Zhi Ruo memeluk Li Quan dengan erat sambil menyandarkan kepalanya di punggung lelaki itu. Sambil memejamkan mata, dia merasakan sesuatu yang sulit untuk dia ungkapkan. Satu perasaan rindu yang sudah lama terpendam. Hingga perlahan, dia melepaskan pelukannya dan menatap Li Quan dengan perasaan hampa. “Maafkan aku. Aku merasa seperti orang bodoh. Aku … aku terlalu naif karena menganggapmu sebagai seseorang yang berarti dalam hidupku. Aku tahu kita baru pertama bertemu, tetapi entah mengapa aku merasa kita sudah lama saling mengenal, bahkan aku merasa …. ” Zhi Ruo terdiam dan menyeka air matanya yang perlahan jatuh. Rasanya, ada sesuatu yang menyiksa batinnya. Perasaan rindu dan tak ingin berpisah tiba-tiba menyeruak di dalam dada.
“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua ucapanmu itu? Pergilah, aku rasa kamu terlalu terobsesi dengan mimpimu itu.” Li Quan berusaha untuk menepis perasaan yang begitu membuatnya bahagia. Setidaknya, Zhi Ruo masih mengingatnya walau hanya sekilas. Walau begitu, dia tidak bisa luluh dengan perasaannya karena dia sudah bertekad untuk melepaskan gadis itu.
“Li Quan, tidakkah kamu merindukanku? Apa kamu tahu bagaimana hidupku setelah kepergianmu? Aku menunggumu di bawah pohon sakura, tempat di mana kita sering bertemu. Apakah kamu tahu kalau sampai mati aku menunggumu?” Sontak, Li Quan membalikkan tubuhnya dan menatap Zhi Ruo yang kini menangis. Perasaan yang hendak dia hempas, tiba-tiba muncul kembali seiring air mata Zhi Ruo yang jatuh membasahi wajahnya.
“Kenapa? Apa kamu tidak yakin kalau aku adalah Zhi Ruo yang pernah kamu cintai? Apa kamu tahu, berapa ratus tahun yang aku lalui agar bisa bertemu lagi denganmu? Apa kamu tahu, bagaimana kisah hidupku selama bereinkarnasi dan berusaha mencarimu? Kenapa di saat aku telah bertemu denganmu, kamu malah ingin melepaskanku?” Zhi Ruo menangis, hingga membuatnya terduduk dengan isakan tangis yang kian menjadi.
Langit tiba-tiba menjadi mendung. Gelegar petir menyambar beberapa kali, hingga membuat suasana pagi di hutan terlihat bagaikan malam hari. Semuanya gelap dengan kabut putih yang mulai menutup sekitar hutan.
“Tuan muda, sebaiknya kita kembali. Sepertinya, penunggu hutan ini tidak suka kita ada di sini.”
“Tidak! Kalau kalian ingin pergi, maka pergilah, tetapi aku tidak akan meninggalkan hutan ini sebelum menemukan Zhi Ruo.” Lelaki itu masih terus menyusuri hutan walau hujan deras sudah mengguyur di dalam hutan. Awan hitam bahkan mengikuti langkahnya dan menjatuhkan butiran-butiran air yang semakin deras.
“Zhi Ruo, keluarlah! Aku datang untuk menjemputmu dan kita akan pergi bersama. Jangan khawatir, karena aku tidak akan lagi meninggalkanmu.” Zu Min berteriak meminta Zhi Ruo untuk kembali padanya. Tak peduli dengan hujan yang mengguyur hingga membuatnya basah kuyup, lelaki itu pantang menyerah dan berharap bisa bertemu dengan wanita yang sudah membuatnya jatuh cinta.
“Apa kamu dengar? Bahkan, lelaki yang baru saja mengenalku memintaku untuk pergi dengannya, tetapi lelaki yang membuat arwahku tak tenang hingga menunggu ratusan tahun hanya bisa melepasku tanpa mengucap sepatah kata. Li Quan, apa pertemuan kita hanya berakhir seperti ini?”
