Malam hari setelah sampai rumah aku dimarahi habis-habisan oleh Ibuku karena pulang sampe malem.
“Macet Buk tadi jalanan….”
“Macet? Kamu pikir ini Jakarta?” Ucap Ibuku dengan nada tinggi.
“Maaf Buk… Tadi Adit ngerjain tugas banyak banget dirumah temen, pulangnya kesorean gk dapet angkot…” Ucapku berbohong. Ngapunten Buk maaf.
“Terus?”
“Terus nungguin dianter temen yg punya motor… Jadi kemaleman gini…”
“Hmmm… Yaudah sana makan dulu terus istirahat…” Ucap Ibuku mulai luluh.
Akupun lalu berjalan menuju kamar, di ruang makan Ayahku lagi nyantai. Dengan tatapan curiga Ayah memandangku.
“Dasar! Mandi dulu kamu! Bau parfum cewek… Terus sholat isya!” Ucap Ayah santai sambil geleng-geleng kepala.
“Hehehe… Siap Be!”
Hahaha kayaknya ketahuan Ayah. Tapi bodo amat, Ayahku ini nyantai banget orangnya. Ayah sih udah sadar kalo anaknya mulai beranjak dewasa. Dan Ayahku ini memang gaul abis men… Tiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil ngopi beliau selalu ngedengerin musik-musik cadas macam slipknot, metalica, dan kroni-kroninya. Yang Indo sih cuma Bang Iwan, slank, sama Ahmad Albar aja. Pokoknya keren abis.
Usai sholat aku duduk di bangku teras rumah. Pengen sih maen lagi, tapi apa daya tenagaku sudah habis hari ini bareng Kak Siska.
Tak lama aku duduk Ayah muncul dari dalam rumah.
“Durung turu le? (Belum tidur nak?)” Sapa Ayahku nimbrung duduk di kursi depan.
“Dereng Pak… (Belum Pak…)”
“Seko ngendi koe kok tekan bengi? (Darimana kamu kok sampe malam?)” Tanya Ayah sambil menyulut rokok Dji Sam Soe favoritnya.
“Saking Jogja Pak, dolan kaleh konco-konco… (Dari Jogja Pak maen sama temen-temen). Kataku sedikit bohong. Gk mungkin aku bilang kalo dari kaliurang sama Kak Siska, bisa mikir yg enggak-enggak.
“Oh… Yowis rapopo, suk meneh pamit sik yo le, mesakke Ibumu kuatir… (Oh yauda gpp, lain kali pamit dulu ya, kasihan Ibumu khawatir)” Kata Ayah menasehatiku.
“Nggeh Pak… (Ya Pak…)”
“Sekolahmu gimana?”
“Aman Pak!”
“Jangan sampe melupakan kewajibanmu buat sekolah le…”
“Siap Pak!”
“Besok bisa rangking 5 besar lagi?”
“Bisa pak! Santai…” Ucapku pongah. Tapi bener kok, walaupun kelakuanku banyak minusnya tapi urusan akademik jangan ditanya deh.
“Apik-apik… Butikkan yo le”
“Oke Pak siap…”
“Yowis kono turu… (Yauda sana tidur)”
“Nggeh Pak…”
Usai ngobrol dan dinasehati Ayah, akupun lekas berjalan ke kamar untuk tidur.
—–
Liburan pendek awal pekan telah berlalu. Aku kembali harus bergelut dengan pulpen dan LKS.
“Prap… Prap…” Panggilku lirih.
“Iya kenapa?” Jawab Prapto makin lirih.
“Masih Ingat sama cewek di warung kelapa muda sabtu lalu?”
“Inget… Kenapa?”
“Kemarin aku ketemu lagi Prap!”
“Kapan?”
“Ya kemarin!” Hardikku sedikit emosi.
“Sssst… Pelan su! Terus udah kenalan?”
“Belum lah… Mana berani aku”
Tak lama kemudian terdengar suara lemparan penggaris kayu di atas meja.
“Breeegghhh…..”
Pak Ahmad ternyata yg melemparnya karena melihat aku dan Prapto ngobrol dikelasnya.
“Maju kalian!” Kata Pak Ahmad dengan nada tinggi.
“Iya Pak…” Jawab kami berdua kompak kemudian berjalan maju kedepan kelas. Terlihat Novi hanya cekikikan di bangku depan.
“Kalian ini, selalu saja bikin masalah!”
“Maaf Pak…”
“Adit, kamu kerjakan soal no 1! Dan kamu Prapto kerjakan nomer 2!” Perintah Pak Ahmad, guru Matematika.
“Iya Pak…” Ucap kami berdua. Kamipun lantas mengerjakan soal di papan tulis. Untungnya kami bisa ngerjain tuh soal.
