Hari ini Aqila ingin sekali memberitahu kabar gembira ini kepada Rangga. Ia berniat datang ke rumah Rangga tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Saat Aqila menuruni anak tangga, ia melihat sosok Delon sedang berbincang dengan kedua orang tuanya.
“Delon,” panggil Aqila lirih.
“Hai sayang,” sapa Delon dengan lembut.
Ini orang ngapain pagi-pagi ke rumah. Batin Aqila heran.
“Gue mau ajak lo jalan-jalan, udah lama banget kita gak jalan-jalan,” sambungnya lagi.
“Tapi hari ini gue ada janji,” Aqila sengaja berbohong berharap agar Delom membiarkannya pergi.
“Yaudah kalo gitu gue temenin lo sekalian,” jawab Delon dengan tersenyum.
Aqila berjalan mendekati Delon dan duduk di sebelahnya. Kedua orang tuanya hanya tersenyum melihat Aqila yang terlihat bingung.
“Gak usah, gue bisa pergi sendiri kok.” Aqila meyakinkan Dekon agar membiarkannya pergi sendiri. Ralat, pergi menemui Rangga.
“Emang lo mau ketemu siapa?” tanya Delon penasaran.
Aqila semakin heran dengan perubahan sikap Delon yang terlalu ingin tahu urusannya. Padahal dulu Delon tidak pernah bertanya Aqila mau kemana ataupun pergi dengan siapa.
Apa cuma mau cari perhatian di depan Mama sama Papa? Batin Aqila.
“Temen kuliah,” sahut Aqila, lagi-lagi ia harus berbohong.
“Deandra?” tanya Delon cepat.
“Lo lagi kenapa sih? Kok sekarang lo mirip wartawan?” Aqila meliriknya heran sekaligus mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan Delon.
“Udah-udah, mending kamu di anterin Delon aja perginya,” Mama Aqila menengahi.
Delon tersenyum puas mendengar pembelaan dari dari Mama Aqila.
Mana mungkin Aqila minta di antar untuk datang ke rumah Rangga. Delon memang tinggal terpisah dari Rangga dan neneknya. Delon memilih untuk tinggal di apartement dan bekerja di rumah sakit sebagai dokter. Berbeda sekali dengan Rangga yang memilih tinggal di rumah dengan neneknya dan mengurus pertanian serta peternakan.
“Ya udah mending kita jalan-jalan ke mall aja,” jawab Aqila pasrah.
Delon mengangguk pasti dan berpamitan kepada kedua orang tua Aqila untuk pergi. Aqila mengekor di belakang Delon dengan hati berat. Entah kenapa meskipun ia sudah bisa kemabli dengan Delon, rasanya Aqila ingin berada di dekat Rangga. Ya Rangga. Apakah Aqila mulai menyukainya? Tapi jika Aqila menyukainya, pasti itu akan bertepuk sebelah tangan karena Rangga tidak mungkin menyukai Aqila yang pada dasarnya adalah kilen sendiri.
Aqila mulai bingung dengan perasaanya, hati tak bisa di bohongi. Sepanjang jalan, Aqila hanya memikirkan Rangga. Tubuhnya berada di samping Delon, namun pikirannya berada jauh entah dimana.
“Qil, gue mau serius sama lo,” ucap Delon tiba-tiba.
“Maksudnya?” tanya Aqila tidak mengerti.
“Gue mau kita bertunangan,” sahut Delon sambil terus fokus ke jalanan.
Perasaan Aqila tak karuan, hatinya semakin bimbang antara menerima Delon menjadi calon suaminya atau harus memulai hubungan baru dengan Rangga.
Rangga? Batinnya lirih.
“Kenapa buru-buru?” tanya Aqila.
“Buru-buru? Kita udah pacarana lama loh, apanya yang buru-buru? Tanya Delon heran.
Benar juga apa yang dikatakan Delon. Batin Aqila. Mereka sudah berpacaran lama dan wajar saja Ketika Delon menginginkan keseriusan.
