Roda Kehidupan episode 9

Pelukan Hangat Kak Siska

Hari berganti dengan cepat. Setelah mendapat nomor Bella, aku semakin dekat saja dengannya. Setiap hari kita saling sms-an sekedar tanya kabar, tanya lagi ngapain, basa-basi bahas pelajaran, dan sms gk penting lainnya. Pernah Bella sms minta tolong untuk jemput pulang les, tanpa ragu akupun langsung menjemputnya.

Beberapa hari kemarin aku sangat sibuk. Selain mempersiapkan diri untuk ujian kenaikan kelas, aku juga dipusingkan dengan kegiatan class meeting dan pentas seni yg akan diadakan di sekolah. Sebenernya aku gk mau jadi panitianya, tapi Novi maksa buat gabung Daripada gk ada kerjaan aku menerima ajakan Novi buat jadi panitia. Lumayanlah buat pengalaman.

Hampir tiap hari aku bersama beberapa panitia berkunjung ke berbagai perusahaan untuk menggandeng mereka dalam acara tahunan ini. Syukurlah sebagian besar bersedia untuk menjadi sponsor acara tersebut. Teman-temanku hanya terpana saat aku dan Novi mempresentasikan acara kepada manajer-manajer perusahaan yg membuat mereka yakin bahwa bersedia menjalin kerja sama dengan kita. Semua tak menyangka bahwa Adit yg terkenal ‘bejujak’ ini bisa meyakinkan para sponsor untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. Sebenernya sih ini kerjaan Novi juga. Gimana gk setuju, lha yg kita datengin anak perusahaan Ayah Novi, hahaha. Ide gaet sponsor pun dari Novi, emang pinter deh tu anak.

Sementara itu ujian kenaikan kelaspun berhasil aku lewati dengan lancar. Begitu pula dengan Bella, Ujian kenaikan kelas ini menurutnya hanya pemanasan saja untuk menempuh tahun ajaran baru.

—-

Usai menempuh ujian kenaikan kelas, seperti biasa ada agenda class meeting untuk para siswa yg rutin dilakukan. Para siswa pun antusias menyambutnya karena kelas meeting di semua sekolah pasti akan selalu menyenangkan, terlebih tahun ini aku panitianya, hehe.

Setelah pagi tadi diadakan lomba bola basket dan sepak bola antar kelas, saat ini sedang berlangsung kompetisi band yg diikuti oleh siswa-siswi sekolah. Banyak ternyata yg berbakat main band. Dan salah satu grup band yg lumayan terkenal setelah masa itu berasal dari sekolah ini.

“Wah keren banget ya Dit class meeting tahun ini…” Kata Kak Siska yg tiba-tiba ada di sampingku.

“Iyaaa dong! Siapa dulu panitianya?” Kataku pongah.

“Hehehe… Percaya deh!”

“Oiya Kak, udah ada rencana kan mau lanjutin dimana?” Tanyaku.

“Eemmm… ”

“Kenapa…”

“Gk papa… Hehe..” Ucap Kak Siska singkat. Kayaknya ada yg ia sembunyikan.

“….”

Kami terdiam sejenak, kulihat Kak Siska masih mengamati perform anak-anak band yg sedang unjuk kebolehan. Sedangkan aku melamun, pikiranku jauh menerawang apa yg Kak Siska sembunyikan.

Siang ini setelah beberapa lomba selesai dilaksanakan, aku menyempatkan ke warung kelapa muda emak untuk ketemuan sama Bella. Tadi aku sms Bella ngajakin nonton pensi di sekolah, tapi dengan berbagai alasan ia menolak ajakanku itu. Coba deh aku ngomong langsung.

“Itu kan acara sekolah kalian! Malu lah kalo murid dari sekolah lain ikutan nonton…” Kata Bella.

“Iya sih Bell… Tp bebas kok, siapa aja boleh nonton…”

“Enggak ah…”

“Ayolah Bell…”

“Malu Dit, serius!”

