Perasaan dah lama banget ga ketemu Dino di kampus.
Ga pernah main ke kostku juga…
Ni anak kayak lenyap gitu aja dah..
Di saat aku bertemu dengan Sinta, aku coba nanyain kabar si Dino padanya…
“Aku ga tahu tuh… Udah seminggu dia ga kelihatan di kampus!” jawab Sinta.
“Eh..dah seminggu? Lama amat ya? Apa dia balik ke kotanya?”
“Kayaknya enggak deh… Tapi ga tahu juga ya?”
“Kamu tahu ga tempat kost Dino?”
“Ga tahu.. Coba nanti aku tanyain ke teman-teman yang lain!”
“Oke…ntar kabarin aku ya?”
“Siap boss?” kata Sinta sambil memberi hormat.
Kuliah pagi itu agak ga masuk di pikiranku. Aku terganggu dengan tidak masuknya Dino selama seminggu.
Ada firasat ga enak nih…. Tapi aku tepis pikiran jelek itu. Semoga Dino baik-baik aja.
Sambil nunggu oam kuliah selanjutnya, aku nongkrong di kantin. Ngopi dan ngerokok.. Daripada bolak-balik ke kost…capek…
“Yee…dicariin malah nongkrong di sini!” kata Sinta.
“Iya..nunggu matkul selanjutnya. Ada kabar tentang Dino?”
“He’emm..tapi bentar, aku pesen minum dulu!”
Sinta menuju showcase dan mengambil sebotol minuman dingin, lalu kembali menuju tempatku duduk.
“Jadi gimana?” tanyaku ga sabaran.
“Sabar napa…baru juga duduk..!” jawab Sinta sambil membuka botol minuman dan meminumnya.
Aku menunggu dengan tak sabar…
“Kata temen sekelasku tadi, yang satu kost sama Dino, katanya Dino lagi sakit sekarang!”
“Hah…yang bener?”
“Iya….katanya sakitnya agak parah!”
“Sakit apa katanya?”
“Katanya disantet orang…!” jawab Sinta berbisik.
“Apa…???? Masa sih?”
“Ya itu info yang aku dapat. Katanya sudah dipanggilkan dokter, tapi ga ada gejala sakit apapun. Dan katanya, kakinya yang sebelah kanan bengkak sangat besar!”
‘Wah ..gawat banget tuh. Kamu tanya alamat kostnya ga?”
“Ya iya lah… Sinta gitu loh.. Nih alamatnya..!” katanya sambil memberikan sehelai kertas padaku.
“Oke..makasih banget infonya… Aku langsung ke kostnya aja!”
“Katanya ada kuliah?”
“Nanti aku chat Firda buat nitip tanda tangan aja!”
“Trus naik apa ke tempat Dino?”
Aku bengong, garuk-garuk kepala. Ga kepikiran hal itu. Masak jalan kaki… Atau ngangkot?
Ada angkot jurusan kost Dino ga ya? Duh….
“Ada angkot jurusan kost Dino apa nggak ya?”
“Ga tahu… Aku kan juga masih baru di sini!”
“Duh…terus gimana dong?”
“Aku bawa motor tuh… Mau?”
“Boleh minjem motormu emangnya?”
“Ga boleh lah… Aku ikut ke sana!”
“Oke…ayo cepetan…?”
“Cepet sih cepet…udah bayar kopinya belum?”
PLAKK……..hampir lupa bayar kopi.
Gara-gara panik mikirin Dino…
Kami segera meluncur ke alamat yang ada di catatan Sinta.
Karena belum hapal daerah situ, beberapa kali kami nyasar. Setelah tanya sana sini, akhirnya ketemu juga kostan Dino.
Kebetulan ada yang sedang duduk di luar.
“Mas…ini bener kostan Dino?”
“Oh..bener Mas… Mas temennya Dino?”
“Iya Mas… Dinonya ada?”
“Ada… Ayo aku antar ke kamarnya!”
Dengan diantar temen kost Dino, kami sampai di kamar Dino.
“Ini kamarnya Mas!”
“Wah…makasih Mas. Maaf ngerepotin!”
“Sama-sama Mas… Saya tinggal dulu ya Mas?”
“Silahkan Mas.. Sekali lagi, terima kasih banyak!”
Setelah temen kost Dino pergi, aku mengetuk kamar Dino.
“Assalamu’alaikum Dino!”
“Wa:alaikum salam….siapa?”
“Aku…Aji!”
“Masuk aja Ji, ga dikunci kok…”
Aku masuk ke kamar Dino dan melihat Dino yang tidur telentang hanya bercelana pendek dan berkaos saja.