Suara petir kembali bergemuruh seiring kepalan tangan Li Quan yang mengepal erat. Air matanya jatuh sederas air hujan yang kini membasahi di dalam hutan. Hatinya terasa hampa seperti mendung yang menghitam tanpa warna. Ya, saat ini dia ragu untuk menentukan pilihan. Dia takut jika dia kembali membuat Zhi Ruo tersakiti. Bagaimanapun juga, mereka tidak mungkin bisa bersama karena dunia mereka sangat jauh berbeda.
“Pergilah dan lupakan aku! Temuilah lelaki itu dan bahagialah bersamanya. Maafkan aku jika di kehidupan lalu sudah membuatmu menunggu dan maafkan aku karena di kehidupan ini pun aku kembali membuatmu menunggu, tetapi penantianmu itu tidak berarti karena kita memang tidak mungkin bisa bersama.”
“Kenapa? Apa karena aku manusia dan kamu bukan? Li Quan, apa kamu pikir, aku ini gadis bodoh yang tidak bisa mengenali kekasihku sendiri? Apa karena diriku, kamu terkurung di sini?”
Li Quan terkejut mendengar ucapan Zhi Ruo. Dia menatap tajam gadis yang perlahan berjalan mendekatinya itu. “Li Quan, aku tahu kamu bukan manusia biasa. Aku tahu sejak pertama kali kamu membuatku terkesima dengan bulan purnama yang kita lihat. Aku tahu saat bunga sakura tiba-tiba mekar padahal itu bukan musimnya. Aku tahu kamu yang melakukannya. Demi aku, kamu rela membunuh manusia-manusia laknat yang hampir menodaiku dan karena aku, kamu tersiksa dalam kesendirian di hutan ini karena menanggung hukumanmu. Apa kamu tahu apa pintaku pada Yang Kuasa saat malaikat maut datang menjemputku? Aku berharap, aku akan menemukanmu walau harus terlahir berkali-kali. Sekali saja aku ingin bertemu denganmu dan melepaskan rasa rindu yang selama ini membuat arwahku tak tenang. Aku ingin kembali merajut kasih yang terputus oleh takdir. Dan kini, aku menemukanmu dan dengan mudahnya kamu tidak peduli padaku dan ingin melepaskanku?”
Semua ucapan Zhi Ruo bagai sembilu yang menyayat hatinya. Li Quan seakan dibuat luluh dengan air mata dan penantian gadis itu. Penantian yang sebenarnya juga menghantuinya, walau dia ingin menepis perasaannya itu. Namun, melihat Zhi Ruo yang telah mengetahui jati dirinya, Li Quan seakan dipaksa untuk menerima kenyataan.
“Selama ini kamu tahu siapa aku, tetapi kamu berpura-pura tidak mengenaliku. Jadi, selama ini kamu yang selalu menolongku saat aku berada di hutan ini, itu benar, kan?” Zhi Ruo menatap Li Quan dan meminta penjelasan darinya.
“Sudahlah, lebih baik kamu pergi dari hutan ini karena aku tidak akan lama lagi ada di sini. Hukumanku akan berakhir dan aku akan kembali ke tempat asalku. Sepertinya, takdir kita memang bukan untuk bersama.” Li Quan lantas bergegas pergi, namun Zhi Ruo tak menyerah begitu saja. Sambil menangis, dia mengikuti Li Quan dari belakang, tetapi lelaki itu segera menghilang hingga membuat Zhi Ruo menangis mengiba dan berteriak memanggil namanya, “Li Quan!”
Zhi Ruo terduduk dan menangis sejadinya. Kenangan dari kehidupan masa lalu tiba-tiba mencuat dan membuat hatinya kembali terluka. Zhi Ruo melihat sekelilingnya dan berharap melihat lelaki yang membuat hidupnya penuh dengan penantian yang tak kunjung berakhir.
“Zhi Ruo!” Tiba-tiba, Zu Min berlari ke arahnya. Lelaki itu tampak menangis saat mendekati Zhi Ruo yang menatapnya datar. Zu Min lantas memeluknya, tetapi Zhi Ruo menolak dan menghempas tubuh lelaki itu untu menjauh darinya.
“Pergilah, aku tidak ingin bersamamu! Aku mohon, biarkan aku sendiri!” Zhi Ruo berontak saat Zu Min meraih tubuhnya dalam pelukan. Dengan sekuat tenaga, dia menghindar dari lelaki itu.