“Iya deh… Emm… Gimana kalo minggu depan aja kita keluar?” Ajakku.

“Weiit… Kemana nih? Ucap Bella penasaran.

“Emm… Ada deeh..”

“Serius ah, kemana Dit?”

“Hahaha ya besok deh aku kasih tau..”

“Bener ya! Awas bohong!” Kata Bella sumringah.

“Iya…” Jawabku singkat. Ah dasar Bella.

Malam Pentas Seni

Akhirnya malam yg ditunggu-tunggu oleh setiap siswa-siswi SMA 002 telah tiba. Malam Pentas Seni sebagai puncak dari seluruh rangkaian kegiatan class meeting dan sekaligus sebagai perpisahan kelas tiga akan segera berlangsung.

Sore tadi aku dan kawan-kawan telah selesai mempersiapkan segala sesuatunya demi kesuksesan acara ini. Mulai dari dekor panggung, lighting, konsumsi, dan berbagai persiapan lain semua telah beres. Tinggal menikmati hasil kerja keras kami saja malam ini.

Terlihat beberapa siswa yg telah hadir.

“Waahh… Rame ya…” Ucap Novi melihat antusias murid-murid lain.

“Iya dong… Siapa dulu ketua panitia nya!” Sahut Andra sang ketua panitia.

“Yee… Ide siapa dulu dong!” Seru Vita yg mempunyai ide tema panggung malam ini. Konsep Vita emang keren dengan tatanan panggung dan pintu masuk yg dihiasi beberapa ornamen jawa seperti janur, selendang batik yg dihias, hingga anyaman-anyaman bambu yg membuat kesan klasik namun tetap elegan.

Suasana benar-benar meriah. Terlihat ada beberapa murid yg kumpul menggerombol, ada yg asik foto-foto dengan kamera tustel, ada juga yg diam-diam menenggak minuman keras di toilet sekolah.

“Nyoh Dit diombe sik… (Nih Dit diminum dulu…)” Ucap Kak Jefri memberikan satu sloki minuman setan.

“Wah sangar iki topine wis miring, hahaha… (Wah sangar nih udah miring aja topinya)” Kataku lalu menenggak air kedamaian itu.

“Iso keren ngene acarane Dit… (bisa keren gini acaranya dit..)” Puji Kak Jefri.

“Wolajelas sopo dulu panitiane…”

“Hahahasu…”

“Aku balik ke panggung sik ya bro, ngontrol suasana!” Ucapku pamit, bisa gawat kalo disini. Yg ada malah tepar aku diracun demit-demit ini.

Sementara itu di panggung juga tengah berlangsung pertunjukkan dari siswa-siswi sekolah ini. Pada awal acara tadi telah dibuka dengan berbagai macam tarian daerah yg ditampilkan oleh ekskul kesenian, ekskul lain pun juga tak mau kalah, pun juga dengan anak kelas satu, mereka juga menampilkan ketoprak yg sanggup mengocok perut penonton. Setelah beberapa anak menunjukkan kebolehannya masing-masing, tibalah saatnya ekskul musik unjuk gigi. Ekskul yg populer pada masanya.

Aku duduk di kursi yg sengaja kuletakkan disamping pohon beringin kecil sisi kiri panggung. Dari sini aku dapat melihat indahnya panggung yg dihiasi berbagai macam ornamen bunga dan gemerlap lampu. Nampak Kak Siska yg naik ke panggung mewakili ekskul musik. Aku baru ingat kalo dia juga ada di list pengisi acara malam ini.

Ia menggunakan dress berwarna hitam, rambutnya diikat sedikit kebawah, jadi bagian tengahnya seperti mengembang. Terlihat anggun, sangat anggun.

Dia duduk menyerong di kursi yg ada disisi kiri panggung, di depannya ada sebuah piano yg baru saja disiapkan oleh seksi acara.

