Hari terus berganti. Setelah kepergian Kak Siska ke Lampung entah kenapa hari-hariku menjadi biasa saja. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya namun tak terjawab. Semoga dia baik-baik saja.
Disisi lain aku semakin dekat dengan perempuan pujaan hati berparas cantik bernama Bella. Akhir-akhir ini aku sering janjian bertemu dengannya di Alun-alun hanya untuk sekedar minum es kelapa muda. Beberapa kali pula aku menjemput Bella dari tempat lesnya, padahal ujian juga udah lewat, ntahlah aneh tu bimbel. Berkali-kali juga aku mendapat sms ucapan terima kasih dari Bella. Ah Bella, ia selalu mengisi hari-hariku.
Dering telepon masuk membangunkanku pagi ini. Terlihat masih samar-samar jarum pendek jam dinding di kamarku berhenti di angka 4.
“Gilak siapa sih iseng amat jam segini telpon!?!?” Gerutuku.
Kucari sumber suara yg berasal dari samping bantal. Perlahan kulihat layar hitam-putih di handphone milikku, aku mulai tersenyum kecil membaca nama kontak yg memanggilku sepagi ini.
“Iya… Bellaaaa…” Ucapku masih setengah sadar menjawab telepon darinya.
“BANGUUN! Udah Shubuh tau!” Seru Bella dalam telepon.
“Iya Bell iya…”
“Tuut… Tuutt… Tuuut…”
“….”
Telepon tiba-tiba terputus, dan aku masih tak percaya Bella meneleponku sepagi ini hanya untuk mengingatkan sholat shubuh. Ada perasaan gembira ketika seorang perempuan yg aku dambakan ternyata mengingatku di pagi hari. Walau tadinya sedikit kesal karena membangunkan tidurku lalu secara sepihak memutuskan lagi teleponnya, namun hmmm. More than words perasaanku pagi ini.
Dengan langkah tegap aku berjalan menuju kamar mandi. Kali ini aku membangunkan Ibu untuk sholat shubuh. Ibu nampak heran melihat anaknya serajin ini.
“Ini kamu gk lagi kesurupan kan?” Kata Ibuku.
“Giliran anaknya rajin malah dikatain mulu,” jawabku kesal.
Sesuai janjiku ke Bella, hari ini aku mengajak Bella ke suatu tempat. Aku berencana mengajaknya ke air terjun Sekar Langit.
Sekar Langit dalam bahasa jawa mempunyai makna yg cukup indah. Sekar berarti bunga dan Langit ya berarti langit. Maka jika diterjemahkan berarti bunga yang turun dari Langit. Seperti halnya Bella, dialah bunga persembahan dari langit yg dikirim Tuhan untuk menghiasi hari-hariku.
Sekar Langit merupakan nama air terjun di Magelang. Air terjun yg berasal dari tetesan mata air puncak Gunung Telomoyo, gunung yg membatasi antara kota Salatiga dan Kabupaten Magelang di Jawa Tengah.
Dulu saat awal masuk SMA, aku pernah berkunjung di tempat ini bersama kawan-kawan kampungku. Selain memiliki pemandangan yg sangat indah, di tempat ini ada sesuatu yg ingin aku perlihatkan kepada Bella. Semoga saja ia suka…
Selama perjalanan, tak henti-hentinya sesosok cewek berkepribadian unik ini menanyakan hal-hal yg cukup membuatku pusing. Setelah mengendarai motor selama 60 menit, akhirnya kami sampai di kawasan air terjun Sekar Langit.
Kalimat pertama yang Bella ucapkan ketika sampai di depan pintu gerbang Air Terjun Sekar Langit, “kok murah sih Dit? Padahal indah banget gini tempatnya,” ucap Bella sambil memandang pegunungan yg nampak gagah mengawasi kami berdua.
Untuk masuk ke Sekar Langit kami cukup membayar tiket lima ribu. Dan Jreeeng, kukeluarkan uang pecahan sepuluh ribuan untuk membayar tiket masuk kami berdua. Murah banget hahaha.