Setelah selesai mengerjakan soal sialan itu, kamipun dipersilahkan duduk kembali.
“Awas kalo kalian bikin ulah lagi!” Ancam Pak Ahmad.
—
“Tettt… Tettt…” Bunyi bel tanda jam istirahat tiba.
“Dit… kantin yuk?” Ajak Novi.
“Enggak ah, aku mau ngerokok aja di wc, ikut?” Jawabku malas.
“Yowiss.. Aku ke kantin sama Prapto aja klo gitu, mau nitip?”
“Enggak ah Nov…”
“Yakin?”
“Emmm… Jus mangga boleh deh Nov…”
“Ok, nanti biar Prapto yg bawain…”
“Eh iya Nov…”
“Kenapa?”
“Sama arem-arem juga boleh… hehe.”
“Hhhmmmm!” Jawab Novi singkat.
“Haha… Thanks Nov!” Kataku seraya lari ke arah wc.
Ngerokok di wc sekolah adalah aktivitas rutinku setiap jam istirahat kedua. Dari aktivitas itulah aku mengenal cukup banyak teman dari kelas lain. Namun sayang Kak Siska selalu nolak kalo aku ajakin ngerokok kalo jam istirahat.
Setelah beberapa hisapan rokok yg kupegang, akhirnya pesanan sang raja pun datang. “Nih titipanmu!” Ucap Prapto seraya memberi segelas plastik jus mangga lengkap dengan arem-arem.
“Hehe… Yoi Prap, thanks ya!”
“Hmm… Sini bagi rokok,” kata Prapto sedikit maksa.
“Ok Prap, nih.. Aku minum ya.. mau?”
“Enggak deh, udah tadi ama si Novi!”
Waktu telah hampir jam 12 pertanda bel masuk akan berbunyi. Setelah menghabiskan rokok, kamipun kembali ke kelas.
Pelajaran terakhir menjadi sangat menjenuhkan, Bahasa Perancis. Keren ya sekolahku, udah ada bahasa perancis. Namun entah kenapa Bahasa Perancis selalu menjadi pelajaran menjenuhkan ketiga setelah fisika dan matematika. Logat aneh yg diucapkan menjadi salah satu alasanku menempatkan Bahasa Perancis masuk dalam kategori pelajaran paling membosankan.
Bel pulang yg ditunggu-tunggu pun terdengar. Aku, Prapto, dan Novi bersama siswa-siswi lain mulai keluar meninggalkan sekolah. Seperti biasa, si Novi yg memang selalu punya duit lebih dan mentraktir jus sebagai imbalan karena ikut nungguin angkutan jurusan rumahnya.
Begitulah hari-hari indahku bersama sahabat-sahabat hebatku ini.
*****
Sabtu, Akhir Mei 2003
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti mempunyai sebuah kenangan yang tersimpan. Entah itu pahit ataupun manis. Ada yang pernah bilang kepadaku, Kenangan itu seperti kereta api yg berjalan di atas rel, kita tak bisa mengejarnya namun kita hanya bisa melihatnya saja.
Ada kalanya manusia mengenang cerita yang pernah dilalui, jika cerita itu pahit maka akan sedikit susah mengenangnya. Namun jika itu terasa manis, kita pasti akan tersenyum dibuatnya, lalu akan menceritakan kepada setiap orang yang kita kenal.
Kita tak bisa memprediksi suatu hal secara pasti, kita hanya bisa berencana dan Tuhan-lah yang menentukan. Apa yang menurut kita baik, bukan berarti menurut Tuhan itu juga baik. Kadang kita akan dibuat kecewa, namun pada akhirnya kita akan menyadari bahwa Tuhan maha benar. Tak ada yang abadi di dunia ini kecuali ketidak abadian itu sendiri.
Lalu apakah ada cinta abadi? Ah… rasanya terlalu berat untuk mengatakan tidak.
Jam terakhir, Fisika. Tak usah aku ceritakan bagaimana membosankannya pelajaran ini.
Demi menghilangkan kejenuhan, aku dan Prapto mulai bermain permainan klasik, 3 jadi.
Hukum Vektor, Gravitasi, dan apalah itu semua yg diterangkan Bu Wati tak lebih menyenangkan dibanding permainan klasik ini. Tak terasa tiba-tiba bel tanda pulang sekolah terdengar nyaring di telinga. Hari itu giliranku memimpin doa pulang. Tak berlama-lama, akupun mulai memimpin doa.
“Let’s Pray Together… Start!”
Di dalam berdoa pikiranku melayang-layang ke perempuan cantik kelapa muda itu. Aku berdoa semoga nanti aku bisa bertemu dia lagi. Amiin.