Kemudian nampak ia sedang mengatur letak stand mic di depan wajahnya. Suasana semakin meriah dengan tepukan riuh para penonton menyambut sang primadona ini diatas panggung.

“Cek…” Ucap Kak Siska mencoba mengetes sound.

Terlihat ia memejamkan matanya sejenak lalu menarik nafasnya. Kemudian perlahan bibir tipisnya mulai bergerak mengucapkan sesuatu.

“Sebuah lagu untuk seseorang yg spesial, dan dia ada di sini…” Kemudian terdengar sebuah intro lagu yg tak kekang oleh zaman bahkan hingga saat ini.

“Aku gak mau menjadi setan yg menakutimu…”

Lalu tepukan penonton dan siulan terdengar gemuruh menyambutnya.

“Aku gak mau menjadi iblis yg menyesatkanmu…”

Suara indahnya terdengar nyaman ditelinga, rasa lelah yg melanda hilang tersihir oleh performa Kak Siska ini.

Terlihat matanya yg tajam fokus ke arah piano yg ia mainkan. Nada-nada yg keluar benar-benar mampu menghipnotis semua orang disini hingga ikut bernyayi bersama. Dia sedikit mengaransemen ulang lagu dari Slank itu hingga lebih enak dibawakan olehnya.

“Yang aku mau kau mencoba, tuk mengenal aku…”

Sorot matanya tiba-tiba memandangku tajam.

“Yang aku mau kau belajar, Tuk mencintai aku tulus dan apa adanya…”

Tatapan matanya masih memandang ke arahku. Entah apa maksudnya, tapi aku yakin Kak Siska memang sedang menatapku. Wah jangan-jangan lagu ini memang buatku. Ah gk lah, aku aja yg kepedean. Mana mungkin…

“Aku gak ingin seperti api membakar hatimu…”

Kulihat Novi yg ada di dekatku pun menoleh kearahku. Seakan ia juga mau bilang, “itu lagu buatmu bego!”

“Aku gak ingin seperti duri yg melukaimu…”

“Yang aku tahu ku mencoba terbuka…”

“Yang aku tahu ku sengaja tuk slalu bicara jujur dan apa adanya…”

Lagu itupun nampak akan selesai, lalu ia pelankan tempo pianonya. Kemudian disambut tepukan tangan seluruh penonton, dan tentu saja aku juga ikut memberi applaus untuknya.

Kemudian dia tertunduk setelah menyelesaikan not terakhir lagu itu. Namun jarinya terlihat kembali bergerak menekan piano tersebut. Nada indah pun kini terdengar lagi, namun kali ini terdengar menyayat hatinya.

“Aku bisa saja seperti virus yg melumpuhkanmu…”

“Prookkk… Prookkk… Prokkk….”

“Terima kasih….” Ucapnya singkat menyelesaikan performa yg menawan itu dengan senyum manisnya.

Sempurna. Ucapku dalam hati melihat penampilannya yg memang istimewa.

“Dit!!” Ucap Novi lalu noyor kepalaku gk tau apa maksudnya. Aneh ni anak.

“Apa sih Nov!”

“Emosi aku sama kamu!” Kata Novi keliatan gemas sama aku.

“…”

“Ituuu”

“Gk tau ah…”

“Hmm…”

Aku menghiraukan Novi yg gk ngerti apa maksudnya. Sementara itu acara malam ini terus berlangsung, satu demi satu murid di sekolah ini telah menampilkan semua kebolehannya. Hingga pada akhirnya acara selesai pada jam 11 malam setelah penampilan band indie yg cukup terkenal sebagai bintang tamunya.

Setelah anak-anak lain pulang, aku dan panitia lainnya tetap bertahan untuk membersihkan sisa-sisa hiruk pikuk kemeriahan pesta malam ini.

“Prapto dimana Dim kok gk kelihatan?” Tanyaku ke Dimas yg lagi beres-beres.

“Tepar, bocahe tidur tuh di kelas!”

“Owalah jamput!”