Dari pintu masuk, kami masih harus berjalan kaki menapaki jalan setapak kira-kira 1km. Sepanjang perjalanan dari pintu masuk, Bella nampak sibuk mengamati indahnya pemandangan sekitar yg masih nampak alami. Kami dimanjakan dengan hijaunya tumbuhan bambu dan berbagai pohon yg jarang ditemui sehari-hari. Suasana hening di jalan setapak ini menambah rasa penasaran Bella untuk melihat Air Terjun Sekar Langit itu.
“Wuiiih… Masih ada juga ya tempat sekeren ini,” kicau Bella santai.
“Ya iyalah, makanya jangan les melulu!”
“….”
“Dit itu pohon apa sih?” Tanya Bella penasaran sambil menunjukkan jari telunjuknya yg lentik ke arah salah satu pohon besar di depan kami.
“Apa ya… Pohon zaman dulu pokoknya Bel!” Jawabku asal.
“Kok zaman dulu sih? Trs berapa dong umurnya?” Tanya Bella lagi.
“Seratus tahun kayaknya!”
“Kok Belum mati ya Dit?” Ucap Bella santai.
“Panjang umur Bell… Disini sehat gk ada yg ngeracun.” Jawabku sembarangan.
“Bener-bener deh ni anak,” gumamku dalam hati. Otak sih kayaknya encer, tapi kok koplak juga ya.
“Ooooh gitu ya…” Kicau Bella menanggapi jawaban asalku.
“Iya… Gitu!”
“Air terjunnya mana sih Dit? Masih jauh ya?”
Akhirnya pertanyaan normal manusia pada umumnya pun muncul. “Bentar lagi Bell, udah deket kok,” Jawabku halus.
“Kok air terjun adanya di gunung kayak gini ya…”
Haduuuh mulai lagi. Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, Bella nampak ingin mengatakan sesuatu lagi, terlihat dari gerak-gerik bibir dan matanya.
“Foto yuk Dit!” Ajak Bella.
“Kayak anak kecil aja sih foto-foto segala!” Kicauku.
“Ayolah… pliss…” Rengek Bella.
Akhirnya karena sudah cukup lelah meladeni pertanyaan-pertanyaan Bella, aku pun “iya-iya” aja dan berhenti sejenak untuk berfoto ria di jalan setapak ini menggunakan kamera tustel yg dia bawa. Jaman segitu mana ada kamera hape.
Setelah puas mengabadikan momen-momen indah, kami pun lantas melanjutkan perjalanan di jalan setapak ini.
Suara burung yg bersahut-sahutan sangat merdu terdengar bagai orkestra musik yg indah melantun melewati rongga-rongga telinga. Kami kembali berhenti sejenak ketika sampai di jembatan penyeberangan yang dekat dengan lokasi air terjun. Bella menyempatkan foto di jembatan ini yang agak mirip dengan jembatan Ampera versi mini. Alas dari jembatan ini terbuat dari bambu kering, sedikit ngeri sih karena ketika dilewati agak bergoyang.
“Diiiittt… Jangan reseh deh!” Ucap Bella saat aku menggoyangkan jembatan yg otomatis membuat jembatan ini bergoyang.
“Hahaha takut ya?” Kicauku santai.
“Udah Dit udah, nanti jatuh!” Kata Bella ketakutan.
Setelah melewati jembatan dan puas menggoda Bella, kami harus menaiki beberapa anak tangga yg sengaja dibuat pengelola wisata untuk memudahkan wisatawan mencapai lokasi air terjun.
Dari anak tangga ini bisa terdengar suara gemuruh air yg jatuh dari atas tebing. Bella nampak semakin antusias ketika mendengar suara gemuruh air tersebut. Walau harus beberapa kali mengusap keringat yg ada di kepala, namun kebiasaan Bella berolahraga membuat semua ini jadi mudah.
Dan akhirnya sampailah kami di titik terakhir, yakni Air Terjun Sekar Langit. Terbayar sudah rasa capek dan lelah kami ketika melihat air yang jatuh dari ketinggian.