***
Aqila duduk menyendiri di taman kota. Pikirannya melayang pada permintaan Delon untuk bertungan. Cinta? Aqila memang masih menyimpan cinta untuk Delon. Tapi apakah Aqila dan Delon masih satu pemikiran? Satu genggaman? dan satu tujuan? Entahlah Aqila belum mengetahinya.
Mungkin Aqila terlihat bodoh karena dia begitu mudah memaafkan dan kembali kepada Delon. Tapi bagi Aqila, saat mencintai tanpa menggunakan logika maka saat itulah ia bisa merasakan sebuah ketulusan.
Apa pilihan gue tepat? Batin Aqila.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Aqila memutusakan bahwa hatinya masih untuk Delon dan dia siap untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Saat Aqila hendak beranjak untuk pulang, tiba-tiba ponselnya berdering menadakan ada telepon masuk.
Rangga, lirih Aqila.
Halo, sahut Aqila setelah menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
Halo Qil, lo lagi dimana? Tanya Rangga tanpa berbasa-basi.
Gue sekarang lagi di taman kota, tapi ini gue mau pulang, sahut Aqila.
Kebetulan, jangan pulang dulu ya. Gue mau kesitu.
Tapi, belum selesai Aqila berbicara, teleponnya sudah terputus.
“Dakjal ni orang, kenapa langsung di matiin sih? Belum selesai ngomong juga.” Aqila menggurutu kesal karena sikap Rangga seenaknya sendiri.
Akhirnya Aqila Kembali duduk di kursinya untuk menunggu Rangga. Ia berniat untuk memberi tahu bahwa ia akan segera bertunangan dengan Delon. Ia sangat yakin bahwa Rangga akan senang mendengar kabar tersebut karena itu artinya Rangga bisa kembali lagi bersama Lena.
“Qil,” panggil Rangga setelah sampai di dekat Aqila.
Aqila tersenyum sumringah melihat kehadiran Rangga.
“Sini duduk, gue punya berita bagus buat lo.” Ujar Aqila sambil membimbing Rangga untuk duduk di sampingnya.
“Berita apaan?” tanya Rangga sambil mengerutkan dahinya.
“Gue jamin lo pasti bakal seneng banget dengernya.”
“Apa?’ tanya Rangga semakin penasaran.
“Gue bakal tunangan sama Delon, gila gue seneng banget bisa balikan sama Delon.” Ujar Aqila dengan raut gembira.
“Hah? Lo mau tunangan sama Delon?” sahut Rangga kaget dan tidak percaya.
“Iya, kok lo kaget gitu sih?” tanya Aqila heran melihat ekspresi Rangga.
“Kok bisa?” tanya Rangga mengabaikan pertanyaan Aqila.
“Iya gue ketemu sama Delon dan dia minta maaf gitu. Dia janji gak akan ngulangin lagi dan dia juga minta balikan.” Aqila sangat antusias menceritakannya kepada Rangga.
Tanpa Aqila tahu, hati Rangga tiba-tiba terasa sakit. Dia mulai menyukai Aqila dan melupakan Lena tapi dia harus menerima kenyataan bahwa Aqila akan bertunangan dengan Delon. Ternyata lebih menyakitkan ini daripada di tinggal selingkuh, batin Rangga.
“Oh, hahaha, selamat ya Qil. Gue jamin lo pasti bakal Bahagia sama kakak gue,” mau tak mau Rangga harus pura-pura bahagia di depan Aqila. Ya, pura-pura Bahagia! Persetan dengan Bahagia, padahal hatinya sakit apalagi membayangkan bahwa Aqila akan menjadi kakak iparnya.
Satu hal yang tidak boleh di lupakan dalam hidup adalah kita harus bahagia melihat orang yang kita cintai bahagia meskipun dengan orang lain. Ikhlas dan menerima kenyataan akan menyebuhkan luka secara perlahan.