“FINISH!” Ucapku penuh semangat!
Tak lama aku berpamitan kepada kedua sahabatku ini.
“Sori guys, aku duluan ya… Ada urusan nih!” Kataku semangat seraya berlari keluar sekolah menuju motor yg biasa aku parkir di warung depan sekolah.
Novi dan Prapto pun nampak kebingungan dengan sikapku yg terburu-buru itu.
13.00 WIB. Aku telah sampai di tempat favoritku. Seperti biasa, udara sejuk dengan angin sepoi-sepoi menyambut kedatanganku kali ini. “Mak… Satu, biasa!” Kataku seraya berjalan menuju kursi pojok tempat biasa aku duduk.
Namun ada yg berbeda kali ini. Aku kaget ketika melihat seseorang cewek duduk di kursi itu. Aku perhatikan cewek itu, kayaknya pernah ngeliat deh… Aku perhatikan lagi, semakin dekat dan aku yakin dialah cewek kelapa muda yg akhir-akhir ini berlarian melintasi pikiranku.
“Eh… Tumben minum sini,” sapaku malu menghampirinya. Aku gk mau kecolongan lagi hari ini.
“Iya mas…” Ia pun tersenyum manis.
Dadaku semakin berdetak kencang.
Kata “iya mas” dari bibir tipisnya adalah kata “iya mas” terindah yg pernah aku dengar selama menginjakkan kaki di planet ini.
“Boleh aku duduk sini?”
“Silahkan…” Balasnya seraya menganggukkan kepalanya.
Aku semakin salah tingkah ketika ia mempersilahkanku duduk di depannya.
Tak tau perasaan semacam apa saat itu yg menyelimuti jiwaku. Yg jelas perasaan campur aduk antara senang, malu, grogi, dan bingung.
Diam-diam kuamati wajah cantiknya beberapa saat. Aku bingung harus bagaimana kali ini. Padahal ini adalah saat yg benar-benar aku nanti.
Ketika aku menatapnya tiba-tiba ia menoleh kearahku, mata kita kembali bertemu. Aku semakin salah tingkah saja dibuatnya.
“Sekolah dimana mbak?” Ucapku memecah keheningan beberapa saat itu.
“SMA 001.” Jawabnya halus.
“Deket dong, Aku sekolah di SMA 002.” Jawabku walau dia gk nanya.
“Eh berarti ada pelajaran bahasa asingnya dong?” Dia mulai bertanya.
Dari satu pertanyaan itulah aku mulai berani masuk lebih dalam dan mempresentasikan sekolahku layaknya sales promotion. Dia terlihat serius mendengarkan ceritaku tentang apa yg ia belum tau tentang sekolahku. Dan mulai saat itu aku bersyukur di sekolahku ada pelajaran bahasa asingnya macam bahasa perancis, jepang, dan arab.
Tak lama pesanan kami pun datang, aku masih cerita ini itu sambil sesekali menenggak es kelapa muda yg segar. Tak jarang aku melucu, diapun tertawa mendengarkan leluconku. Dari obrolan tersebut, diketahui dia bukanlah asli kota kecil ini. Ayahnya yg bekerja sebagai aparat negara membuat ia harus pindah-pindah dari kota A ke kota B.
“Eh kamu kelas berapa?” Tanyaku.
“Kelas 2!”
“Sama dong, jangan panggil mas lah… Terkesan tua banget aku!”
“Terus panggil apa?” Tanyanya.
“Adit…” Ucapku mantab sambil mengulurkan tangan.
“Bella…” Ucapnya lembut menyambut uluran tanganku.
Akhirnya aku kenalan juga, Maturnuwun Gusti Alloh.
Bella ini cantik banget. Wajahnya mirip franda versi abg. Mimik wajahnya saat bicara pun sejuk dipandang, pengen nyender dibahunya aja bawaanya.
Tak lama kemudian dia berpamitan mau pulang. Aku mencoba menawarkan untuk mengantarnya. Tapi dia menolak halus dgn alasan rumahnya yg deket.
“Mak.. Udah! Dua berapa,” kataku.
“Eh… Udh aku bayar sendiri aja” kata Bella cepat menghampiri aku.
“Udah-udah… Sekalian ini!”
“Hehe… Makasih ya!”
Si emak hanya senyum-senyum saja melihat aksiku di warungnya.
“Dit, aku duluan ya… Angkotnya udah dateng tuh”
Dia menyebrang jalan menuju ke angkotnya. Akupun menunggunya di atas motor.
Setelah agak jauh kulambaikan tangan ke arahnya, diapun membalasnya dengan senyuman manis.
Kamipun berpisah. Dan yesss.. Aku tersenyum bahagia sabtu ini!