Gemuruh air yang jatuh membuat tempat yg indah dan sunyi ini menjadi panggung konser alami berbagai ciptaan Sang Maha Kuasa. Bebatuan besar nampak gagah berjejer mengelilingi sungai yg mengalir di sekitar air terjun. Bella nampak kagum melihat keindahan alam yg sedang ia tonton. Mungkin kalo jaman sekarang pasti Bella ngluarin kertas dan nulis, “Indonesia itu indah jangan dirumah aja” lalu diposting deh, hehe.
“Sini Bell…” Ajakku.
“Ngapain kamu?”
“Basuh mukamu dulu dengan air ini Bell, seger!”
“Ok… Bentar-bentar,” kata Bella seraya berjalan ke arahku.
“Wuuuuiihhh…” Dingin banget! Segerrrr!”
Dinginnya air membuat kami kembali segar setelah membasuh muka dengan air alami dari pegunungan ini. Saking senangnya Bella di tempat ini ia sesuka hati mengambil gambar kesana-kemari, rasa senang dan gembira terpancar jelas dari raut wajah ceria yg selalu ditunjukkannya itu.
“Diiit… Kamu kok gk bilang dari dulu sih ada tempat sebagus ini?”
“Hehehe… Kamu suka Bell?”
“Renang yuk Dit!” Ajak Bella.
“Yg bener aja, mati beku kita renang disini!” Kataku menolak ajakan Bella.
“Yaah… Terus mau ngapain kita?”
“Bentar… Kita duduk-duduk dulu istirahat, habis itu ada yg mau aku tunjukkin ke kamu.”
“Apaan tuuuh?” Tanya Bella penasaran.
“Rahasia! Hehe”
Kami duduk diatas batu paling besar yg terdapat di sungai hasil aliran air terjun ini. Cipratan-cipratan halus dari air yg turun membuat wajah kami sedikit basah. Seperti gerimis, namun lebih segar.
Dengan modal bekel yg Bella bawa, kami asik mengobrol serta memakan makanan tersebut. Suasana disini agak sepi, kurangnya publikasi dari pengelola membuat tak banyak orang mengetahui pesona alami yg terdapat di sudut kota ini.
Setelah puas menikmati bekel yg kami makan, aku pun mengajak Bella untuk melihat sesuatu.
“Bell, kita naik batu itu ya…” Ajakku seraya menunjuk batu besar yg berada di sekitar air terjun.
“Hah? Yg bener aja Dit! Jatuh nanti!”
“Enggak kok, cuma sampai batu yg besar itu doang.”
“Mau ngapain sih, aneh-aneh aja!” Keluh Bella.
“Ayok ah, nanti kamu juga tau!”
“Aman kan Dit?”
“Iya… Aman kok, tenang aja!”
Dengan sedikit ragu akhirnya Bella menyanggupi ajakanku itu. Perlahan kami jalan ke arah air terjun dan menyusuri sungai yg sangat dingin. Bella nampak was-was saat berjalan di tengah sungai yg hanya selutut ini. Tak lama, kamipun tiba tepat di samping air terjun.
Aku mulai menaiki batu pertama yg menjadi tumpuan untuk naik ke beberapa batu berikutnya. “Yuk naik Bell!” Kataku seraya mengulurkan tangan ke arah Bella.
Sebenarnya tak sulit melintasi bebatuan besar ini, terlebih di sekitar kami ada akar-akar pohon yg bisa dijadikan pegangan. Percikan-percikan air yg kami dapat membuat suasana seperti hujan deras yg semakin memacu semangat kami.
Nampak Bella sedikit kesusahan, namun bukan Bella namanya jika mudah menyerah. Dengan gigih ia melewati batu-batu besar yg kokoh berdiri mengawasi jutaan kubik air yg jatuh ke dasar sungai.
“Ya ampuun… Indah baget Dit…” Kata Bella ketika sampai di tempat yg aku maksud.
“Gimana Bell? Keren kan?”
Dari atas sini kita bisa melihat pesona alami yg sangat menajubkan. Terlihat jelas aliran sungai yg sangat jernih mengalir menembus rimbunnya pepohonan hijau yg berada di sekitar area ini.