“Zhi Ruo, lihat aku! Tidakkah kamu merindukanku?” Zu Min meraih tangan Zhi Ruo dan menatapnya yang kini menangis.
“Tidak, aku tidak merindukanmu!! Bukan dirimu yang aku inginkan karena aku mencintai orang lain. Lepaskan tanganku dan biarkan aku pergi menemuinya!” Zhi Ruo berusaha untuk berontak, hingga membuat Zu Min menatapnya dengan rasa cemburu yang membuatnya khilaf.
“Jangan pernah menyebut lelaki lain di depanku! Apakah kamu tidak berpikir kalau aku melakukan semua ini karena aku benar-benar mencintaimu?”
“Aku tidak peduli, karena bukan kamu yang aku inginkan. Pergilah! Aku mohon tinggalkan aku sendiri!”
Zhi Ruo melepaskan tangan Zu Min yang sedari tadi mencekal lengannya dan berlari masuk ke dalam hutam, tetapi langkahnya terhenti saat Zu Min menarik paksa tubuhnya hingga dia berada di dalam pelukan lelaki itu. “Lepaskan aku! Lepaskan aku!” Zhi Ruo berontak, hingga satu tamparan keras mendarat di wajahnya. Seketika saja tubuhnya terhempas di tanah dengan luka di sudut bibirnya.
“Jika kamu masih ingin melawan, aku tidak akan segan-segan membawamu dengan paksa. Zhi Ruo, jangan membuat aku tersulut emosi dan ikutlah denganku secara baik-baik. Bukankah, aku sudah berjanji untuk melindungimu?”
“Tidak! Kamu bukan ingin melindungiku, tetapi kamu ingin memilikiku. Aku bukan barang yang bisa seenaknya kamu miliki karena aku tidak sudi untuk menjadi milikmu. Lebih baik, kembali saja pada istrimu dan minta maaflah padanya karena aku tidak akan pernah ikut denganmu!”
“Apa kamu pikir dengan semudah itu kamu bisa pergi meninggalkanku? Aku tidak akan pernah melepasmu dan selamanya kamu akan menjadi milikku.” Zu Min lantas mendekati Zhi Ruo dan meraih tubuh gadis itu dalam pelukannya. Matanya liar menatap kecantikan Zhi Ruo yang terpampang di depan matanya. Bibirnya berusaha mengecup setiap jengkal wajah cantik Zhi Ruo, hingga dia tak berdaya saat tubuhnya dihempaskan di atas tanah. Zu Min dengan gagahnya mulai melakukan aksi yang terpaksa dia lakukan. Baginya, dengan menodai gadis itu adalah jalan satu-satunya agar gadis itu akan terikat dengannya.
“Jangan! Jangan lakukan ini padaku!” Zhi Ruo berontak saat tubuhnya mulai ditindih lelaki itu dengan kecupan-kecupan liar dan tatapan penuh nafsu.
Zhi Ruo berusaha melepaskan diri, tetapi percuma hingga dengan spontan dia berseru memanggil Li Quan, “Li Quan, tolong aku!” Seketika, angin berembus dengan kencang. Daun-daun jatuh berguguran. Suara gemuruh pohon-pohon yang bergoyang dan beradu terasa Cumiakkan telinga. Langit terang tiba-tiba menghitam dengan suara gemuruh petir yang menyambar.
Zu Min seketika terkejut saat tiba-tiba tubuhnya terhempas dan jatuh terjerembab beberapa meter dari tempatnya berdiri. Terlihat bayangan hitam sekelebat keluar dari arah hutan dan berdiri tepat di depannya. Bayangan itu berupa sosok hitam tanpa rupa. Sekelilingnya tubuhnya hanya terlihat legam dengan mata memerah dan mulut menyeringai dengan taring tajam yang mencuat dari sudut bibirnya.
“Siapa kamu? Apa kamu penunggu hutan ini?” Zu Min masih sempat bertanya walau rasa takut tidak bisa dia sembunyikan. Belum lagi pertanyaannya dijawab, tubuhnya kembali dihempaskan hanya dengan sekali kibasan. Zu Min terpental di atas tanah dengan darah segar yang keluar dari mulutnya.