Acara malam pentas seni yg sukses itu pun menjadi buah bibir dikalangan sekolah. Hari ini aku bingung mau ngapain dirumah. Setelah sedikit bersih-bersih rumah, aku duduk santai di teras rumahku. Langit senja nan tamaram kini menghiasi penghujung hari. Jingga berubah menjadi gelap, perlahan burung-burung yg terbang kini hilang saat gelap datang. Awan kelabu yang bergelombang di atas sana seakan meneriakkan peringatan, bahwa hujan akan segera tiba. Ya, itulah gambaran cuaca sore ini.

Terlihat mobil sedan berwarna pink bergaris hitam menuju ke rumahku. “Kak Siska? Ngapain ya kesini?” Batinku melihatnya turun dari mobil.

“Emmm… Aku kesini cuma mau pamit Dit…”

Kami berdua sedang duduk berjejer di teras rumahku. Entah apa yg membuat Kak Siska kemari, yg jelas ada sesuatu yg akan ia katakan.

“Pamit? Mau kemana?” Tanyaku heran.

“Aku gk bisa tinggal bareng Ayah…” Ucap Kak Siska berusaha mengontrol emosinya.

“Maksudnya gimana sih?”

“Aku sama Ibu mau tinggal di rumah nenek, Lampung…”

“…..”

Sejenak aku terdiam, tak percaya tekanan yg dihadapi Kak Siska harus membuatnya pergi meninggalkan kota ini, kota yg penuh kenangan. “….” Tapi Lampung kan jauh? Tiba-tiba aku mulai gelisah.

“Aku gk bisa lihat Ayahku yg udah nyakitin Ibu…” Kata Kak Siska menundukkan kepalanya, “dia juga mau nikah lagi katanya…” Imbuhnya dengan nada yg bergetar.

“Iya Kak aku paham… Terus Kuliah disana?” Tanyaku mencoba untuk tetap tenang.

“Mungkin…” Ucap Kak Siska, kini ia menangis pelan.

“Kamu yakin?”

“….” Ia pun terdiam, terlihat berfikir kembali dengan keputasannya itu. Lalu Kak Siska menarik nafas panjang dan mengeluarkannya lagi,

“yakin Dit…” Ucapnya dengan senyuman yg sedikit ia paksa.

“Jujur, aku kaget kamu ngomong kayak gini tiba-tiba. Aku gk tau harus gimana…” Ucapku polos.

“Iya Dit… Maafin aku tiba-tiba dateng terus ngomong kayak gini ke kamu…”

“Terus sampe kapan kamu disana?” Tanyaku kemudian.

“Emmm… Belum tau Dit, mungkin akan lama tapi mungkin juga sebentar… Yg jelas aku pengen sama Ibuku…” Kata Kak Siska, kali ini ia tersenyum.

“Tapi kamu bakal balik sini kan?”

“Aku pasti balik kok… Aku janji!” Ucapnya serius. Dan kelak aku akan tau kalo janji seorang Siska tak pernah main-main.

“…..”

“Makasih ya Dit udah nemenin aku…”

“….”

“Besok kalo aku kembali, jangan lupain aku lho ya! Hehe…” Ucap Kak Siska meneteskan air matanya.

“Iya…” Kataku datar, entah kenapa aku merasa berat jika Kak Siska harus pergi dari kota ini.

“Kamu baik-baik ya disini, awas kalo deket-deket sama Fara!” Ancamnya bergurau.

“Hehe… Iya…” Kataku tersenyum. “Emm.. Rokoknya dikurangin Kak…” Imbuhku kemudian.

“Hehe… Iya,” ucap Kak Siska tersenyum tipis. “Makasih ya Dit sekali lagi…” Tambahnya.

“Iya… Jadi berangkat kapan?”

“Besok Dit, aku udah pesen tiket juga kok…” Kata Kak Siska.