Dengan mengenakan baju yg basah akibat terkena percikan-percikan air membuat kami agak kedinginan. Ditambah dengan hembusan angin pegunungan, hmmmmm ingin sekali rasanya memeluk Bella.
“Bell… Liat ini deh…”
“Iya bentar,” ucap Bella seraya menoleh ke arahku.
“Diiiit… Itu…” Kata Bella histeris.
“Aku boleh nyentuh?” Imbuh Bella lagi.
Ada tetesan air di pipinya, ntah itu air matanya atau dari percikan air terjun yg berada tepat di samping kami ini, yg jelas senyuman manis terpancar indah mengalahkan keindahan apapun yg berada disini.
“Kayak gini ya rasanya bisa nyentuh pelangi…” Ucap Bella dengan tangan yg berusaha menggemgam erat sang pelangi.
“Gimana Bell… Sekarang bisa nyentuh pelangi kan?”
“Makasih banget ya Dit… Aku gk tau ini nyata atau cuma ilusi doang, tapi sumpah aku gk nyangka kamu ajak aku liat ini. Nyaman banget rasanya…” Kata Bella haru.
Dulu memang Bella pernah ngomong kalo suka banget sama pelangi. Makanya sengaja aku ajak kesini biar dia bisa nyentuh. Keren ya gue? Haha.
“Iya Bell sama-sama… Tuh liat sekarang pelanginya ada di tanganmu…”
“Iya… Makasih banget ya…” Kata Bella haru.
Cukup lama juga kami ditempat ini, ada sekitar 20 menit Bella terus memandang pelangi yg berada tepat di depannya dengan sesekali menembuskan tangannya melewati warna-warni indah itu.
Percikan air di sekitar air terjun itulah yg menjadi media untuk menguraikan warna dari cahaya matahari yang bersinar. Memang sangat indah proses alam yg Tuhan ciptakan ini.
Akhirnya karena waktu juga semakin sore, kami pun kembali turun dan harus segera pulang dari tempat yg spesial ini.
“Makasih ya Dit…” Ucap Bella ketika berjalan pulang melewati jalan setapak yg kami lalui tadi.
“Iya… Sama-sama” Jawabku seraya mengusap rambut indah miliknya.
Setelah selesai mengganti pakaian yg basah, kami pun langsung tancap gas untuk pulang.
Terasa sangat spesial hari ini, sangat bahagia rasanya melihat Bella yg riang seharian tadi. Selama perjalanan pulang, Bella terlihat kelelahan. Hanya sepatah-dua patah kata yg keluar dari mulutnya. Sekitar pukul 17.30 WIB sampailah kami di depan rumah Bella.
“Masuk dulu yuk Dit…” Ajak Bella ketika sampai di depan rumahnya.
“Udah mau maghrib Bell… kapan-kapan aja ya, hehe…”
Aku pun langsung menggenjot motorku dan pulang ke rumah sebelum matahari terbenam. Senang sekali rasanya hati ini, moment-moment indah bersama Bella tadi membuatku mabuk kepayang.
—-
Di suatu malam..
“Weits… Ibu kemana nih?” Gumamku sendirian tatkala melihat rumahku yg sepi.
Tak lama kemudian ada seorang tetangga datang menghampiriku dengan menyerahkan kunci rumah yg dititipkan Ibu.
“Ibu ke rumah Bu Marni Dit, tadi dijemput Pak Likmu! Katanya nginep,” kata tetanggaku lalu menyerahkan kunci.
“Oh… Maturnuwun Pak!”
Setelah ia pergi akupun masuk ke dalam rumah, kemudian menyalakan lampu-lampu yg menerangi setiap sudut rumah sederhana ini.
Rasa lapar yg melanda setelah bermain bola membuatku menuju ke arah dapur. Namun sialnya tak ada makanan apapun yg tersedia.
“Sial!” Keluhku sendirian seraya berjalan menuju kamar.
Kurebahkan badanku di atas ranjang yg empuk ini sambil membayangkan wajah cantik Bella yg beberapa hari lalu kuajak ke Sekar Langit. Sedang asyik berkhayal, tiba-tiba terasa getaran disaku celanaku. Kayaknya ada sms nih.