“Pergi kalian dari rumahku! Jangan pernah menginjakkan kaki di sini lagi jika tidak ingin kehilangan nyawa. Pergi!” Suara itu menggema dan terdengar menyeramkan. Tatapan matanya begitu tajam walau yang terlihat hanya cahaya merah dari bola matanya.
Dengan dibantu dua orang anak buahnya, Zu Min akhirnya dipapah dan terpaksa meninggalkan hutan larangan yang bagi orang-orang adalah tempat yang tidak boleh dimasuki.
Walau tidak ingin pergi, tapi Zu Min tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya menatap Zhi Ruo yang kini berdiri di belakang bayangan hitam itu. “Zhi Ruo.” Lelaki itu masih sempat memanggil Zhi Ruo, hingga tiba-tiba saja gadis itu menghilang seiring kabut yang menutupi pandangan mereka.
Tak lama, kabut itu perlahan menghilang diiringi langit yang mulai terang. Hujan gerimis berganti dengan sinar matahari yang menyinari di dalam hutan. Seketika, dia menjadi bingung karena tempat yang kini mereka berdiri sangat jauh berbeda dengan tempat yang tadi. Tak menyerah begitu saja, Zu Min lantas kembali masuk ke dalam hutan, tetapi lagi-lagi dia selalu kembali ke tempat yang sama.
“Tuan Muda, lupakanlah gadis itu karena dia lebih memilih tinggal di tempat ini daripada tinggal bersama Tuan Muda. Sebaiknya, kita pergi dari tempat ini, Tuan.” Seorang anak buahnya berusaha untuk membujuknya, tetapi dia enggan meninggalkan tempat itu. Zu Min terduduk sambil melihat ke dalam hutan dan hanya bisa menyesali diri karena Zhi Ruo benar-benar telah pergi.
Sementara Zhi Ruo, kini berada dalam dekapan bayangan hitam yang melompat dari satu dahan ke dahan lainnya. Zhi Ruo bisa melihat wajah hitam nan menyeramkan dengan tatapan mata yang merah begitu dekat dengannya. Tanpa takut sedikit pun, tangannya perlahan menyentuh wajah hitam itu hingga perlahan berubah menjadi sosok Li Quan. Zhi Ruo melepas senyum dan memeluk Li Quan dengan kedua tangan yang melingkar di leher lelaki itu, hingga mereka berhenti di atas sebuah pohon yang paling tinggi sambil memandang hamparan daratan yang terpampang di depan mata.
“Lihatlah, tempat di bawah sana terlihat indah, tetapi kenapa kamu memilih terkurung di sini bersamaku? Zhi Ruo, apa kamu tidak menyesal jika tinggal di hutan ini bersamaku?”
Zhi Ruo bergeming dan hanya memeluk lelaki itu erat. Sepintas, dia tersenyum dan mengangguk pelan. “Aku tidak butuh apa pun di bawah sana, karena yang aku butuh kini ada bersamaku. Aku tidak ingin kehilanganmu untuk kedua kali. Sudah cukup aku menunggu dan aku tidak ingin penantianku sia-sia. Aku ingin bersamamu hingga aku mati di sisimu.” Zhi Ruo mengeratkan pelukannya dengan air mata bahagia yang perlahan jatuh.
Mendengar penuturan Zhi Ruo, Li Quan tersenyum dan perlahan memeluk tubuh wanita yang sangat dicintainya itu. Wanita yang selama ini dia rindukan dalam diam. “Jika itu pilihanmu, aku akan ikuti. Namun, jika sesuatu terjadi pada kita di masa mendatang, aku harap …. ”
“Jangan katakan apa pun, aku mohon.” Zhi Ruo menempelkan dua jarinya di bibir Li Quan, seakan dia tidak ingin mendengar hal buruk di masa mendatang. “Apa pun yang terjadi, aku akan tinggal bersamamu. Apa pun takdir kita nantinya, aku akan menghadapinya, asalkan kita bisa selalu bersama. Li Quan, aku tidak ingin lagi berpisah denganmu.” Zhi Ruo kembali memeluk Li Quan, hingga lelaki itu menitikan air mata. Rasa rindu keduanya yang terpendam sekian lama, akhirnya bisa tercurah dengan perasaan bahagia yang kini mereka rasakan.