dia menjentikkan jarinya dan tiba-tiba suasana di dalam goa menjadi tenang tanpa terdengar suara binatang malam. Aroma bunga tiba-tiba menyeruak hingga memanjakan indera penciuman dengan semerbak harum taman surga. Hawa dingin perlahan berubah menjadi hangat, hingga membuat Zhi Ruo tertidur pulas dengan senyum yang terpancar indah dari sudut bibirnya.
Hal inilah yang sering dia lakukan di masa lalu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, dia bisa dengan mudah menumbuhkan bunga yang hampir mati. Tanpa menunggu musim, dia bisa Cumiarkan bunga sakura hingga berbunga. Saat mendung, awan-awan hitam akan dia singkirkan dan menyebar awan putih hingga langit menjadi cerah. Dan itu dia lakukan tanpa diketahui oleh Zhi Ruo. Hingga mereka berpisah, Zhi Ruo tidak pernah tahu kalau kekasihnya itu adalah seorang dewa. Hanya karena ingin melihat senyuman gadis itu, apa pun akan dia lakukan. Baginya, Zhi Ruo adalah kehidupannya dan untuk gadis itu dia rela menanggung hukuman.
Dan kini, takdir kembali mempertemukan mereka. Namun, Zhi Ruo masih tidak mengenalinya dan Li Quan berharap agar gadis itu lebih baik tak mengingat dirinya karena itu mungkin lebih baik untuk mereka. Walau tersiksa dengan rindu yang membuncah, Li Quan berusaha tegar dan menepis perasaannya.
Kini, yang bisa dilakukannya hanya menatap wajah gadis itu sambil mengelus lembut dahinya. “Zhi Ruo, maafkan aku karena aku tidak bisa bersamamu lagi. Aku sangat mencintaimu sejak dulu bahkan hingga kini, tetapi aku sadar kalau dunia kita sangat jauh berbeda. Bahagialah di luar sana dan lupakanlah aku karena memang aku pantas untuk kamu lupakan. Biarlah, kenangan masa lalu kita akan aku simpan dan menjadi kenangan terindah bagiku.”
Li Quan menitikkan air mata dan menatap Zhi Ruo dengan penuh rasa cinta. Perlahan, lelaki itu mengecup dahi Zhi Ruo seraya membelai rambutnya dengan lembut.
Setelah itu, dia pun meninggalkan goa yang perlahan mulai diterangi cahaya matahari pagi. Perlahan, Zhi Ruo membuka matanya dan menyeka air mata yang tiba-tiba mengalir di sudut matanya. Wajahnya terlihat sedih, seperti seseorang yang ditinggal pergi sang kekasih hati.
“Kenapa aku menangis? Kenapa aku merasakan sakit di dadaku ini?” Zhi Ruo memukul dadanya pelan seakan ingin menepis rasa sakit yang sulit untuk dia artikan. Zhi Ruo lantas bersandar di dinding goa sambil memejamkan matanya. Perlahan, dia menyentuh dahinya seakan membayangkan mimpi yang baru saja dialaminya. Seorang lelaki tampak mengecup dahi dan membelai mesra puncak kepalanya dan mengucapkan kata perpisahan. Namun sayangnya, kembali wajah lelaki itu tak dapat dilihat olehnya.
Zhi Ruo kembali membuka matanya dan melihat sosok lelaki tampan duduk tepat di depannya. Zhi Ruo terdiam dan tak mengelak saat lelaki itu mengulurkan tangan padanya. “Ayo, sarapanmu sudah aku siapkan. Setelah itu, aku akan mengantarmu keluar dari hutan ini.” Li Quan tersenyum sambil mengulurkan tangan padanya dan Zhi Ruo menerima uluran tangan itu dan bangkit menuju tengah goa yang sudah tersedia ubi bakar dan beberapa potong ikan bakar.
“Apa kamu yang menyiapkan ini semua?” tanya Zhi Ruo sambil duduk menatap hidangan yang disiapkan Li Quan untuknya.
“Sudahlah, bagiku kamu adalah tamu dan bukankah tamu harus dihormati?” Li Quan tersenyum sambil mengambil sepotong ubi bakar dan mengupas kulitnya. Setelah itu, ubi bakar yang sudah dikupas kulitnya itu diberikan pada Zhi Ruo, “Makanlah.”
Zhi Ruo mengambil ubi bakar itu dan menatapnya Li Quan lekat. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul saat dia mengunyah ubi bakar yang rasanya aneh di lidahnya. Walau itu bukanlah makanan baru baginya, tapi rasa ubi bakar itu sangat jauh berbeda dari yang sudah-sudah. Dilihatnya Li Quan yang asyik mengupas ubi bakar satu per satu, dan kembali dia merasa ini bukan yang pertama kali dialaminya. Rasanya, bagaikan sebuah peristiwa yang terulang kembali.
Zhi Ruo hanya terdiam dan mencoba menikmati suasana di pagi itu. Rasanya aneh karena Li Quan seakan tahu dengan kesukaannya pada ubi bakar. Ubi bakar sangat digemari olehnya, tetapi dia tidak suka jika harus berlama-lama mengupas kulitnya. Dan rasanya, seseorang pernah dengan setia melakukan hal itu padanya, tetapi lagi-lagi itu hanya terjadi di alam mimpinya.
Selesai makan, mereka akhirnya pergi menuju perbatasan hutan. Li Quan berjalan di bagian depan dan Zhi Ruo hanya mengikutinya dari belakang. Zhi Ruo memerhatikan punggung pemuda itu yang rasanya tak asing. Namun, lagi-lagi dia bingung dengan perasaannya, hingga lamunannya terusik saat mendengar namanya dipanggil dari arah luar perbatasan hutan. Dari balik pepohonan, dia bisa melihat Zu Min dan beberapa anak buahnya. Mereka berseru memanggil namanya.
“Pergilah dan lanjutkan hidupmu. Aku yakin, lelaki itu pasti bisa menjagamu.” Li Quan memaksa untuk tersenyum, tetapi tidak bagi Zhi Ruo.
“Li Quan, tidakkah aku mengenalimu?” Sontak, lelaki itu terkejut dan menutupi keterkejutannya itu dengan tawa kecil yang dipaksakan.
“Bagaimana mungkin kamu mengenaliku? Bukankah, kita baru pertama kali bertemu? Ah, sudahlah, sekarang pergilah.” Li Quan lantas membelakangi Zhi Ruo dan melangkah pergi meninggalkannya. Terlihat, air matanya jatuh dan segera dihapusnya.
Melihat kepergian Li Quan, tanpa sadar Zhi Ruo menitikan air mata. Ah, punggung lelaki itu begitu mengganggunya, hingga tanpa sadar Zhi Ruo berlari dan memeluk Li Quang dari belakang. Kepalanya dia sandarkan di punggung lelaki itu dan dia bisa merasakan suatu rasa yang pernah hilang. “Li Quan, aku merindukanmu.”