From: Gatot Asu
Cuk nandi? Rumahku skrg! Pesta ono linda!
To: Gatot Asu
Otw
Njiiiiir ternyata Gatot ngajakin pesta. Mana katanya ada linda lagi. Tanpa pikir panjang aku langsung menuju rumahnya yg udah pasti sepi. Padahal sebenernya capek dan lapar banget, tapi mau gimana lagi ada Linda juga, lumayan lah bisa cuci mata.
Linda ini adalah cewek sekampungku yg memang terkenal doyan minum. Umurnya setahun lebih muda dariku. Cakep sih anaknya. Orangnya juga asik dan cukup terkenal di kalangan pemuda. Tak heran jika banyak temannya. Ya kalo jaman sekarang bahasa kerennya kimcil. Entah bagaimana Gatot bisa ngajakin Linda minum. Ampun deh.
Setelah kukunci pintu rumah, aku langsung menuju rumah Gatot. Sesampainya di sana aku langsung masuk. “Wuiiihh… asyik nih!” Ocehku saat masuk ke rumah Gatot.
“Eh Adit… Duduk sini…” Ucap Linda yg wajahnya udah merah. Di depannya ada sebotol anggur merah yg masih penuh dan sebotol topi miring yg telah kosong.
Aku deketin deh Linda yg malam ini terlihat menggoda iman. Dia cuma pake celana pendek dan kaos tipis banget. Ketika aku duduk di sampingnya udah bau alkohol aja dia. Wah udah mabok nih anak. Aku juga mabok nih lihat pahanya yg putih mulus. Apa aku pegang aja ya… Hahaha.
“Gatot mana Lin?” Tanyaku basa-basi.
“Lagi beli makanan kayaknya sama Erna…”
“Oh ada Erna juga?”
“Iya…”
Erna ini juga satu perguruan sama Linda. Dimana ada Linda pasti ada Erna, pun sebaliknya. Erna gk kalah cakep, tapi urusan body Linda juaranya di perguruan kimcil santosa ini. Duo iblis deh mereka.
“Nih diminum dulu Dit…” Ucap Linda memberikan satu sloki minuman setan kepadaku yg baru saja ia tuang.
“Iya makasih Lin…”
Kamipun ngobrol ngalor ngidul sambil minum di ruang tengah. Linda ini kuat juga, beberapa putaran masih melek aja. Dari obrolan ini juga aku tau kalo si Gatot ini kayaknya lagi PDKT sama Erna. Benar-benar cara PDKT yg bagus, ngajak minum. Dasar si Jancuk.
“Gatot lama banget Lin?” Tanyaku yg udah mulai pening.
“Iya nih… Mana udah jam segini lagi…” Jawab Linda yg kepalanya telah disenderkan ke kursi yg ada di belakangnya.
“Udah mabok Lin?” Tanyaku mancing.
“Dikit…” Jawab Linda lemas.
Wajahnya yg semakin memerah membuat otakku berfikir neko-neko. Daripada nungguin Gatot lama, mending deketin Linda aja deh. Kemudian kuberanikan diri untuk sedikit mendekati Linda. “Lin…” Kupanggil ia pelan namun tak ada respon darinya. Sejenak kutatap bentuk tubuhnya yg menggoda iman. Pahanya sangat menggoda untuk diraba. Dasar!
“….”
“Woiii dasar otak mesum!” Teriak Gatot yg tiba-tiba aja sudah datang membawa makanan.
“Jancuk!!” Teriakku kaget ketika Gatot datang di waktu yg tidak tepat.
“Matamu cuk mesum! Aku cuma mau mindahin ni anak ke atas kursi!” Jawabku beralasan selogis mungkin.
“Alah… Alasan!”
“Ngeyel!”
“Wah menang banyak koe Su!” Sewot Gatot.
“….”
“Hayo kalian ngapain aja?” Tanya Erna penasaran.
“Apaan sih, kita cuma minum doang…”
“Yg bener…” Ucap Erna lagi menyelidiki.
“Ngeyel ah!”
“Masa?” Imbuh Erna lagi masih penasaran.
“Enggak aku apa-apain… Orang dianya mabuk gitu…” Jelasku pasrah.
Setelah penyelidikan yg gk ada ujungnya, kamipun memakan makanan sambil menghabiskan sisa minuman yg telah kuminum tadi. Linda masih tidur akibat kebanyakan minum bersamaku. Setelah itu Erna mengajak Linda pulang. Linda parah banget. Si Erna sampai memapah Linda untuk pulang naik motornya.
“Yowis aku juga balik yo cuk!” Ucapku pamit juga.
“Gk tidur sini wae su?” Tawar Gatot.
“Ada Mbak Laras mau aku, haha…”
“Gundulmu su!”
“Yowis aku balik sik yo…”
“Yo ati-ati su!”
Akupun pergi meninggalkan rumah Gatot. Saat mau buka gerbang, terdengar Gatot teriak dari dalam.
“Asuu! Apaan ini! Adiiitt…. Asu koe!”
“Hahaha…” Akupun lari kabur pulang.
—–
Juli 2003
Setelah pengumuman kelulusan kelas tiga beberapa hari yg lalu, kini tibalah saatnya pembagian raport untuk kelas satu dan dua.
Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan persaan yg sedikit was-was takut jika aku tinggal kelas. Tapi masa sih? Nilaiku aja bagus-bagus. Tapi kalo kelakuan mempengaruhi nilai bisa mampus aku! Bisa gagal deh aku tepatin janji ke Ayah kalo aku bisa masuk 5 besar.
Pengumuman juara dan rangking dilaksanakan dikelas masing-masing oleh wali kelas. Bu Lisa sebagai wali kelasku menyebutkan para juara di kelas ini. Semua murid nampak gelisah.
“Rangking sepuluh, Budi Irawan,” ucap Bu Lisa dari depan kelas.
“Rangking sembilan, Lira Fitria….”
“Rangking delapan, Tomi Baskoro”
“Rangking tujuh, Dewi…”
“Rangking enam Rangga…”
“Ranking lima, Novita…”
“Wuiiiihhh Nov hebat Nov!” Pujiku dari belakang tempat duduknya.
Nah, pas pembacaan rangking keempat ini Bu Lisa sedikit memberikan jeda.
“Rangking empat… Adit Setyo Abadi…” Ucap Bu Lisa tersenyum ke arahku.
“Haa??”
Anak-anakpun tepuk tangan menyambut kejeniusanku. Hahaha.
“Bisa-bisanya ranking 4 kampret! masih gk percaya aku!” Umpat Prapto iri.
“Makan-makan nih kita!” Ucap Dimas yg udah berdiri disampingku aja.
“Hahahaha… Adit gitu loh, aku ini jenius sebenernya…” Kataku sedikit pongah.
“Selamat ya Dit…” Ucap Novi dari bangkunya.
“Kamu juga selamat Nov.. Hebat kamu rangking lima!” Kataku membalas ucapan selamat dari Novi.
“Udah deh males aku denger kata rangking-rangkin mulu!” Potong Prapto tiba-tiba.
“Hahahaaha….” Aku dan Novi pun tertawa sadar kalo Prapto gk dapat rangking kelas.
“Sakne koe Prap, adoh-adoh mung ra oleh opo-opo… (Kasian kamu Prap, udah jauh-jauh tapi gk dapet apa-apa…)” Ejekku ke Prapto.
“Hhmmm….”
“Yaudah yuk kita makan-makan… Aku traktir deh, itung-itung merayakan kenaikan kelas kita!” Ajak Novi.
“Wuiiihh… Yuk-yuk!” Ucapku dan Prapto kompak.
Setelah mendapatkan pengarahan tentang liburan dan persiapan ke kelas tiga dari Bu Lisa, kamipun memutuskan pergi ke salah satu kedai makanan yg cukup terkenal di kota ini. Kebetulan hari ini si Novi membawa mobil ke sekolah, jadi lumayanlah bisa ngirit. Orang tua wali pun datang ke sekolah, tapi kita malas nungguinnya, mending cabut deh udah jelas naik kelas tanpa syarat. “Yok cabut!”