“Hmmm… Kayaknya cepet banget, perasaan baru kemarin aku nemenin kamu ngerokok di belakang perpus…”

“Hehe… Iya… Makasih Dit Makasih banget udah mewarnai hidupku walau semu…”

“Semu?”

“…..” Sejenak Kak Siska terdiam, namun ia memberikan senyuman yg sangat manis untukku.

“Udah ya Dit aku pamit dulu…” Ucap Kak Siska beranjak berdiri.

“Iya Kak.. Jaga diri baik-baik…” Kataku pelan lalu mengikutinya berdiri.

“Jangan lupain aku ya…” Kalimat yg sering ia katakan.

“Takkan pernah…” Kataku tersenyum manis.

“…..” Sejenak Siska kembali menundukkan kepalanya, lalu tiba-tiba memandangku dengan tatapan yg nanar. “Boleh aku ungkapin perasaanku, mungkin ini kesempatan terakhirku bisa ngomong langsung…”

“Sssttt… Jangan ngomong yg terakhir… Masih banyak waktu, hehe…” Kataku mencegah apa yg akan diucapkan Kak Siska.

“Kalo terucap gk boleh…” Kata Siska pelan, “BRUGHH” Tiba-tiba Kak Siska memelukku erat, sangat erat. Bahkan aku bisa merasakan detak jantungnya berdetak kencang di tubuhku.

Beberapa saat Kak Siska memelukku, lalu kemudian ia berbisik sangat pelan persis ditelingaku, “Jika terucap tak boleh… Ini perasaanku selama ini…” Kata Siska pecah dalam tangisannya.

“…..” Aku hanya terdiam dalam pelukannya, tak tau apa yg akan aku katakan kepadanya.

“Thanks Dit….” Ucap Kak Siska seraya melepas pelukan yg hangat itu. Sangat hangat, terlalu hangat. Dan benar-benar hangat.

Akhirnya Kak Siska pun perlahan pergi meninggalkan rumahku, ia menoleh kearahku saat membuka pintu mobilnya. Sekali lagi Kak Siska memberikan senyuman yg sangat manis untukku.

Mobilnya pelan meninggalkan halaman rumah, kemudian ntah kenapa tubuh ini terasa lemas. Air mata terasa akan keluar dari mataku. Sumpah berat banget saat Kak Siska pergi. Dan aku bener-bener meneteskan air mata saat mobilnya berjalan menjauh.

Maafkan aku. Semoga kita bisa berjumpa lagi dalam keadaan yg lebih baik, semoga aku bisa melihat senyuman khas darimu lagi, disini aku akan terus mengingatmu, Fransiska Fayriska.


Roda Kehidupan

Roda Kehidupan

Score 7
Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia

"Roda itu bernama kehidupan. Saat kita berada diatas kadang berputar sangat cepat, namun ketika kita berada dibawah roda itu terlalu lambat berputar kembali. Kamu tau kenapa? Karena kehidupan tak semudah mengayuh sepeda untuk tetap berjalan diatas aspal yang halus.​"

Sebelumnya mohon maaf dan mohon izin untuk memberanikan diri menuliskan sebuah catatan sederhana seorang lelaki yang hidup di sebuah kota kecil namun sangat nyaman, Magelang.

Gue nulis ini sebagai catatan dan memory gue untuk melukiskan tentang kehidupan yang seperti roda. Silahkan berpendapat cerita ini true story atau fiktif belaka, disini gue hanya menulis sebuah roda kehidupan.

Gue sadar tulisan gue masih acak-acakan. Mohon maaf jika terdapat banyak umpatan kasar dalam bahasa jawa dan beberapa pikiran liar yang terkandung dalam cerita. Semoga bisa disikapi secara bijak. Cerita ini dimulai saat gue masih duduk di bangku SMA pada tahun 2003. Nama tokoh dan tempat instansi sengaja disamarkan atau gue ganti demi kebaikan kita semua.

Ah... kurasa cukup. Dan kamu akan tetap menjadi ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset