Bulan demi bulan telah aku lewati, dan hantu-hantu itu tetap saja terus mengangguku. Tidak terasa saat ini sudah memasuki tahun ke-2 aku menempati rumah dinas ini. Memang sampai saat ini hantu-hantu yang mengangguku itu hanya sekedar menakut-nakutiku saja, tidak ada hal-hal yang membahayakanku sejauh ini kecuali dengan psikisku yang mulai terganggu karenanya. Mungkin Aku pun sudah mulai lelah untuk terus diganggu oleh hantu-hantu itu, sepintas teringat aku akan ucapan khalil dulu, “kalau kamu mau hantu-hantu itu tidak menganggumu lagi, carilah sumbernya.. mengapa hantu-hantu itu terus mengganggumu.” bukannya aku tidak ingin mencari sumbernya selama beberapa bulan belakangan ini, hanya saja aku terlalu takut dan terlalu kecil untuk itu. Aku tidak bisa membayangkan untuk pergi ke pintu yang telah terbuka dari kuncinya itu, bagaimana jika saat aku kesana tiba-tiba pintu itu terkunci lalu aku dijadikan makanan oleh para hantu itu? sungguh menyeramkan! Lebih baik aku ditakut-takuti oleh hantu-hantu itu ketimbang harus jadi makan malam mereka.“Paling tidak, mereka tidak mencelakaiku.” pikirku saat itu. Tapi sepertinya, aku salah menduga dalam menilai mereka. Hantu-hantu itu tak sebaik yang aku harapkan, karena sekali hantu tetap hantu bukan? Aku sangat ingat sekali akan kejadian itu..
Tepat pada malam jum’at, kurang lebih pada jam delapan malam. Aku dan keluargaku sedang berkumpul di ruang keluarga yang untuk sekedar berbincang-bincang sembari menonton film action yang ada di salah satu channel tv swasta. Kondisi ruang keluarga pada saat itu merupakan ruangan yang paling terang daripada ruangan lainnya, karena untuk ruang dapur dan ruang tamu cahaya lampu itu sudah kami matikan sebelumnya, sedangkan pintu rumah kami yang terletak di ruang tamu masih kami biarkan terbuka sedikit. Lokasi ruang keluarga dan ruang tamu itu tidaklah jauh, jaraknya hanya sekitar sepuluh langkah kakiku saja. Pintu rumah itu memang biasanya kami buka sedikit, mungkin karena kami sudah terbiasa membuka pintu rumah itu seperti rumah lama yang kami tinggali. Tapi, akan kami tutup kembali jika angka jarum jam sudah menunjukkan pada angka sembilan. Ya, berkumpul bersama-sama di ruang keluarga memang sedikit mencairkan suasana yang sepi dirumah ini. Sesekali tawa dan canda menghiasi ruang keluarga ini, dan sesekali kami pun terpaku akan film yang kami tonton pada waktu itu. Sungguh momen yang takkan pernah aku terlupakan.
Jarum jam pun sudah menunjukkan angka sembilan, dan ini waktunya untuk mengunci pintu utama yang berada di ruang tamu. “Bang, tolong kuncikan pintunya..” pinta papaku, biasanya papaku lah yang selalu mengunci pintu rumah itu. Mungkin karena film kali ini cukup seru sehingga berat untuk papaku meninggalkan sofa itu walau sebentar, jadi terpaksa aku yang harus mengambil alih untuk mengunci pintu rumah itu. “Iya pa..” sahutku dengan malasnya. Dengan jalan yang lumayan cepat, aku pun bergegas ke arah ruang tamu yang cukup gelap untuk mengunci pintu itu. “Tap..tap…tap…” ketika aku tepat berdiri di depan pintu itu pada langkah kakiku yang terakhir, tiba-tiba aku mendengar suara “kraauk..” tepat berada di bawah kakiku. Aku pun langsung berteriak kesakitan dan seketika aku pun terduduk, “kaki.. sakit.. aa..” dengan sigapnya keluargaku berlari kecil ke arah ruang tamu itu, “Kenapa bang?” tanya papaku dengan raut wajah yang bingung. “Gak tau, kaki val sakit kayak habis nginjak sesuatu..” mendengar penjelasan singkatku itu, papaku lalu meminta mamaku untuk menghidupkan lampu ruang tamu yang berada di pojok dinding.
“Astaghfirullah.. kok bisa kayak gini bang..” ucap papaku dengan cemasnya. Rasanya kakiku itu sangat-sangat sakit, smakin sakitnya lihat kaki sendiri saja aku tak sanggup rasanya karena pikiranku sudah terfokus untuk menahan sakitnya ini. “Ma.. cepat ambil air dingin.. bengkak gini kakinya..” mama dan adikku pun sibuk untuk mengambil air es ke dapur sedangkan papaku mencoba untuk menenangkanku yang kesakitan kala itu. “Pa.. kaki val kenapa pa? sakit kali ini..”, lalu papa ku pun menopangku berdiri untuk di pindahkan ke sofa yang berada di ruang tamu itu. “Bang ng-injak tawon nih..” lantas, aku pun melirik lantai yang berada di dekat pintu itu, dan yang benar saja aku melihat seekor tawon berukuran besar terbaring disana. Aku pun makin panik, dan jeritanku semakin besar. “Pa, ini airnya..” lalu papaku pun memegang kakiku dan memasukkannya ke dalam air yang sudah di isi es itu. “Bang, tenang bang.. ini lagi diobatin..” ujar mamaku sembari menenangkanku yang sedang panik itu. “Ini sakitnya menyengat ma.. sakit kali..” aku hanya bisa memenjam mataku sembari mengeluh kesakitan. Sudah lima menit kaki ku di rendam oleh air es itu tapi tidak ada perubahan, sakitku malah semakin menjadi-jadi. Melihat kondisiku yang seperti itu, papaku langsung bergegas mengambil kunci mobilnya dan membawaku ke tukang pijit guna untuk mengobati kakiku ini, mama dan adikku pun juga ikut pergi menemani kami.
Ketika kami semua sudah berada didalam mobil yang terparkir tepat di depan pintu rumahku itu (pada saat itu posisiku berada di belakang sendirian karena posisi kakiku memanjang ke bangku) aku melihat ke arah jendela disamping pintu itu. Entah kenapa, pandanganku tidak mau lepas dari jendela yang gordennya sedikit terbuka itu. Aku memang tidak melihat apapun di jendela itu, tapi anehnya aku merasakan seperti ada yang sedang memperhatikanku dari jendela itu. Semakin mobil ini menuju ke gerbang depan rumah itu, semakin tajam lah pandanganku untuk melihat ke arah jendela itu sembari menahan sakitnya. Entah tekanan apa yang aku rasakan pada saat itu, aku seperti benar-benar diperhatikan dan ditertawakan dari arah jendela itu. Suasana lingkungan yang gelap dan di kelilingi oleh pohon beringin yang sudah berusia puluhan tahun lamanya, menambah suasana yang sangat mengerikan itu. Aku merasakan ada sesuatu yang benar-benar jahat sedang memperhatikanku dirumah itu. Apakah ini ulah mereka? hantu-hantu yang selama ini menakut-nakutiku? Tapi, kenapa? kata khalil saja mereka hanya menakut-nakutiku saja, tidak sampai mencelakaiku. Ataukah mereka marah kepadaku karena aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiran mereka pada malam-malam itu? atau sejatinya mereka memang lah hantu yang jahat, yang menunggu waktu untuk bisa mencelakaiku?