Sinta mengikutiku masuk ke dalam kamar.
“Eh…ada Sinta juga!”
“Gimana kabarmu Din? Kok seminggu ga masuk?” tanya Sinta.
“Yah, begini ini keadaanku. Buat jalan aja susah kakiku.”
Aku memperhatikan kaki Dino yang bengkak. Wuah…besar sekali bengkaknya…kayak balon mau meletus saja.
“Sejak kapan kamu begini Din?” tanyaku.
“Sejak seminggu yang lalu Ji. Pertama sih cuman bengkak sedikit, lalu tiap hari tambah besar. Hingga sebesar ini!”
“Udah dibawa ke dokter?”
“Udah…. Kata dokter, ga ada penyakit dalam tubuhku atau kakiku. Dokter juga heran…!”
“Rasanya gimana Din?”
“Wuah…panas rasanya dan sakit banget… Tiap hari bertambah sakitnya. Ini lumayan, agak ga sakit!”
“Boleh aku lihat Din?”
“Silahkan aja Ji!”
“Sinta, boleh ga kalau kamu tunggu di luar saja?”
“Iya deh… Aku tunggu di luar ya?”
Setelah Sinta keluar, aku menutup pintu, kemudian menghampiri Dino.
Aku raba kakinya yang bengkak. Ada getaran aneh yang kurasakan.
Kupejamkan mata, dan menggunakan mata batin untuk melihat apa yang terjadi.
Astaghfirullah…..di dalam kaki Dino aku melihat ada paku, jarum, bahkan rambut. Ini jelas santet adanya.
Tapi siapa yang menyantet Dino, dan ada masalah apa?
Aku mencoba mempraktekkan pelajaran yang kuterima dari Nyi Among, aku menyalurkan tenaga batinku dan mulai menyedot benda-benda dalam kaki Dino.
Pertama gagal… Kedua, masih gagal….
“Konsentrasi Den… Berpasrah pada Allah Den!” kata Saloka.
Aku meningkatkan konsentrasi dengan meniatkan Lillahi Ta’ala.
Dan…alhamdulillah… Percobaan ketiga ini berhasil dan keluarlah setumpuk paku, jarum dan gumpalan rambut.
Kubacakan ayat-ayat suci dengan dilambari kekuatan batin, dan lenyaplah barang-barang itu. Kembali pada yang mengirimnya.
Kulihat kaki Dino sudah kempis sekarang….
“Gimana Din? Lebih enakan?”
Ga ada jawaban… Aku memandang Dino yang bengong.
Lah…ini anak kenapa ya? Masa kesurupan?
“Din…Dino…woi…!”
“Eh…iya..iya. Ada apa?”
“Gimana rasanya? Udah enakan?”
“Udah enak banget…rasanya lega banget…. !”
“Kenapa bengong tadi?”
“Heran…heran… Bagaimana bisa barang-barang itu ada di kakiku? Aneh…!”
“Yah…itu namanya santet… !”
“Siapa yang menyantetku? Apa masalahnya?”
“Kamu aja nggak tahu, apalagi aku? Nah untuk menghindari santet seperti tadi, kamu harus lebih mendekatkan diri pada yang Kuasa. Dan tidurlah di lantai, jangan pakai ranjang.”
“Kamu kok bisa nyembuhin orang kena santet sih?”
“Bukan aku kok yang nyembuhin, semua kehendak Allah SWT. Aku cuman perantara saja!”
‘Tapi bagaimanapun, aku ucapkan terima kasih padamu.”
“Halah…apaan sih.. Kayak sama siapa aja!”
Kami ngobrol sebentar, sebelum aku minta diri untuk pulang. Dino mengantarku sampai pintu kamarnya. Kusuruh dia istirahat dulu supaya pulih kondisi tubuhnya.
Diam-diam aku membuat perisai untuk melindungi Dino untuk berjaga dari serangan susulan.
Sinta yang melihat Dino mengantarkanku, kelihatan heran.
“Kok dah bisa jalan Din?”
“Iya nih… Alhamdulillah, udah lebih enakan!”
“Syukur deh… Semoga lekas sehat ya?”
“Amin… Makasih dah nengok ya Sin?”
“Sama-sama… Aku pulang dulu ya?”
“Ya…silahkan…!”
Kami berboncengan meninggalkan kostan Dino. Sinta mengantarku ke kostan.
Aku mengucapkan terima kash, dan kupikir dia mau segera pulang. Ga taunya dia malah mampir ke kamarku.
Hadeeh…